Kepala Kabid Parawisata dan Kebudayaan provinsi Papua Barat Bpk. Jean Ayemiseba SH dan Kepala Kabid Parawisata Kabudayaan Kota Sorong Adi Naa S.Sos dan juga Ibu Jhosephine Wiedenhoef, Manager kapal Diving PT. SARTIKA CRUSIE melakukan tahap penjejakan di kampung Malaumkarta, senin 18 juli 2011. Kunjungan itu berawal dari kordinasi antara bapak Jean Ayemiseba dan Bapak Andi Naa, Kabid Pariwisata Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Sorong.
Perjalanan pak Jean Ayemiseba didampingi oleh pak Andi Naa, ibu Josephine Wiedenhoef selaku Manager Kapal Diving PT.Sartika Cruise serta Torianus kalami, Niko kalami dan Maichel Mobalen dari Perkumpulan Generasi Malaumkarta (PGM). Perjalanan tersebut dimulai dari sorong pada pukul 11.21 WIT pagi dengan kendaraan L 200.
Perjalanan tersebut ditempuh dalam waktu 1 jam 30 menit, yaitu tepatnya pada jam 12.53 wit kami sampai di pantai Malaumkarta yang di juluki sebagai surga di wilayah utara Kabupaten Sorong Papua Barat. Kami mengambil waktu sesaat untuk istirahat sejenak dan makan sebelum melakukan survei lokasi potensi-potensi wisata malaumkarta. Disela-sel waktu istirahat dan makan sebelum survei, pak Ayemiseba sempat memberikan arahan singkat kepada kepala kampung dan beberapa masyarakat tentang pentingya menjaga kelestarian lingkungan dan budaya khususnya yang menjadi potensi-potensi wisata serta cara pengembangannya. Kepala kampung dan masyarakat yang ada saat itu merasa bangga dan menyambut baik kedatangan Beliau walaupun tidak secara formal/resmi.
Beberapa saat berlalu selama 20 menit, kemudian kami bersiap-siap menuju laut dengan angkutan laut (jonson) milik bapak guru gifelem. Peralatan alat snorkel yang dimiliki Kapal Diving PT.Sartika Cruise juga di bawa guna melihat dan mengenal secara langsung keanekaragaman bawa laut termasuk jenis karang(corals) yang terdapat di bawa laut malaumkarta. Setelah pak gefilem selesai menyiapkan perahunya dan peralatan mesinnya maka kami diarahkan naik kedalam perahu jonson tersebut.
Selang beberapa detik mensin motor 15 pk milik pak Marthinus Gifelem berbunyi sambil menggerakan perahu berjalan diatas kulit air laut menuju pulau um yang merupakan jalur rute pertama dalam kunjungan perjalanan penjajakan ini. Dalam waktu 10 menit maka perahu jonson tiba di pantai Pulau Um yang berpasir putih bersih, semuanya bergegas turun dan menginjakan kaki di pantai pulau um.
Melihat keindahan pasir putih pulau Mm dan habitat margasatwa (kelelawar, camar, maleo, raja udang atau kingfisher) yang ada di pulau Um membuat pak Ayemiseba terus mengingatkan dan menghimbau kepada kami (Tori, Niko dan Maichel) bahwa “warga kampung Malaumkarta harus dapat menjaga dan melestarikan pulau Um sebagai asset wisata mereka yang nantinya dapat dikembangkan sebagai objek wisata di kabupaten sorong tapi juga di Papua barat sehingga secara langsung dapat memberikan pendapatan (income) kepada masyarakat kampong malaumkarta. Sambil berjalan mengelilingi pulau um, pak Ayemiseba dan pak Andi serta ibu Josephine tak lupa mengambil gambar ratusan kelelawar yang sedang bergantungan di pohon-pohon kasuari dan juga pemandangan sekitar pulau um yang menawan dan memikat hati.
Tak terasa berjalan keliling, akhirnya sampai pada awal putaran keliling pulau. Waktu berjalan dengan cepat dan cuaca yang terlihat agak sedikit buruk membuat kami harus bergegas cepat untuk melanjutkan perjalanan ke rute selanjutnya yaitu potensi terumbu karang. Perjalanan dilanjutkan ke zona tersebut dengan melihat terumbu karang, zona terumbu karang yang di kunjungi berjumlah 4 titik terumbu karang yaitu diantara nya : setelah titik terumbu karang yang terakhir dilihat maka rute yang terakhir ialah mengunjungi rangka pesawat perang dunia ke-2 dalam laut. Sementara menuju kesana, cuaca tak bersahabat mulai memberontak dengan turunnya hujan sehingga membuat air laut pun tak tenang dan mempengaruhi penglihatan kedalam bawah laut terganggu sehingga kami memutuskan untuk tidak melihat rangka pesawat tersebut. Kami terpaksa harus pulang dan dalam keadaan basah kami melaju dengan perahu jonson sampai di pantai kampung Malaumkarta. Semua turun dalam keadaan basah karena hujan termasuk pak Ayemiseba.
Membutuhkan waktu sesaat untuk beristirahat sebelum berangkat ke sorong, sementara duduk di pondok atap pinggir pantai, pak Ayemiseba kembali lagi mengingatkan warga kampung malaumkarta lewat penyampaian lisan kepada Tori kalami, niko kalami dan maichel mobalen tentang pelestarian dan pengembangan kampung malaumkarta sebagai desa wisata ke depan dan beliau berjanji akan memperjuangkan kampung malaumkarta menjadi desa wisata di kabupaten sorong. Atas nama kampung Malaumkarta Tori, Niko dan maichel mengucapkan terimakasih banyak kepada bapak Ayemiseba beserta pak Andi Naa dan ibu Josephine Wiedenhoef yang telah membantu menjajaki potensi potensi wisata kampung Malaumkarta, ucapkan trimakasih tersebut mengakhiri kunjungan pribadi Beliau dan sesaat kemudian kami meninggalkan kampung Malaumkarta dan kembali ke kota sorong.
Baca selengkapnya..
BLOG MEDIA ONLINE
Selasa, 19 Juli 2011
Senin, 20 Juni 2011
Kondisi Pendidikan Kampung Malaumkarta
Sekilas Pendidikan.
Baru pada tahun 1947 di bukalah SD Negeri No. 18 Malaumkarta sebagai sekolah Dasar di Kampung Malaumkarta Swatolo oleh Guru. Thedorus Rumbarak (alm), serta beberapa Guru tenaga pengajar lainnya yaitu: Keliopas Mambrasar, Muhamat Jen ( Majen), Petrus Rumbewas (saribra), dan pada tahun 1971 lah di kapung Klauwgan di mulai Ujian angkatan pertama SD Negeri No. 18 Malaumkarta.
Secara fisik Kampung Malaumkarta hanya memiliki 1 Unit SD dan 3 (tiga) Unit Perumahan Guru yang di bangun sejak tahun 1994, dan pada akhir tahun (maret 2010) di tambah lagi satu unit yang terdiri dari 3 ruang belajar dan 1 ruang kantor serta 1 unit perpustakan, dengan konstruksi bangunan yang cukup permanen. Sementara untuk melanjutkan pendidikan ke SLTP,SMU dan Perguruan Tinggi orang tua harus mengantar anaknya ke Ibukota Distrik Makbon ataupun ke Kota Sorong.
Jumlah tenaga Guru yang aktif mengajar sebanyak 5 orang yaitu: Amos Kalami (kepala sekolah) , Marthinus Gifelem wakil kepala Sekolah (guru umum), Philipus Majefat (guru Agama Kristen), Yermias Uspessy (guru olahraga), Agustina Kalami (guru umum), Agripa Paa (guru umum) dan di bantu oleh 2 orang guru honorer yaitu: Bastiana Kalami (guru Umum) dan Agustina Majefat (guru Agama), jadi jumlah guru di SD Negeri No 18 Malaumkarta sebanyak lima orang di tambah dua orang honorer menjadi tujuh orang.
Detail Sekolah
NPSN : 60401321
Jenjang : Sekolah Dasar
Status : Negeri Dibawah Diknas
Kecamatan : Makbon
Kampung : Malaumkarta
Alamat : Jl. Kamplaun Kampung Malaumkarta.
Nama Kepala Sekolah: Amos Kalami, A.Ma.Pd.
Perkembangan pendidikan dan angka putus sekolah
Angka putus sekolah di kampung Malaumkarta, berada pada taraf SD sedangkan untuk SLTP dan SMU hanya pengganguran (ber-ijazah), angka putus sekolah ini di akibatkan kerena kurangnya perhatian orang tua terhadap pendidikan. Pada tahun 2000-2009 terjadi kemajuan pendidikan yang cukup tinggi yaitu pada SMU/SMK dan Perguruan Tinggi. Dimana beberapa anak di kirim untuk Kuliah di UNCEN, UNIPA, STIEOG, USTJ, UNIYAP dan Juga beberapa Kampus yang ada di Kota Sorong dengan berbagai disiplin ilmu. Jumlah total Mahasiswa dari kampung Malaumkarta berjumlah 45 orang tersebar di seluruh Indonesia dengan jenjang pendidikannya berfariasi terdiri dari D3, S1 dan pula yang mengikuti pendidikan S2.
Hingga Tahun 2011 jumlah perkembangan pendidikan di kampung Malaumkarta sesuai out put SD tahun 1947 sebagai berikut:
TK = Tidak Ada
SD = 360 orang dari tahun 1947-2011
SLPT = 90 orang dari tahun 1967-2011
SMU/SMK = 54 orang dari tahun 1968-2011
D3 = 40 orang dari tahun 1993-2011
S1 = 20 orang dari tahun 1993-2011
S2 = 4 orang dari tahun 1993-2011
S3 = Belum ada Baca selengkapnya..
Baru pada tahun 1947 di bukalah SD Negeri No. 18 Malaumkarta sebagai sekolah Dasar di Kampung Malaumkarta Swatolo oleh Guru. Thedorus Rumbarak (alm), serta beberapa Guru tenaga pengajar lainnya yaitu: Keliopas Mambrasar, Muhamat Jen ( Majen), Petrus Rumbewas (saribra), dan pada tahun 1971 lah di kapung Klauwgan di mulai Ujian angkatan pertama SD Negeri No. 18 Malaumkarta.
Secara fisik Kampung Malaumkarta hanya memiliki 1 Unit SD dan 3 (tiga) Unit Perumahan Guru yang di bangun sejak tahun 1994, dan pada akhir tahun (maret 2010) di tambah lagi satu unit yang terdiri dari 3 ruang belajar dan 1 ruang kantor serta 1 unit perpustakan, dengan konstruksi bangunan yang cukup permanen. Sementara untuk melanjutkan pendidikan ke SLTP,SMU dan Perguruan Tinggi orang tua harus mengantar anaknya ke Ibukota Distrik Makbon ataupun ke Kota Sorong.
Jumlah tenaga Guru yang aktif mengajar sebanyak 5 orang yaitu: Amos Kalami (kepala sekolah) , Marthinus Gifelem wakil kepala Sekolah (guru umum), Philipus Majefat (guru Agama Kristen), Yermias Uspessy (guru olahraga), Agustina Kalami (guru umum), Agripa Paa (guru umum) dan di bantu oleh 2 orang guru honorer yaitu: Bastiana Kalami (guru Umum) dan Agustina Majefat (guru Agama), jadi jumlah guru di SD Negeri No 18 Malaumkarta sebanyak lima orang di tambah dua orang honorer menjadi tujuh orang.
Detail Sekolah
NPSN : 60401321
Jenjang : Sekolah Dasar
Status : Negeri Dibawah Diknas
Kecamatan : Makbon
Kampung : Malaumkarta
Alamat : Jl. Kamplaun Kampung Malaumkarta.
Nama Kepala Sekolah: Amos Kalami, A.Ma.Pd.
Perkembangan pendidikan dan angka putus sekolah
Angka putus sekolah di kampung Malaumkarta, berada pada taraf SD sedangkan untuk SLTP dan SMU hanya pengganguran (ber-ijazah), angka putus sekolah ini di akibatkan kerena kurangnya perhatian orang tua terhadap pendidikan. Pada tahun 2000-2009 terjadi kemajuan pendidikan yang cukup tinggi yaitu pada SMU/SMK dan Perguruan Tinggi. Dimana beberapa anak di kirim untuk Kuliah di UNCEN, UNIPA, STIEOG, USTJ, UNIYAP dan Juga beberapa Kampus yang ada di Kota Sorong dengan berbagai disiplin ilmu. Jumlah total Mahasiswa dari kampung Malaumkarta berjumlah 45 orang tersebar di seluruh Indonesia dengan jenjang pendidikannya berfariasi terdiri dari D3, S1 dan pula yang mengikuti pendidikan S2.
Hingga Tahun 2011 jumlah perkembangan pendidikan di kampung Malaumkarta sesuai out put SD tahun 1947 sebagai berikut:
TK = Tidak Ada
SD = 360 orang dari tahun 1947-2011
SLPT = 90 orang dari tahun 1967-2011
SMU/SMK = 54 orang dari tahun 1968-2011
D3 = 40 orang dari tahun 1993-2011
S1 = 20 orang dari tahun 1993-2011
S2 = 4 orang dari tahun 1993-2011
S3 = Belum ada Baca selengkapnya..
Profil Kampung Malaumkarta
A.Sejarah Singkat.
Malaumkarta berasal dari tiga suku kata yaitu: Mala yang artinya gunung atau dataran yang luas, Um yaitu suatu nama pulau yang terletak di kampung Malaumkarta ± 0,16 mil dari bibir pantai kampung Malaumkarta dan kata Karta di ambil dari nama ibukota negara Ja-karta. penduduk kampung Malaumkarta telah mendiami wilayah ini berabad-abad tahun lamanya seperti yang tercatat dalam legenda peradaban suku Moi di wilayah kepala burung Papua (Malamoi). Secara definitive kampung Malaumkarta di SK kan sebagai pemerintah kampung yang otonom (mandiri) pada tanggal, 20 Desember 1991 oleh Gubernur Papua BARNABAS SWEBU, SH (Iran Jaya pada waktu itu) Sebelum kampung Malaumkarta di mekarkan menjadi kampung yang devinitif, kampung Malaumkarta merupakan bagian dari kampung Makbon atau di sebut dengan istilah dusun saat itu.
B.Letak Geografis.
Malaumkarta terletak di distrik Makbon bagian utara Kabupaten Sorong provinsi Papua Barat, Topografi kampung Malaumkarta berfariasi terdiri dari gunung dan lembah serta lereng-lereng gunung panjang yang menjurus dari arah timur papua hingga barat semenanjung gugusan pulau-paulau di kepala burung, membentuk teluk menonjol ke laut melingkar berbentuk tanjung berhadapan langsung denga arah utara laut pasifik, searah garis khatulistiwa.
Batas Wilayah Kampung Malaumkarta terdiri dari:
Sebelah Timur berbatasan dengan kampung Asbaken
Sebelah Barat berbatasan dengan Kampung Kwasdas-makbon
Sebelah Selatan Berbatasan dengan Kampung Klayili Distrik Klayili
Sebelah Utara berbatasan dengan samudra Pasifik 3 mil dari pantai
C.Jarak Tempuh dan Transportasi
Perjalanan menuju kampung Malaumkarta dari kota Sorong berjarak ±48 km, di tempuh dalam waktu 1-2 jam perjalanan melewati lintas jalan utama kabupaten Sorong-tambrau (Sausapor) menggunakan angkot Sorong-Malaumkarta, dengan biaya transportnya Rp.20.000/orang. Perjalanan ke kampung Malaumkarta juga bisa di tempuh dengan transport laut, namun tidak ada trasport reguler (hanya bisa di sewa).
D.Penduduk dan Pola Pemukiman
Penduduk Asli yang mendiami Kampung Malaumkarta adalah Suku Moi Papua 99 % dan 1 % adalah penduduk campuran yang datang dari luar Papua non Moi dan non Papua sebagai petugas guru Sekolah Dasar dan juga petugas kesehatan. Jumlah pendudk kampung Malaumkarta pada tahun 2009-maret 2011, dengan Jumlah KK 291 terdiri dari Laki-laki 215 orang dan perempuan 267 orang jadi jumlah total penduduk kampung Malaumkarta 482 jiwa.
Pada umumnya pemukiman penduduk kampung Malaumkarta 85 % semi parmanen, beratap senk, laintai smen. Pola pemukiman masyarakat seluruhnya adalah pembangunan dari pemerintah kabupaten Sorong, dengan Jumlah rumah penduduk 221 Unit Rumah.
E.Kondisi Pendidikan Formal.
Sekilas Pendidikan.
Baru pada tahun 1947 di bukalah SD Negeri No. 18 Malaumkarta sebagai sekolah Dasar di Kampung Malaumkarta Swatolo oleh Guru. Thedorus Rumbarak (alm), serta beberapa Guru tenaga pengajar lainnya yaitu: Keliopas Mambrasar, Muhamat Jen ( Majen), Petrus Rumbewas (saribra), dan pada tahun 1971 lah di kapung Klauwgan di mulai Ujian angkatan pertama SD Negeri No. 18 Malaumkarta.
Secara fisik Kampung Malaumkarta hanya memiliki 1 Unit SD dan 3 (tiga) Unit Perumahan Guru yang di bangun sejak tahun 1994, dan pada akhir tahun (maret 2010) di tambah lagi satu unit yang terdiri dari 3 ruang belajar dan 1 ruang kantor serta 1 unit perpustakan, dengan konstruksi bangunan yang cukup permanen. Sementara untuk melanjutkan pendidikan ke SLTP,SMU dan Perguruan Tinggi orang tua harus mengantar anaknya ke Ibukota Distrik Makbon ataupun ke Kota Sorong.
Jumlah tenaga Guru yang aktif mengajar sebanyak 5 orang yaitu: Amos Kalami (kepala sekolah) , Marthinus Gifelem wakil kepala Sekolah (guru umum), Philipus Majefat (guru Agama Kristen), Yermias Uspessy (guru olahraga), Agustina Kalami (guru umum), Agripa Paa (guru umum) dan di bantu oleh 2 orang guru honorer yaitu: Bastiana Kalami (guru Umum) dan Agustina Majefat (guru Agama), jadi jumlah guru di SD Negeri No 18 Malaumkarta sebanyak lima orang di tambah dua orang honorer menjadi tujuh orang.
Detail Sekolah
NPSN : 60401321
Jenjang : Sekolah Dasar
Status : Negeri Dibawah Diknas
Kecamatan : Makbon
Kampung : Malaumkarta
Alamat : Jl. Kamplaun Kampung Malaumkarta.
Nama Kepala Sekolah : Amos Kalami, A.Ma.Pd.
Perkembangan pendidikan dan angka putus sekolah
Angka putus sekolah di kampung Malaumkarta, berada pada taraf SD sedangkan untuk SLTP dan SMU hanya pengganguran (ber-ijazah), angka putus sekolah ini di akibatkan kerena kurangnya perhatian orang tua terhadap pendidikan. Pada tahun 2000-2009 terjadi kemajuan pendidikan yang cukup tinggi yaitu pada SMU/SMK dan Perguruan Tinggi. Dimana beberapa anak di kirim untuk Kuliah di UNCEN, UNIPA, STIEOG, USTJ, UNIYAP dan Juga beberapa Kampus yang ada di Kota Sorong dengan berbagai disiplin ilmu. Jumlah total Mahasiswa dari kampung Malaumkarta berjumlah 45 orang tersebar di seluruh Indonesia dengan jenjang pendidikannya berfariasi terdiri dari D3, S1 dan pula yang mengikuti pendidikan S2.
Hingga Tahun 2011 jumlah perkembangan pendidikan di kampung Malaumkarta sesuai out put SD tahun 1947 sebagai berikut:
TK = Tidak Ada
SD = 360 orang dari tahun 1947-2011
SLPT = 90 orang dari tahun 1967-2011
SMU/SMK = 54 orang dari tahun 1968-2011
D3 = 40 orang dari tahun 1993-2011
S1 = 20 orang dari tahun 1993-2011
S2 = 4 orang dari tahun 1993-2011
S3 = Belum ada
F.Sistem Kekerabatan dan Gotong Royong
Sistem kekerabatan dalam Struktur tradisional suku moi seperti: hubungan mgelek, msang, sumla dan lain-lain menjadi suatu sistem yang kuat dalam kekerabatan suku moi sekaligus sebagai pengatur hubungan-hubungan perkawinan, saudara dalam tata marga-marga. Sistem kekerabatan di atas mengatur hubungan klen satu dengan klen yang lain.
Pola hubungan kekeluargaan mereka berdasarkan hubungan asal usul peradaban dari setiap klen terhadap klen atau marga yang lain. Pola hubungannya masi kuat hingga saat ini, walaupun ada beberapa pergeseran budaya yang terjadi namun upaya-upaya mempertahankan kekerabatan tersebut terus di dorong oleh beberapa kelompok organisasi yang ada seperti: Perkumpulan Generasi Malaumkarta (PGM), Ikatan Kampung Malaumkarta (IKM), LMA-Malamoi, Dewan Adat Suku Moi dan juga Bengkel Budaya. Hubungan-hubungan ini berlaku di seluruh wilayah Malamoi (suku Moi) yang memiliki adat istiadatnya sama seperti pengaturan sistem adat yang di pelajari dalam sekolah adat suku moi (kambik). Di Kampung Malaumkarta sistem Kekerabatan dan gotong royong adalah suatu sistem yang telah terbangun sejak lama dari hugungan-hubungan kekerabatan di atas, hal ini tampak dalam pekerjaan pembangunan yang bersifat umum bahkan pribadi selama ini di kampung Malaumkarta. Setelah Ketua RT meniup Triton sebagai tanda untuk masyarakat berkumpul, tampak setiap orang berdatangan untuk berkumpul bekerja bergotong royong merupakan simbol yang kuat bagi masyarakat kampung Malaumkarta
G.Hak Adat Atas Tanah
Secara umum pandangan setiap suku-suku di Papua terhadap hak atas tanahnya berbeda-beda, namun tujuannya hampir mirip yaitu sebagai sumber ekonomi untuk mempertahankan hidup contohnya ada yang memandang tanah adalah ibu, ada pula yang memandang tanah logistik alam yang disiapkan Tuhan dalam pencipaaan setelah 6 (enam) hari lamanya. Kampung Malaumkarta 99 % adalah suku moi yang tentunya memandang hak atas tanahnya sama dengan suku-suku lain di Papua. Suku moi memandang tanah sebagai nafas dan hidup dengan demikian apabila orang lain melakukan pelanggaran di atas tanah adat mereka dengan tidak segan mereka menindak bahkan membunuhnya, karena mereka menganggap orang lain mengancam hidupnya.
Sedangngkan hak adat atas tanah adalah hak yang di peroleh secara turun temurun (hak milik) dari perjalanan peradaban suku moi dalam catatan perjalanan peradaban suku moi (maladofok suwongkak). Malaumkata terdiri dari beberapa marga 14 marga (kerek) semuanya mempunyai tanah Adat yang berstatus hak milik.
Bentuk Kepamilikan Tanah di suku Moi di bedakan menjadi
1. Hak Pebmun (hak Milik)
2. Hak Sumla (Pertukaran tempat tinggal/hal milik)
3. Hak Wooti (Hak Perlindungan)hak makan bukan memiliki
4. Hak Sugban - Kban Sala (anak permpaun) hak makan di dusun
- Kban Tums (tanah tempat makan) hak makan di dusun
Tabel :1 Kepemilikan tanah Adat di Kampung malaumkarta.
H. Keadaan Sosial Ekonomi
Masyarakat suku moi yang mendiami kampung Malaumkarta kehidupanya 85 % masih meramu diantaranya bercocok tanam berpindah-pindah, berkebung hanya sebagai refresing, nelayang masih tergantung alam dan meramu sagu sebagai bahan pokok lokal, berburu binatang hutang seperti rusa, babi, kanguru dll untuk di makan. Pendapatan masyarakat tidak menentu misalnya nelayan mencapai 50-70 ribu, dipasarkan ke Sorong dalam sehari mencari ikan, untuk di jual, petani menjual kelapa, seri, dll-20-50/hari.
Potensi ekonomi di kampung Malaumkarta sangat strategis untuk di kelolah, namun hingga sekarang petensi tersebut belum dapat di kelolah dengan baik oleh masyarakat kampung Malaumkarta. Potensi di kampung Malaumkarta contoh nya seperti; Hutan tersebut juga merupakan tempat tersimpannya kayu, rotan, dusun sagu, dusun kulit lawan, dusun damar, dusung kayu gaharu, DAS, tempat keramat/sakral, tempat kelengnaing, dan juga siklus kehidupan marga satwa. Di wilayah laut terdapat ikan, udang lofster, penyu, terumbu karang dan beberapa ekosistem bahari yang terdapat di dalam laut. Mata pencarian masyarakat Malaumkarta tidak menetap, mereka sangat tergantung pada alam dimana mereka berkebun menanam rica, jagung, ubi kayu, ubi jalar, lengkuas, pisang dan kebun sayur-sayuran yang ukurannya tidak terlalu besar, sedangkan tanaman jangka panjang seperti kelapa, coklat, mangga dll adalah tanaman jangka panjang yang menunggu hasil musim buah. Dari data Perkumpulan Generasi Malaumkarta menunjukan 90 % penduduk Malaumkarta bermata pencaharian sangat tidak tetap, ada yang bercocok tanam dan ada pula yang nelayan tradisional (masih menggunakan sampang untuk mencarai ikan dan hasil laut lain) dan untuk sampingan ada yang memilihara ternak seperti ayam kampung, anjing yang di gunakan sebagai alat pemburu binatang (babi, Rusa, kangguru untuk di makan dan juga sebagaian di jual). Bahan makanan atau konsumsi lokal Masyarakat Malaumkarta adalah sagu sebagai bahan pokoknya.
Tabel 2 : kelompok umur menurut mata pencaharian di kampung Malaumkarta
I.Potensi Kampung Malaumkarta
1) Potensi Pariwisata
Potensi Sumber Daya Alam dan daya tarik object pariwisata kampung malaumkarta kabupaten sorong cukup menjanjikan. Letak geografis kampung Malaumkarta yang cukup strategis menjanjikan sector pariwisata, misalnya pertukaran burung Camar dan Kelelawar di pulau Um sebagai symbol penjaga kehidupan terang dan gelap, Goa Kalabus yang dekat menyimpan harta bernilai ekonomi (sarang walet) milik marga Mobalen sebagai Pemilik Tanah Adat, Air terjun Klagowon yang cocok untuk permandian, enam persebaran terumbu karang yang cocok untuk snorkeling dan diving, tempat tontonan ikan duyung (dukong), Tugu Injil kristen Protestan (gospel memorial) masuk di Swatolo sebagai icon religi, rangka pesawat tempur jepang (war world II aircraft) dan juga kehidupan tradisional suku Moi (tarian, lagu, anyaman) dll.
2)Potensi perikanan
Potensi Perikanan di Kampung Malaumkarta cukup menjanjikan dengan adanya inisiatif masyarakat Kampung Malaumkarta mencanangkan konservasi tradisional dalam bahasa Moi di sebut “Yegek” atau biasa di kenal oleh masyarakat pesisir Indonesia timur dengan system Sasi. Dangan Sistem tradisional inilah masyarakat mampuh menjaga potensi alamnya sendiri misalnya masyarakat melakukan perlindungan terhadap : udang Lobster, Teripang, Penyu, Ikan Duyung (dugong), Lola, Ikan Mami dan bahkan mereka melakukan pengawasan terhadap pola tanggkap yang merusak ekosistem laut seperti melarang untuk mengunakan pukat/jaring, Potasium, Bom dan bahan kimia lain yang merusak.
Masyarakat kampung Malaumkarta memperbolehkan penangkapan ikan untuk konsumsi rumah tangga dan di jual dengan hanya cara yang sederhana dan ramah lingkungan misalanya menggunakan nelon pancing, menyelam dengan cara tradisional dan juga melobe (menggunakan petromaks pada malam hari).
3)Potensi Hutan dan Pertanian
Potensi hutan kampung Malaumkarta cukup luas misalnya ke arah selatan berbatasan dengan kampung Klayili mencapai 50 km dan ke arah utara kampung Kwadas mencapai 17 km dan ke arah timur berbatasan dengan kampung Asbaken 30 km. Luas hutan Kampung Malaumkarta ini kaya akan potensi hutan misalnya Kayu merbau, Dusun Sagu, Kayu Damar, tali rotan DAS, serta beberapa lokasi merupakan tempat bermain burung cendrawasih.
Seperti di jelaskan di atas bahwa masyarakat kampung Malaumkarta kehidupanya 85 % masih meramu diantaranya bercocok tanam berpindah-pindah, berkebung hanya sebagai refresing, nelayang masih tergantung alam dan meramu sagu sebagai bahan pokok lokal, berburu binatang hutang seperti rusa, babi, kanguru dll untuk di makan.
J.Sarana Prasarana
Secara fisik kampung Malaumkarta baru di bangun pada tahun 1991 paska pemindahan penduduk dari kampung yang lama akibat wilayah geografis kampung yang lama tidak seimbang dengan pertumbuhan jumlah penduduk per tahun. Akibat ini membuat masyarakat Kampung Malaumkarta terpaksa harus membuka lokasi perkampungan yang baru untuk pindah. Penataan lokasi pemukiman yang baru sejak membuat masyarakat kampung Malaumkarta harus bekerja dari angka nol, misalnya harus membangun SD darurat, tidak adanya puskesmas pembantu dan juga sarana umum lainnya. Namun hingga sekarang berepa fasilitas umum yang di bangun juga mengalami kerusakan karena bangunan yang sudah tua, serta konstruksi yang tidak layak.
Sarana penunjuang ke kampung Malaumkarta misalnya jalan raya sudah di bangun namun belum di aspal dan hingga sekarang menjadi kendala kerena di beberapa tempat ruas jalan Sorong Makbon dan ruas malawor sampai ke malaumkarta masih di temukan yang rusak dan hingga sekarang belum ada peningkatan dari pemerintah provinsi Papua Barat. Sementara jalan masuk ke kampung Malaumkarta dari ruas jalan utama ± 1.700 km belum juga di lakukan peningkatan oleh pemerintah kabupaten Sorong. Namun dengan kondisi demikian masyarakat harus memaksakan untuk tetap melewati jalur tersebut ke kota untuk menjual hasil mereka dan juga dalam seminggu banyak pengunjung yang datang berwisata dari kota Sorong ke kampung Malaumkarta.
Tabel 3 Sarana dan Prasarana
K.Agama dan Kepercayaan
Pada tahun 1947 tepat tanggal 14 Desember seorang Guru injil asal kampung Malaumkakarta, yakni : Berthus Kalami Klaglas (alm), dalam perjalanan dari Sorong menyusuri pantai utara melewati Kampung Saoka, kampung Batulubang dan Makbon menuju kampung Suatolo, Malaumkarta sekarang untuk melaksanakan misi pekabaran injil ke kampung Swatolo. Pada tahun 1960 an ada juga beberapa masyarakat suku Moi yang mendiami kampung Malaumkarta beragama islam misalnya marga Merin, Kapitanlaut, namun hingga sekarang mereka tidak ada lagi di kampung Malaumkarta. Dengan demikian mayoritas penduduk kampung Malaumkarta sekarang beragama Kristen Protestan. Sebelum masuknya agama Kristen di kampung Malaumkarta suku Moi telah meyakini adanya keslamatan dan adanya Yesus sebagai penyelamat dalam kepercayaan mereka sebagai suku MOI, hal ini terbukti di saat suku Moi melakukan ritual-ritual adat, mereka menyebut nama Allah, Yesus bahkan Rohol kudus dalam bahasa Moi, misalnya: Muhmele, Abalyuk, Funna, Glafoos, Naa Soo, Naa Igik dan juga sebutan-sebutan yang lain. Agama dan Kepercayaan Adat di suku Moi adalah suatu kepercayaan yang telah di pelajari dalam pendidikan adat atau yang disebut dengan “Kambik”, (pendidikan tradisional) hubungan dalam Kambik ini di yakini sangat kuat karena semua alumus Kambik mengatakan bertemu dengan Muhmele di alam ke-dua.
L.Rencana Strategis Pembangunan Kampung Malaumkarta
Pembangunan Kampung Malaumkarta telah di tetapkan dalam hasil MUSREMBANG dan juga di tetapkan dalam Sidang Gereja Jemaat GKI Silo Malaumkarta (RAKER JEMAAT), di sepakati secara bersama oleh berbagai komponen yang terdiri dari:
1) Pemerintah Kampung Beserta Aparatnya
2) Tokoh Agama (Majelis Jemaat)
3) Tokoh Pemuda
4) Tokoh Perempuan
5) Tokoh Adat
6) Masyarakat Kampung Malaumkarta
7) Pemuda dan Pelajar yang tergabung dalam organisasi Ikatan Kampung Malaumkarta
(IKM)
8) Kelompok mahasiswa asal Kampung Malaumkarta yang tergabung dalam Organisasi
Perkumpulan Generasi Malaumkarta (PGM).
9) Dunia Pendidikan (pihak Sekolah Dasar) dan
10)Pihak Kesehatan (Puskesmas Pembantu)
Rencana Strategi Pembangunan Kampung Malaumkarta di tetapkan dalam 2 (dua) bentuk yaitu rencana pembangunan secara Fisik maupun Non Fisik.
Rencana pembangunan Kampung Malaumkarta hasil Musrembang , 14 Maret 2011 antara lain:
1.Pelatihan Computer: Program Dasar Komputer untuk aparat Kampung, mejelis
Jemaat dan Pemuda: (suda di lakukan)
Word, Exsel dan Power Point
Keaungan (kas Kecil)
2. Pembuatan Site Plan Tata Ruang Kampung Malaumkarta
3. Membuat Monografi Kampung Malaumkarta
4. Pemetaan Potensi hasil Laut dan Persebaran terumbu Karang
5. Pemetaan Hasil Hutan Kayu dan Non Kayu
6. Pembuatan PERKAM tentang Retribusi Pendapatan Asli Kampung
7. Pembangunan 25 Penginapan (Homestay), dan 2 Unit Aula Pertemuan
8. Pengadaan Boat Patroli Laut
9. Pembuatan Sarana Penunjang Wisata ( MCK dan Kolam Renang Air Tawar)
10. Pembuatan 2 rumah Adat Suku Moi (rumah Penyembuhan orang sakit dan nikah
Adat)
11. Pembuatan 1 unit Rumah di lengkapi dengan Fasilitas Internet (free hotspot)
12. Pengadaan Peralatan Diving
13. Pengadaan Peralatan Snorkeling
14. Pembangunan 1 unit aula sebagai sekolah/training Bahasa Moi bagi tamu
yang berkunjung ke Malaumkarta
15. Pembuatan Felem Dokumenter tentang potensi kampung Malaumkarta dan
Pariwisata.
16. Training/ Studi banding Sistem pengelolaan Wisata bagi masyarakat kampung
Malaumkarta ke Bali
17. Kursus Bahasa Inggris bagi anak-anak di kampung Malaumkarta, sebagai
pemandu wisata Baca selengkapnya..
Malaumkarta berasal dari tiga suku kata yaitu: Mala yang artinya gunung atau dataran yang luas, Um yaitu suatu nama pulau yang terletak di kampung Malaumkarta ± 0,16 mil dari bibir pantai kampung Malaumkarta dan kata Karta di ambil dari nama ibukota negara Ja-karta. penduduk kampung Malaumkarta telah mendiami wilayah ini berabad-abad tahun lamanya seperti yang tercatat dalam legenda peradaban suku Moi di wilayah kepala burung Papua (Malamoi). Secara definitive kampung Malaumkarta di SK kan sebagai pemerintah kampung yang otonom (mandiri) pada tanggal, 20 Desember 1991 oleh Gubernur Papua BARNABAS SWEBU, SH (Iran Jaya pada waktu itu) Sebelum kampung Malaumkarta di mekarkan menjadi kampung yang devinitif, kampung Malaumkarta merupakan bagian dari kampung Makbon atau di sebut dengan istilah dusun saat itu.
B.Letak Geografis.
Malaumkarta terletak di distrik Makbon bagian utara Kabupaten Sorong provinsi Papua Barat, Topografi kampung Malaumkarta berfariasi terdiri dari gunung dan lembah serta lereng-lereng gunung panjang yang menjurus dari arah timur papua hingga barat semenanjung gugusan pulau-paulau di kepala burung, membentuk teluk menonjol ke laut melingkar berbentuk tanjung berhadapan langsung denga arah utara laut pasifik, searah garis khatulistiwa.
Batas Wilayah Kampung Malaumkarta terdiri dari:
Sebelah Timur berbatasan dengan kampung Asbaken
Sebelah Barat berbatasan dengan Kampung Kwasdas-makbon
Sebelah Selatan Berbatasan dengan Kampung Klayili Distrik Klayili
Sebelah Utara berbatasan dengan samudra Pasifik 3 mil dari pantai
C.Jarak Tempuh dan Transportasi
Perjalanan menuju kampung Malaumkarta dari kota Sorong berjarak ±48 km, di tempuh dalam waktu 1-2 jam perjalanan melewati lintas jalan utama kabupaten Sorong-tambrau (Sausapor) menggunakan angkot Sorong-Malaumkarta, dengan biaya transportnya Rp.20.000/orang. Perjalanan ke kampung Malaumkarta juga bisa di tempuh dengan transport laut, namun tidak ada trasport reguler (hanya bisa di sewa).
D.Penduduk dan Pola Pemukiman
Penduduk Asli yang mendiami Kampung Malaumkarta adalah Suku Moi Papua 99 % dan 1 % adalah penduduk campuran yang datang dari luar Papua non Moi dan non Papua sebagai petugas guru Sekolah Dasar dan juga petugas kesehatan. Jumlah pendudk kampung Malaumkarta pada tahun 2009-maret 2011, dengan Jumlah KK 291 terdiri dari Laki-laki 215 orang dan perempuan 267 orang jadi jumlah total penduduk kampung Malaumkarta 482 jiwa.
Pada umumnya pemukiman penduduk kampung Malaumkarta 85 % semi parmanen, beratap senk, laintai smen. Pola pemukiman masyarakat seluruhnya adalah pembangunan dari pemerintah kabupaten Sorong, dengan Jumlah rumah penduduk 221 Unit Rumah.
E.Kondisi Pendidikan Formal.
Sekilas Pendidikan.
Baru pada tahun 1947 di bukalah SD Negeri No. 18 Malaumkarta sebagai sekolah Dasar di Kampung Malaumkarta Swatolo oleh Guru. Thedorus Rumbarak (alm), serta beberapa Guru tenaga pengajar lainnya yaitu: Keliopas Mambrasar, Muhamat Jen ( Majen), Petrus Rumbewas (saribra), dan pada tahun 1971 lah di kapung Klauwgan di mulai Ujian angkatan pertama SD Negeri No. 18 Malaumkarta.
Secara fisik Kampung Malaumkarta hanya memiliki 1 Unit SD dan 3 (tiga) Unit Perumahan Guru yang di bangun sejak tahun 1994, dan pada akhir tahun (maret 2010) di tambah lagi satu unit yang terdiri dari 3 ruang belajar dan 1 ruang kantor serta 1 unit perpustakan, dengan konstruksi bangunan yang cukup permanen. Sementara untuk melanjutkan pendidikan ke SLTP,SMU dan Perguruan Tinggi orang tua harus mengantar anaknya ke Ibukota Distrik Makbon ataupun ke Kota Sorong.
Jumlah tenaga Guru yang aktif mengajar sebanyak 5 orang yaitu: Amos Kalami (kepala sekolah) , Marthinus Gifelem wakil kepala Sekolah (guru umum), Philipus Majefat (guru Agama Kristen), Yermias Uspessy (guru olahraga), Agustina Kalami (guru umum), Agripa Paa (guru umum) dan di bantu oleh 2 orang guru honorer yaitu: Bastiana Kalami (guru Umum) dan Agustina Majefat (guru Agama), jadi jumlah guru di SD Negeri No 18 Malaumkarta sebanyak lima orang di tambah dua orang honorer menjadi tujuh orang.
Detail Sekolah
NPSN : 60401321
Jenjang : Sekolah Dasar
Status : Negeri Dibawah Diknas
Kecamatan : Makbon
Kampung : Malaumkarta
Alamat : Jl. Kamplaun Kampung Malaumkarta.
Nama Kepala Sekolah : Amos Kalami, A.Ma.Pd.
Perkembangan pendidikan dan angka putus sekolah
Angka putus sekolah di kampung Malaumkarta, berada pada taraf SD sedangkan untuk SLTP dan SMU hanya pengganguran (ber-ijazah), angka putus sekolah ini di akibatkan kerena kurangnya perhatian orang tua terhadap pendidikan. Pada tahun 2000-2009 terjadi kemajuan pendidikan yang cukup tinggi yaitu pada SMU/SMK dan Perguruan Tinggi. Dimana beberapa anak di kirim untuk Kuliah di UNCEN, UNIPA, STIEOG, USTJ, UNIYAP dan Juga beberapa Kampus yang ada di Kota Sorong dengan berbagai disiplin ilmu. Jumlah total Mahasiswa dari kampung Malaumkarta berjumlah 45 orang tersebar di seluruh Indonesia dengan jenjang pendidikannya berfariasi terdiri dari D3, S1 dan pula yang mengikuti pendidikan S2.
Hingga Tahun 2011 jumlah perkembangan pendidikan di kampung Malaumkarta sesuai out put SD tahun 1947 sebagai berikut:
TK = Tidak Ada
SD = 360 orang dari tahun 1947-2011
SLPT = 90 orang dari tahun 1967-2011
SMU/SMK = 54 orang dari tahun 1968-2011
D3 = 40 orang dari tahun 1993-2011
S1 = 20 orang dari tahun 1993-2011
S2 = 4 orang dari tahun 1993-2011
S3 = Belum ada
F.Sistem Kekerabatan dan Gotong Royong
Sistem kekerabatan dalam Struktur tradisional suku moi seperti: hubungan mgelek, msang, sumla dan lain-lain menjadi suatu sistem yang kuat dalam kekerabatan suku moi sekaligus sebagai pengatur hubungan-hubungan perkawinan, saudara dalam tata marga-marga. Sistem kekerabatan di atas mengatur hubungan klen satu dengan klen yang lain.
Pola hubungan kekeluargaan mereka berdasarkan hubungan asal usul peradaban dari setiap klen terhadap klen atau marga yang lain. Pola hubungannya masi kuat hingga saat ini, walaupun ada beberapa pergeseran budaya yang terjadi namun upaya-upaya mempertahankan kekerabatan tersebut terus di dorong oleh beberapa kelompok organisasi yang ada seperti: Perkumpulan Generasi Malaumkarta (PGM), Ikatan Kampung Malaumkarta (IKM), LMA-Malamoi, Dewan Adat Suku Moi dan juga Bengkel Budaya. Hubungan-hubungan ini berlaku di seluruh wilayah Malamoi (suku Moi) yang memiliki adat istiadatnya sama seperti pengaturan sistem adat yang di pelajari dalam sekolah adat suku moi (kambik). Di Kampung Malaumkarta sistem Kekerabatan dan gotong royong adalah suatu sistem yang telah terbangun sejak lama dari hugungan-hubungan kekerabatan di atas, hal ini tampak dalam pekerjaan pembangunan yang bersifat umum bahkan pribadi selama ini di kampung Malaumkarta. Setelah Ketua RT meniup Triton sebagai tanda untuk masyarakat berkumpul, tampak setiap orang berdatangan untuk berkumpul bekerja bergotong royong merupakan simbol yang kuat bagi masyarakat kampung Malaumkarta
G.Hak Adat Atas Tanah
Secara umum pandangan setiap suku-suku di Papua terhadap hak atas tanahnya berbeda-beda, namun tujuannya hampir mirip yaitu sebagai sumber ekonomi untuk mempertahankan hidup contohnya ada yang memandang tanah adalah ibu, ada pula yang memandang tanah logistik alam yang disiapkan Tuhan dalam pencipaaan setelah 6 (enam) hari lamanya. Kampung Malaumkarta 99 % adalah suku moi yang tentunya memandang hak atas tanahnya sama dengan suku-suku lain di Papua. Suku moi memandang tanah sebagai nafas dan hidup dengan demikian apabila orang lain melakukan pelanggaran di atas tanah adat mereka dengan tidak segan mereka menindak bahkan membunuhnya, karena mereka menganggap orang lain mengancam hidupnya.
Sedangngkan hak adat atas tanah adalah hak yang di peroleh secara turun temurun (hak milik) dari perjalanan peradaban suku moi dalam catatan perjalanan peradaban suku moi (maladofok suwongkak). Malaumkata terdiri dari beberapa marga 14 marga (kerek) semuanya mempunyai tanah Adat yang berstatus hak milik.
Bentuk Kepamilikan Tanah di suku Moi di bedakan menjadi
1. Hak Pebmun (hak Milik)
2. Hak Sumla (Pertukaran tempat tinggal/hal milik)
3. Hak Wooti (Hak Perlindungan)hak makan bukan memiliki
4. Hak Sugban - Kban Sala (anak permpaun) hak makan di dusun
- Kban Tums (tanah tempat makan) hak makan di dusun
Tabel :1 Kepemilikan tanah Adat di Kampung malaumkarta.
H. Keadaan Sosial Ekonomi
Masyarakat suku moi yang mendiami kampung Malaumkarta kehidupanya 85 % masih meramu diantaranya bercocok tanam berpindah-pindah, berkebung hanya sebagai refresing, nelayang masih tergantung alam dan meramu sagu sebagai bahan pokok lokal, berburu binatang hutang seperti rusa, babi, kanguru dll untuk di makan. Pendapatan masyarakat tidak menentu misalnya nelayan mencapai 50-70 ribu, dipasarkan ke Sorong dalam sehari mencari ikan, untuk di jual, petani menjual kelapa, seri, dll-20-50/hari.
Potensi ekonomi di kampung Malaumkarta sangat strategis untuk di kelolah, namun hingga sekarang petensi tersebut belum dapat di kelolah dengan baik oleh masyarakat kampung Malaumkarta. Potensi di kampung Malaumkarta contoh nya seperti; Hutan tersebut juga merupakan tempat tersimpannya kayu, rotan, dusun sagu, dusun kulit lawan, dusun damar, dusung kayu gaharu, DAS, tempat keramat/sakral, tempat kelengnaing, dan juga siklus kehidupan marga satwa. Di wilayah laut terdapat ikan, udang lofster, penyu, terumbu karang dan beberapa ekosistem bahari yang terdapat di dalam laut. Mata pencarian masyarakat Malaumkarta tidak menetap, mereka sangat tergantung pada alam dimana mereka berkebun menanam rica, jagung, ubi kayu, ubi jalar, lengkuas, pisang dan kebun sayur-sayuran yang ukurannya tidak terlalu besar, sedangkan tanaman jangka panjang seperti kelapa, coklat, mangga dll adalah tanaman jangka panjang yang menunggu hasil musim buah. Dari data Perkumpulan Generasi Malaumkarta menunjukan 90 % penduduk Malaumkarta bermata pencaharian sangat tidak tetap, ada yang bercocok tanam dan ada pula yang nelayan tradisional (masih menggunakan sampang untuk mencarai ikan dan hasil laut lain) dan untuk sampingan ada yang memilihara ternak seperti ayam kampung, anjing yang di gunakan sebagai alat pemburu binatang (babi, Rusa, kangguru untuk di makan dan juga sebagaian di jual). Bahan makanan atau konsumsi lokal Masyarakat Malaumkarta adalah sagu sebagai bahan pokoknya.
Tabel 2 : kelompok umur menurut mata pencaharian di kampung Malaumkarta
I.Potensi Kampung Malaumkarta
1) Potensi Pariwisata
Potensi Sumber Daya Alam dan daya tarik object pariwisata kampung malaumkarta kabupaten sorong cukup menjanjikan. Letak geografis kampung Malaumkarta yang cukup strategis menjanjikan sector pariwisata, misalnya pertukaran burung Camar dan Kelelawar di pulau Um sebagai symbol penjaga kehidupan terang dan gelap, Goa Kalabus yang dekat menyimpan harta bernilai ekonomi (sarang walet) milik marga Mobalen sebagai Pemilik Tanah Adat, Air terjun Klagowon yang cocok untuk permandian, enam persebaran terumbu karang yang cocok untuk snorkeling dan diving, tempat tontonan ikan duyung (dukong), Tugu Injil kristen Protestan (gospel memorial) masuk di Swatolo sebagai icon religi, rangka pesawat tempur jepang (war world II aircraft) dan juga kehidupan tradisional suku Moi (tarian, lagu, anyaman) dll.
2)Potensi perikanan
Potensi Perikanan di Kampung Malaumkarta cukup menjanjikan dengan adanya inisiatif masyarakat Kampung Malaumkarta mencanangkan konservasi tradisional dalam bahasa Moi di sebut “Yegek” atau biasa di kenal oleh masyarakat pesisir Indonesia timur dengan system Sasi. Dangan Sistem tradisional inilah masyarakat mampuh menjaga potensi alamnya sendiri misalnya masyarakat melakukan perlindungan terhadap : udang Lobster, Teripang, Penyu, Ikan Duyung (dugong), Lola, Ikan Mami dan bahkan mereka melakukan pengawasan terhadap pola tanggkap yang merusak ekosistem laut seperti melarang untuk mengunakan pukat/jaring, Potasium, Bom dan bahan kimia lain yang merusak.
Masyarakat kampung Malaumkarta memperbolehkan penangkapan ikan untuk konsumsi rumah tangga dan di jual dengan hanya cara yang sederhana dan ramah lingkungan misalanya menggunakan nelon pancing, menyelam dengan cara tradisional dan juga melobe (menggunakan petromaks pada malam hari).
3)Potensi Hutan dan Pertanian
Potensi hutan kampung Malaumkarta cukup luas misalnya ke arah selatan berbatasan dengan kampung Klayili mencapai 50 km dan ke arah utara kampung Kwadas mencapai 17 km dan ke arah timur berbatasan dengan kampung Asbaken 30 km. Luas hutan Kampung Malaumkarta ini kaya akan potensi hutan misalnya Kayu merbau, Dusun Sagu, Kayu Damar, tali rotan DAS, serta beberapa lokasi merupakan tempat bermain burung cendrawasih.
Seperti di jelaskan di atas bahwa masyarakat kampung Malaumkarta kehidupanya 85 % masih meramu diantaranya bercocok tanam berpindah-pindah, berkebung hanya sebagai refresing, nelayang masih tergantung alam dan meramu sagu sebagai bahan pokok lokal, berburu binatang hutang seperti rusa, babi, kanguru dll untuk di makan.
J.Sarana Prasarana
Secara fisik kampung Malaumkarta baru di bangun pada tahun 1991 paska pemindahan penduduk dari kampung yang lama akibat wilayah geografis kampung yang lama tidak seimbang dengan pertumbuhan jumlah penduduk per tahun. Akibat ini membuat masyarakat Kampung Malaumkarta terpaksa harus membuka lokasi perkampungan yang baru untuk pindah. Penataan lokasi pemukiman yang baru sejak membuat masyarakat kampung Malaumkarta harus bekerja dari angka nol, misalnya harus membangun SD darurat, tidak adanya puskesmas pembantu dan juga sarana umum lainnya. Namun hingga sekarang berepa fasilitas umum yang di bangun juga mengalami kerusakan karena bangunan yang sudah tua, serta konstruksi yang tidak layak.
Sarana penunjuang ke kampung Malaumkarta misalnya jalan raya sudah di bangun namun belum di aspal dan hingga sekarang menjadi kendala kerena di beberapa tempat ruas jalan Sorong Makbon dan ruas malawor sampai ke malaumkarta masih di temukan yang rusak dan hingga sekarang belum ada peningkatan dari pemerintah provinsi Papua Barat. Sementara jalan masuk ke kampung Malaumkarta dari ruas jalan utama ± 1.700 km belum juga di lakukan peningkatan oleh pemerintah kabupaten Sorong. Namun dengan kondisi demikian masyarakat harus memaksakan untuk tetap melewati jalur tersebut ke kota untuk menjual hasil mereka dan juga dalam seminggu banyak pengunjung yang datang berwisata dari kota Sorong ke kampung Malaumkarta.
Tabel 3 Sarana dan Prasarana
K.Agama dan Kepercayaan
Pada tahun 1947 tepat tanggal 14 Desember seorang Guru injil asal kampung Malaumkakarta, yakni : Berthus Kalami Klaglas (alm), dalam perjalanan dari Sorong menyusuri pantai utara melewati Kampung Saoka, kampung Batulubang dan Makbon menuju kampung Suatolo, Malaumkarta sekarang untuk melaksanakan misi pekabaran injil ke kampung Swatolo. Pada tahun 1960 an ada juga beberapa masyarakat suku Moi yang mendiami kampung Malaumkarta beragama islam misalnya marga Merin, Kapitanlaut, namun hingga sekarang mereka tidak ada lagi di kampung Malaumkarta. Dengan demikian mayoritas penduduk kampung Malaumkarta sekarang beragama Kristen Protestan. Sebelum masuknya agama Kristen di kampung Malaumkarta suku Moi telah meyakini adanya keslamatan dan adanya Yesus sebagai penyelamat dalam kepercayaan mereka sebagai suku MOI, hal ini terbukti di saat suku Moi melakukan ritual-ritual adat, mereka menyebut nama Allah, Yesus bahkan Rohol kudus dalam bahasa Moi, misalnya: Muhmele, Abalyuk, Funna, Glafoos, Naa Soo, Naa Igik dan juga sebutan-sebutan yang lain. Agama dan Kepercayaan Adat di suku Moi adalah suatu kepercayaan yang telah di pelajari dalam pendidikan adat atau yang disebut dengan “Kambik”, (pendidikan tradisional) hubungan dalam Kambik ini di yakini sangat kuat karena semua alumus Kambik mengatakan bertemu dengan Muhmele di alam ke-dua.
L.Rencana Strategis Pembangunan Kampung Malaumkarta
Pembangunan Kampung Malaumkarta telah di tetapkan dalam hasil MUSREMBANG dan juga di tetapkan dalam Sidang Gereja Jemaat GKI Silo Malaumkarta (RAKER JEMAAT), di sepakati secara bersama oleh berbagai komponen yang terdiri dari:
1) Pemerintah Kampung Beserta Aparatnya
2) Tokoh Agama (Majelis Jemaat)
3) Tokoh Pemuda
4) Tokoh Perempuan
5) Tokoh Adat
6) Masyarakat Kampung Malaumkarta
7) Pemuda dan Pelajar yang tergabung dalam organisasi Ikatan Kampung Malaumkarta
(IKM)
8) Kelompok mahasiswa asal Kampung Malaumkarta yang tergabung dalam Organisasi
Perkumpulan Generasi Malaumkarta (PGM).
9) Dunia Pendidikan (pihak Sekolah Dasar) dan
10)Pihak Kesehatan (Puskesmas Pembantu)
Rencana Strategi Pembangunan Kampung Malaumkarta di tetapkan dalam 2 (dua) bentuk yaitu rencana pembangunan secara Fisik maupun Non Fisik.
Rencana pembangunan Kampung Malaumkarta hasil Musrembang , 14 Maret 2011 antara lain:
1.Pelatihan Computer: Program Dasar Komputer untuk aparat Kampung, mejelis
Jemaat dan Pemuda: (suda di lakukan)
Word, Exsel dan Power Point
Keaungan (kas Kecil)
2. Pembuatan Site Plan Tata Ruang Kampung Malaumkarta
3. Membuat Monografi Kampung Malaumkarta
4. Pemetaan Potensi hasil Laut dan Persebaran terumbu Karang
5. Pemetaan Hasil Hutan Kayu dan Non Kayu
6. Pembuatan PERKAM tentang Retribusi Pendapatan Asli Kampung
7. Pembangunan 25 Penginapan (Homestay), dan 2 Unit Aula Pertemuan
8. Pengadaan Boat Patroli Laut
9. Pembuatan Sarana Penunjang Wisata ( MCK dan Kolam Renang Air Tawar)
10. Pembuatan 2 rumah Adat Suku Moi (rumah Penyembuhan orang sakit dan nikah
Adat)
11. Pembuatan 1 unit Rumah di lengkapi dengan Fasilitas Internet (free hotspot)
12. Pengadaan Peralatan Diving
13. Pengadaan Peralatan Snorkeling
14. Pembangunan 1 unit aula sebagai sekolah/training Bahasa Moi bagi tamu
yang berkunjung ke Malaumkarta
15. Pembuatan Felem Dokumenter tentang potensi kampung Malaumkarta dan
Pariwisata.
16. Training/ Studi banding Sistem pengelolaan Wisata bagi masyarakat kampung
Malaumkarta ke Bali
17. Kursus Bahasa Inggris bagi anak-anak di kampung Malaumkarta, sebagai
pemandu wisata Baca selengkapnya..
Selasa, 14 Juni 2011
PANGGILAN NEGRI (oleh: Torianus Kalami)
Sejak negri ku dihuni
Sejak itu pula kami tersiksa
Kami disiksa orang tak dikenal
Di saat kau menyentuh tubuhku
Di saat itu pula kau merampas hartaku
Serta melemparku tak berdaya
Lalu…..lalu……………..?
Menyembunyikan wajahmu dari pandangku
Membalik pergi membangun hartaku
Di negrimu tak ku tahu
Oh …… panggilan negri !
Oh ……..panggilan generasi penerus !
Tak terbayangkah kau diterkam binatang ini ?
Ataukah sengaja kau menghianati perjuangan ini ?
Ya Tuhan ! Beginikah panggilan Mu ?
Menitipkan penguasa perampok di negri kami ?.
Oh ….Tuhan di tengah rimba raya aku menanggis
Merinding, melihat ulah ini terjadi
Di atas negri leluhurku
Oh ……..panggilan tanah air
Oh………panggilan generasi muda
Tekatkan niatmu
Persembahkan karyamu
Demi tercipta perubahan yang sejati
Malaumkarta, 2004 Baca selengkapnya..
Senin, 13 Juni 2011
Peluang Ekonomi di Malaumkarta
Kampung Malaumkarta merupakan salah satu dari (delapan) kampung yang terdapat di distrik Makbon kabupaten Sorong Papau Barat. Secara definitive kampung malaumkarta di SK kan sebagai pemerintah kampung yang otonom (mandiri) pada tanggal 20 Desember 1991, dan Hingga sekarang kampung Malaumkarta berusia 20 tahun telah menjalankan peerintahannya.Pada tahun 2007 bangkit suatu kelompok generasi muda yang di beri nama Perkumpulan Genarasi Malaumkarta atau yang di singkat PGM. Kelompok generasi muda ini di prakasai oleh beberapa anak- anak muda dari kampung Malaumkarta yaitu: Arens Kalami, Michael Mobalen, Niko Kalami, Kostan Magablo, Frengki Kalami dan Tory Kalami. Mereka melakukan pekerjaan sederhana dalam target untuk pembangunan kampung halaman.
Program utamanya adalah: melakukan pemetaan Potensi secara umum, potensi laut, darat, juga ekonomi, pendidikan, budaya serta membuat monografi kampung Mlaumkarta secra sederhana atas apa yang telah di lakukan dalam penelitian tersebut.
Dalam pemetaannya tahun 2008 telah menunjukan potensi kampung Mlaumkarta cocok untuk di kembangkan sebagai kampung Wisata di Kabupaten Sorong dalam konsep dasarnya adalah ”Ekowisata”. Konsep ini timbul atas dasar beberapa peneliti dari laur misalnya (Fabyne dan Julian dari belgia), melakukan penelitian terhadap persebaran terumbu karang dan persebaran ikan duyung di kampung Malaumkarta, Florian salah Satu Mahasiswa kehutanan dari jerman yang melakukan penelitian terhadap jenis-jenis kayu dalam bahasa Moi, dan Adam dari Denmark yeng melakukan penelitian terhadap burung-burung. Fabyne dan Julianmengatakan terumbu karang di wilayah kampung Malaumkarta hingga masuk teluk dore cukup bagus, dan juga populasi perkembangbiakan ikan duyung di wilayah pulau Um sampai ke rep (corel) safur cukup tinggi dan cocok untuk di jadikan tempat tontonan ikan duyung dan juga Florain yang mengatakan bahwa perlu adanya penamaan pohon dalam bahasa Moi, juga Adam yang mengiinkan Malaumkarta (pulau um) di jadikan sebagai tempat tontonan burung pada pagi dan sore hari.
Namun juga sebelum beberapa beneliti tersebut datang ke kampung Malaumkarta, masyarakat dengan kemampunnya yang cukup baik telah mencanangkan kampung Malaumklarta sebagai wilayah konservasi tradisional (Egek- bhs moi) pada tahun 1990 untuk melindungi kawasan laut dari ancaman-ancaman yang merusak lingkungan serta melindungi hutan dari penebangan liar.
Keadaan Ekonomi.
Masyarakat kampung Malaumkarta kehidupanya masih meramu diantaranya bercocok tanam berpindah-pindah, berkebung hanya sebagai refresing, nelayang masih tergantung alam dan meramu sagu sebagai bahan pokok lokal masih maeramu, berburu binatang hutang seperti rusa, babi, kanguru dll untuk di makan. Pendapatan masyarakat tidak menentu misalnya nelayan mencapai 50-70 ribu, dipasarkan ke sorong dalam sehari mencari ikan, untuk di jaul, petani menjual kelapa, seri, dll-20-50/hari.
Potensi ekonomi di kampung Malaumkarta sangat strategis untuk di kelolah, namun hingga sekarang petensi tersebut belum dapat di kelolah dengan baik oleh masyarakat kampung Malaumkarta. Potensi di kapampung malaumkarta contonhnya seperti; Hutan tersebut juga merupakan tempat tersimpannya kayu, rotan, dusun sagu, dusun kulit lawan, dusun damar, dusung kayu gaharu, DAS, tempat keramat/sakral, tempat kelengnaing, dan juga siklus kehidupan marga satwa. Di wilayah laut terdapat ikan, udang lofster, penyu, terumbu karang dan beberapa ekosistem bahari yang terdapat di dalam laut. Mata pencarian masyarakat malaumkarta tidak menetab, mereka sangat tergantung pada alam dimana mereka berkebung menanam rica, jagung, ubi kayu, ubi jalar, lengkuas, pisang dan kebung sayur-sayuran yang ukurannya tidak terlalu besar, sedangkan tanaman jangka panjang seperti kelapa, coklat, mangga dll adalah tanaman jangka panjang yang menunggu hasil musim buah. Dari data assement PGM menunjukan 90 % penduduk Malaumkarta bermata pencharian sangat tidak tetap, ada yang bercocok tanam dan ada pula yang nelayan tradisional (masih menggunakan sampang untuk mencarai ikan dan hasil laut lain) dan untuk sampingan ada yang memilihara ternak seperti ayam kampung, anjing yang di gunakan sebagai alat pemburu binatang (babi, Rusa untuk di makan dan juga sebagaian di konsumsikan). Bahan makanan atau konsumsi lokal masyarakat malaumkarta adalah sagu sebagai bahan poknya.
Sumber Potensi Masyarakat
Potensi Andalan
Potensi Laut:
Potensi Laut Kampung Malaumkarta cukup tinggi, hal ini dapat di buktikan dengan pembangunan yang di swadayakan oleh masyarakat kampung malaumkarta dari hasil laut Misalnya : Udang Lofter, teripang, Ikan, Penyu dan juga Siput (lola) degan harga pada pasar lokal yang berfariasi seperti:
1.Udang
o Udang Lofter Rp. 200.000/kg
o Udang Bambu Rp 175.000/kg
o Udang batik, Udang Pasir Rp. 100.000/Kg
o Udang Setan Rp. 75.000/kg
o Udang Kipas Rp 50.000
2.Teripang
o Teripang Malam Rp. 200.000/kg
o Teripang Susu Rp. 300.000/kg
o Teripang Gosok Rp 150.000/kg
o Teripang Sepatu Rp. 250.000/kg
o Teripang Nenas Rp 300.00/kg
o Teripang Minyak Rp 100.00/kg
3. Lola/ Siput Rp 55.000/Kg
4. Ikan Mami Rp. 50.000-100.000/kg
5. Ikan Campur Rp 10.000/tali (di jual lokal)
Potensi Hutan
Hasil hutan mkarta anatara lain: Kayu merbau, miks,kulit masoi, Anggrek, Rotan, Dusun sagu, Kayu gaharu/eleo, Damar putih, Kayu lawan, kayu kemandangan dll.
Kebun: (komuditi)
a. Jangka Pendek:
Pisang, Ubi kayu, Ubi jalar, Kajang, Jangung, Sirih,Rica, Sayur-sayuran, Kunyit, Lengkuas,Nenas,Pepaya,buah merah, sanrang semut dll
Bauh-buahan tropis : kelepa, pisang, papaya, nanas, rambutan, jambu air,jambu biji, jeruk, salak nangka dll.
b. Jangka panjang (komuditi)
Kelapa,Rambutan,Coklat,Mangga,Jambu,Jeruk,Lansat,Cempedat, Sukung dll.
Penghasilan Rata-rata penduduk Kampung Malaumkarta
No Kegiatan Keterangan Pendapatan
Perminggu RP Perbulan Rp
1 Berkebun/Tani 200.000 1.000.000
2 Nelayan Tangkap 150.000 600.000
3 Memelihara Hewan 50.000 200.000
4 Berburuh 400.000 1.600.000
5 Meramu Sagu 200.000 1.000.000
6 Kios 200.000 1.000.000
Flora dan Fauna:
Jenis Flora dan Fauna di Malaumkarta dan tempat Persebaran.
No Nama Flora dan Fauna DaerahPersebaran
1. Cendrawasih (paradise Spora) warsamson
2. Kanguru Pohon Wallaby (macropus) Hutan
3. Kanguru Tanah Hutan lembah
4. Tupai berkantong(Patamus) Mibi
5. Kuskus (Phalager) Hutan
6. Mambruk Hutan
7. Kasuari Hutan
8. Kupu-kupu Klamuntuk,dll
9. Kelelawr Pulau Um, gua
10.Camar Pulau Um
11.Maleo Pulau Um
12.Burung Matamerah Pulau Um
13.Bangau Putih Pulau Um
14.Siriti Gua Kalabus
15.Kakatua putih Hutan
16.Kakatua makan ketapang Gauk, gele, linswok, linggbaimus Baca selengkapnya..
Program utamanya adalah: melakukan pemetaan Potensi secara umum, potensi laut, darat, juga ekonomi, pendidikan, budaya serta membuat monografi kampung Mlaumkarta secra sederhana atas apa yang telah di lakukan dalam penelitian tersebut.
Dalam pemetaannya tahun 2008 telah menunjukan potensi kampung Mlaumkarta cocok untuk di kembangkan sebagai kampung Wisata di Kabupaten Sorong dalam konsep dasarnya adalah ”Ekowisata”. Konsep ini timbul atas dasar beberapa peneliti dari laur misalnya (Fabyne dan Julian dari belgia), melakukan penelitian terhadap persebaran terumbu karang dan persebaran ikan duyung di kampung Malaumkarta, Florian salah Satu Mahasiswa kehutanan dari jerman yang melakukan penelitian terhadap jenis-jenis kayu dalam bahasa Moi, dan Adam dari Denmark yeng melakukan penelitian terhadap burung-burung. Fabyne dan Julianmengatakan terumbu karang di wilayah kampung Malaumkarta hingga masuk teluk dore cukup bagus, dan juga populasi perkembangbiakan ikan duyung di wilayah pulau Um sampai ke rep (corel) safur cukup tinggi dan cocok untuk di jadikan tempat tontonan ikan duyung dan juga Florain yang mengatakan bahwa perlu adanya penamaan pohon dalam bahasa Moi, juga Adam yang mengiinkan Malaumkarta (pulau um) di jadikan sebagai tempat tontonan burung pada pagi dan sore hari.
Namun juga sebelum beberapa beneliti tersebut datang ke kampung Malaumkarta, masyarakat dengan kemampunnya yang cukup baik telah mencanangkan kampung Malaumklarta sebagai wilayah konservasi tradisional (Egek- bhs moi) pada tahun 1990 untuk melindungi kawasan laut dari ancaman-ancaman yang merusak lingkungan serta melindungi hutan dari penebangan liar.
Keadaan Ekonomi.
Masyarakat kampung Malaumkarta kehidupanya masih meramu diantaranya bercocok tanam berpindah-pindah, berkebung hanya sebagai refresing, nelayang masih tergantung alam dan meramu sagu sebagai bahan pokok lokal masih maeramu, berburu binatang hutang seperti rusa, babi, kanguru dll untuk di makan. Pendapatan masyarakat tidak menentu misalnya nelayan mencapai 50-70 ribu, dipasarkan ke sorong dalam sehari mencari ikan, untuk di jaul, petani menjual kelapa, seri, dll-20-50/hari.
Potensi ekonomi di kampung Malaumkarta sangat strategis untuk di kelolah, namun hingga sekarang petensi tersebut belum dapat di kelolah dengan baik oleh masyarakat kampung Malaumkarta. Potensi di kapampung malaumkarta contonhnya seperti; Hutan tersebut juga merupakan tempat tersimpannya kayu, rotan, dusun sagu, dusun kulit lawan, dusun damar, dusung kayu gaharu, DAS, tempat keramat/sakral, tempat kelengnaing, dan juga siklus kehidupan marga satwa. Di wilayah laut terdapat ikan, udang lofster, penyu, terumbu karang dan beberapa ekosistem bahari yang terdapat di dalam laut. Mata pencarian masyarakat malaumkarta tidak menetab, mereka sangat tergantung pada alam dimana mereka berkebung menanam rica, jagung, ubi kayu, ubi jalar, lengkuas, pisang dan kebung sayur-sayuran yang ukurannya tidak terlalu besar, sedangkan tanaman jangka panjang seperti kelapa, coklat, mangga dll adalah tanaman jangka panjang yang menunggu hasil musim buah. Dari data assement PGM menunjukan 90 % penduduk Malaumkarta bermata pencharian sangat tidak tetap, ada yang bercocok tanam dan ada pula yang nelayan tradisional (masih menggunakan sampang untuk mencarai ikan dan hasil laut lain) dan untuk sampingan ada yang memilihara ternak seperti ayam kampung, anjing yang di gunakan sebagai alat pemburu binatang (babi, Rusa untuk di makan dan juga sebagaian di konsumsikan). Bahan makanan atau konsumsi lokal masyarakat malaumkarta adalah sagu sebagai bahan poknya.
Sumber Potensi Masyarakat
Potensi Andalan
Potensi Laut:
Potensi Laut Kampung Malaumkarta cukup tinggi, hal ini dapat di buktikan dengan pembangunan yang di swadayakan oleh masyarakat kampung malaumkarta dari hasil laut Misalnya : Udang Lofter, teripang, Ikan, Penyu dan juga Siput (lola) degan harga pada pasar lokal yang berfariasi seperti:
1.Udang
o Udang Lofter Rp. 200.000/kg
o Udang Bambu Rp 175.000/kg
o Udang batik, Udang Pasir Rp. 100.000/Kg
o Udang Setan Rp. 75.000/kg
o Udang Kipas Rp 50.000
2.Teripang
o Teripang Malam Rp. 200.000/kg
o Teripang Susu Rp. 300.000/kg
o Teripang Gosok Rp 150.000/kg
o Teripang Sepatu Rp. 250.000/kg
o Teripang Nenas Rp 300.00/kg
o Teripang Minyak Rp 100.00/kg
3. Lola/ Siput Rp 55.000/Kg
4. Ikan Mami Rp. 50.000-100.000/kg
5. Ikan Campur Rp 10.000/tali (di jual lokal)
Potensi Hutan
Hasil hutan mkarta anatara lain: Kayu merbau, miks,kulit masoi, Anggrek, Rotan, Dusun sagu, Kayu gaharu/eleo, Damar putih, Kayu lawan, kayu kemandangan dll.
Kebun: (komuditi)
a. Jangka Pendek:
Pisang, Ubi kayu, Ubi jalar, Kajang, Jangung, Sirih,Rica, Sayur-sayuran, Kunyit, Lengkuas,Nenas,Pepaya,buah merah, sanrang semut dll
Bauh-buahan tropis : kelepa, pisang, papaya, nanas, rambutan, jambu air,jambu biji, jeruk, salak nangka dll.
b. Jangka panjang (komuditi)
Kelapa,Rambutan,Coklat,Mangga,Jambu,Jeruk,Lansat,Cempedat, Sukung dll.
Penghasilan Rata-rata penduduk Kampung Malaumkarta
No Kegiatan Keterangan Pendapatan
Perminggu RP Perbulan Rp
1 Berkebun/Tani 200.000 1.000.000
2 Nelayan Tangkap 150.000 600.000
3 Memelihara Hewan 50.000 200.000
4 Berburuh 400.000 1.600.000
5 Meramu Sagu 200.000 1.000.000
6 Kios 200.000 1.000.000
Flora dan Fauna:
Jenis Flora dan Fauna di Malaumkarta dan tempat Persebaran.
No Nama Flora dan Fauna DaerahPersebaran
1. Cendrawasih (paradise Spora) warsamson
2. Kanguru Pohon Wallaby (macropus) Hutan
3. Kanguru Tanah Hutan lembah
4. Tupai berkantong(Patamus) Mibi
5. Kuskus (Phalager) Hutan
6. Mambruk Hutan
7. Kasuari Hutan
8. Kupu-kupu Klamuntuk,dll
9. Kelelawr Pulau Um, gua
10.Camar Pulau Um
11.Maleo Pulau Um
12.Burung Matamerah Pulau Um
13.Bangau Putih Pulau Um
14.Siriti Gua Kalabus
15.Kakatua putih Hutan
16.Kakatua makan ketapang Gauk, gele, linswok, linggbaimus Baca selengkapnya..
Jumat, 10 Juni 2011
SAMBUTAN DIREKTORAT JENDRAL NILAI BUDAYA , SENI DAN FILM PADA ACARA SHOOTING FILM PERNIKAHAN ADAT SUKU MOI DI KAMPUNG MALAUMKARTA, DISTRIK MAKBON KABUPATEN SORONG, PROVINSI PAPUA BARAT TANGGAL, 19 MEI 2011
Yang Terhormat:
1.Bupati Unsur Muspida Kabupaten dan Kota Sorong
2.Kepala Dinas Parawisata Kebudayaan Pemuda dan Olahraga Kabupaten dan Kota Sorong
3.Kepala SKPD Kabupaten dan Kota
4.Kapala Distrik Makbon serta unsur Muspika makbon Kabupaten Sorong
5.Ketua Panitia Upacara Adat Besar Suku Moi di Kampung Malaumkarta
6.Para undangan dan seluruh Hadirin yang saya muliakan
Salam Sejahtera Bagi Kita Semua
Pertama-tama marilah kita ucapkan puji syukur ke hadirat Tuhan oleh karena berkat dan Rahmatnyalah maka kita semua dapat berkumpul bersama di tempat ini dalam rangka mengikuti upacara adat perkawinan Suku Moi di Kampung Malaumkarta, Distrik Makbon, Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat.
Sebagaimana di ketahui masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk, dengan di tandai oleh banyaknya suku bangsa yang masing-masing menunjukan budayanya yang unik dan khas, dan manjadi kebangaan bansa Indonesia yang diloestarikan.
Kekhasan dari masing-masing budaya menunjukkan keragaman yang di dalamnya terkandung nilai-nilai budaya yang dapat di manfaatkan.
Hadirin Yang Berbahagia.
Pada perkembangan dewasa ini, di era global seiring dengan kemajuan IPTEK tentu akan dapat mengancam pelestarian nilai-nilai budaya diwariskan oloeh para leluhur. Oleh karena itu, diperlukan usaha-usaha untuk mempertahankan adat dan budaya yang telah di wariskan leluhur yang dapat memperkaya khasan budaya.
Pada hari ini kita menyaksikan bagaimana masyarakat melaksnakan upacara Adat Perkawinan sesuai dengan Adat yang ada pada suku Moi. Upacara pernikahan secara adat ini hanyalah salah satu dari berbagai upacara yang ada pada suku Moi seperti upacara membuka kebun, upacara menyembuhan orang sakit atau keikbikla dan keik kli serta masih banyak lagi upacara-upacara adat yang masih si lakukan oleh masyarakat adat Suku Moi.
Hal ini mengambarkan bahwa nilai-nilai dari setiap upacara yang di laksanakan suku moi masih memelihara, mempertahankan dan melesratikan tradisi peninggalan leluhur untuk tetap di laksanakan.
Kepada kedua mempelai yang telah melakukan pernikahan adat ini semoga di karuniai oleh Tuhan semesta kebahagiaan, keturunan yang dapat tetap mempertahankan tradisi peninggalan leluhurnya.
Pelaksanaan upacara-upacara Adat Suku Moi in mencerminkan bahwa masyarakat Adat Besar Suku Moi di Kampung Malaumkarta masih menghormati peninggalan atau warisan Budaya yang di berikan oleh leluhur mereka dan tetap di hormati bahkan di pelihara keberadannya.
Saudara-saudara yang saya hormati
Kerukunan bermasyarakat di sini jelas adanya masyarakat di kampung Malaumkarta, dapat menerima berbagai ragam budaya agama dan kepercayaan lainnya.
Hadirin yang berbahagia.
Upacara adat besar suku moi merupakan kearifan lokal, yang mempunyai nilai budaya dan juga berfungsi sebagai jalinan hubungan yang dapat di gunakan sebagai acuan dalam kehidupan bermasyarakat, bangsa dan bernegara.
Oleh sebab itulah, nilai-nilai budaya yang terkandung di dalamnya perlu kita pelihara, kita kembangkan dan kita manfaatkan. Keberhasilan pelestarian nilai-nilai budaya tergantung sejauh mana kita dapat memehami dan mengapresiasi nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dan di amalkan sebagai salah satu identitas budaya, jati diri masyarakat bangsa dan Negara.
Akhir kata semoga upacara adat besar suku moi dapat terus lestari menjadi pencerahan bagi kehidupan kita semua.
Sekian Terima Kasih
Salam Sejahtera Bagi Kita Semua
Direktorat Jendrak Nilai BUdaya
Seni dan Film
Drs. Ukus Kaswara, MM
Nip. 195912171986031001 Baca selengkapnya..
1.Bupati Unsur Muspida Kabupaten dan Kota Sorong
2.Kepala Dinas Parawisata Kebudayaan Pemuda dan Olahraga Kabupaten dan Kota Sorong
3.Kepala SKPD Kabupaten dan Kota
4.Kapala Distrik Makbon serta unsur Muspika makbon Kabupaten Sorong
5.Ketua Panitia Upacara Adat Besar Suku Moi di Kampung Malaumkarta
6.Para undangan dan seluruh Hadirin yang saya muliakan
Salam Sejahtera Bagi Kita Semua
Pertama-tama marilah kita ucapkan puji syukur ke hadirat Tuhan oleh karena berkat dan Rahmatnyalah maka kita semua dapat berkumpul bersama di tempat ini dalam rangka mengikuti upacara adat perkawinan Suku Moi di Kampung Malaumkarta, Distrik Makbon, Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat.
Sebagaimana di ketahui masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk, dengan di tandai oleh banyaknya suku bangsa yang masing-masing menunjukan budayanya yang unik dan khas, dan manjadi kebangaan bansa Indonesia yang diloestarikan.
Kekhasan dari masing-masing budaya menunjukkan keragaman yang di dalamnya terkandung nilai-nilai budaya yang dapat di manfaatkan.
Hadirin Yang Berbahagia.
Pada perkembangan dewasa ini, di era global seiring dengan kemajuan IPTEK tentu akan dapat mengancam pelestarian nilai-nilai budaya diwariskan oloeh para leluhur. Oleh karena itu, diperlukan usaha-usaha untuk mempertahankan adat dan budaya yang telah di wariskan leluhur yang dapat memperkaya khasan budaya.
Pada hari ini kita menyaksikan bagaimana masyarakat melaksnakan upacara Adat Perkawinan sesuai dengan Adat yang ada pada suku Moi. Upacara pernikahan secara adat ini hanyalah salah satu dari berbagai upacara yang ada pada suku Moi seperti upacara membuka kebun, upacara menyembuhan orang sakit atau keikbikla dan keik kli serta masih banyak lagi upacara-upacara adat yang masih si lakukan oleh masyarakat adat Suku Moi.
Hal ini mengambarkan bahwa nilai-nilai dari setiap upacara yang di laksanakan suku moi masih memelihara, mempertahankan dan melesratikan tradisi peninggalan leluhur untuk tetap di laksanakan.
Kepada kedua mempelai yang telah melakukan pernikahan adat ini semoga di karuniai oleh Tuhan semesta kebahagiaan, keturunan yang dapat tetap mempertahankan tradisi peninggalan leluhurnya.
Pelaksanaan upacara-upacara Adat Suku Moi in mencerminkan bahwa masyarakat Adat Besar Suku Moi di Kampung Malaumkarta masih menghormati peninggalan atau warisan Budaya yang di berikan oleh leluhur mereka dan tetap di hormati bahkan di pelihara keberadannya.
Saudara-saudara yang saya hormati
Kerukunan bermasyarakat di sini jelas adanya masyarakat di kampung Malaumkarta, dapat menerima berbagai ragam budaya agama dan kepercayaan lainnya.
Hadirin yang berbahagia.
Upacara adat besar suku moi merupakan kearifan lokal, yang mempunyai nilai budaya dan juga berfungsi sebagai jalinan hubungan yang dapat di gunakan sebagai acuan dalam kehidupan bermasyarakat, bangsa dan bernegara.
Oleh sebab itulah, nilai-nilai budaya yang terkandung di dalamnya perlu kita pelihara, kita kembangkan dan kita manfaatkan. Keberhasilan pelestarian nilai-nilai budaya tergantung sejauh mana kita dapat memehami dan mengapresiasi nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dan di amalkan sebagai salah satu identitas budaya, jati diri masyarakat bangsa dan Negara.
Akhir kata semoga upacara adat besar suku moi dapat terus lestari menjadi pencerahan bagi kehidupan kita semua.
Sekian Terima Kasih
Salam Sejahtera Bagi Kita Semua
Direktorat Jendrak Nilai BUdaya
Seni dan Film
Drs. Ukus Kaswara, MM
Nip. 195912171986031001 Baca selengkapnya..
Kamis, 09 Juni 2011
" YEGEK " SUATU SISTEM KONSERVASI TRADISIONAL SUKU MOI
A.Gambaran Umum
Konservasi Tradisional atau yang kita kenal dengan sistim sasi, tidak lasim bagi masyarakat pesisir Indonesia timur dan bukanlah hal yang baru, namun system ini di kenal cukup lama, bahkan dalam pandangan suku-suku di papua di pahami dengan sebutan dan cara yang berbeda, namun tujuannya sama adalah untuk melindungi potensi-potensi yang dianggap cukup memberikan nilai ekonimis dan konsumsi bagi masyarakat setempat.Misalanya sasi yang di pandang oleh suku Moi yang mendiami wilayah malamoi kepala burung papua (kabupaten sorong, kab tambrau, kota sorong dan kabupaten raja ampat). Suku moi memahami sasi berbad abad lamanya, dididik sejak mengikuti pendidikan dalam Rumah Adat (Kambik), di dalam pendidikan adat di sana telah diajarkan berbagai ilmu termasuk ilmu konservasi, dalam bahasa MOI di sebut dengan “YEGEK” yang artinya Larangan. Jadi Yegek adalah suatu larangan terhadap wilayah zona inti dalam wilayah Tanah Adat Marga pada hukum adat suku Moi. Bisanya Suku Moi melakukan larangan ini di dusun sagu, kolam ikan, dan juga tempat bermain burung-burung (kelnaing). Zona inti tersebut di pandang cukup bernilai tinggi karena menyimpan logistic Alam bagi keberlanjutan kehidupan mereka tertama merupakan logistic yang berkesinambungan bagi anak cucu mereka.
B.Pandangan Masyarakat Adat Suku Moi Tentang Konservasi Tradisional (Yegek)
Secara Geografis Masyarakat Adat Suku MOI mendiami 4 (empat) wilayah pemerintahan di Kepala Burung Papua Barat yaitu: Kaupaten Sorong, Kota Sorong, Kabupaten Raja Ampat dan Kabupaten Tambrauw. Suku Moi terbagi atas 5 (lima) sub suku Besar yaitu: moi abun mendiami kabupaten pemekaran Tambrau sampai ke distrik Moraid, moi kelim mendiami distrik moraid sampai ke wilayah kota sorong, moi segin tersebar di wilayah Seget dan salawati, moi maya berada di Kepulauaan Waigeo Raja Ampat, dan moi klabara tersebar di wilayah distrik Beraur sampai perbatasan Kabupaten Sorong Selatan. Kamajemukan Suku Moi yang terdiri dari 5 (lima) sub suku di atas tersebut, memahami konservasi tradisional (yegek) Dalam Pendidikan Rumah Adat Suku Moi telah diajarkan tentang berbagai pendidikan oleh oleh guru-guru (untalan dan tulkama) kepada murid-muridnya (uliwi). Tempat pendidikannya di alam (hutan yang utuh atau hutan yang tidak ada aktifitas manusia) hanya ada alam asli. Di dalam pendidkan tersebut guru-guru adat mengajarkan berbagai ilmu seperti: kesehatan, konsevasi, tata pemerintahan adat, pertanian, penerbangan, ilmu jiwa dll). Masyarakat Adat Suku Moi mendang sasi sebagai bagian dari hidup, untuk itu apabila terjadi pelanggaran terhadap litas tanah adat yang merugikan mereka biasanya bisa terjadi sidang Adat untuk mmproses palaku pelangaran Adat Tersebut, karena kita dianggap manghancukan hidup orang lain, di dalam tanah Adat tersebut, dimana tersimpan tersedia logistic alam marga mereka.
C.Sejarah Perjalanan Sasi di Kampung Malaumkarta (Suatu Kilas Balik)
Tepat pada tanggal, 2 April 1992, Kampung Malaumkarta secara otonom di SK kan oleh Bupati kabupaten Sorong, maka secara pemerintahan dapat bertanggung jawab melaksanakan semua pembangunan di tingkat kampung bersama masyarakat. Konsep konservasi tradisional mulai di dorong untuk oleh masyarakat di kampung di mulai dengan pembentukan organisasi adat yang agak formal, struktur diatur serta di susun oleh tokoh adat dengan mengacu pada aturan adat. Program utama dari Pelaksana konservasi (yegek) kawasan daerah adalah melakukan pemetaan beberapa zona inti di laut dan potensi hutan yang dianggap masih utuh. Konservasi tradisional tersebut meliuti seluruh tanah adat kampung malaumkarta misalanya di laut, jarak daerah konservasi dari garis pante ke laut 3 mil, kemudian potensi alam yang di larang untuk penangkapan : udang lofter, Teripang, Penyu, siput lola, ikan duyung dan ikan garapuh. Selain penangkapan beberapa jenis hasil laut di atas di lakukan juga larangan terhadap pola tangkap atau alat tangkap yang dianggap merusak populasi dan terumbu karang seperti : jaring pukat, potassium, bom dll. Masyarakat hanya bisa di ijinkan managkap ikan dengan system manual yaitu dengan cara memancing atau menyelam menggunakan peralatan tangkap manual. Dalam menetapkan kawasan konservasi tradisional pada suku moi selalu di dasarkan pada potensi alam yang tersedia (zona inti), kemudian mulai di rapatkan bersama dalam pertemuan adat yang dihadiri oleh masyarakat dan juga beberapa kampung yang berdekatan turut di undang, tujuannya sehingga masyarakat umum dapat mengetahui batas-batas wilayah sasi serta potensi apa saja yang di lindungi. Dalam rapat tersebut akan di sampaikan prosesinya oleh pelaksana Ritual seminggu sebelum masuk dalam upacara Adat untuk menutup kawasan konservasi (yegek). Jangka waktu menutup kawasan konservasi (yegek) tidak dapat di tentukan batas waktunya, biasanya 2 hingga 3 tahun baru di buka. Prosesi penutupan daerah konservasi (yegek) di lakukan pada pagi hari jam 05.00 subuh, sebaliknya juga pada saat di buka. Prosesi di mulai dengan upacara Adat, di pimpin oleh beberapa tua-tua Adat secara kolektif memanggil dan menyebut nama dari lokasi yang di lindunggi serta memohon kepada, Tuhan sebagai pencipta, Tanah dan laut sebagai tempat mencarai hidup manusia serta memohon kepada leluhur sebagai pemberi warisan. Setelah itu Pelaksana Ritual berpidato menutupi upacara adat, sekaligus menanam tanda larangan yang di pancang dan di tancap ke tanah berbentuk X di ikat dengan daun-daunan dan juga kain berwarna Baca selengkapnya..
Konservasi Tradisional atau yang kita kenal dengan sistim sasi, tidak lasim bagi masyarakat pesisir Indonesia timur dan bukanlah hal yang baru, namun system ini di kenal cukup lama, bahkan dalam pandangan suku-suku di papua di pahami dengan sebutan dan cara yang berbeda, namun tujuannya sama adalah untuk melindungi potensi-potensi yang dianggap cukup memberikan nilai ekonimis dan konsumsi bagi masyarakat setempat.Misalanya sasi yang di pandang oleh suku Moi yang mendiami wilayah malamoi kepala burung papua (kabupaten sorong, kab tambrau, kota sorong dan kabupaten raja ampat). Suku moi memahami sasi berbad abad lamanya, dididik sejak mengikuti pendidikan dalam Rumah Adat (Kambik), di dalam pendidikan adat di sana telah diajarkan berbagai ilmu termasuk ilmu konservasi, dalam bahasa MOI di sebut dengan “YEGEK” yang artinya Larangan. Jadi Yegek adalah suatu larangan terhadap wilayah zona inti dalam wilayah Tanah Adat Marga pada hukum adat suku Moi. Bisanya Suku Moi melakukan larangan ini di dusun sagu, kolam ikan, dan juga tempat bermain burung-burung (kelnaing). Zona inti tersebut di pandang cukup bernilai tinggi karena menyimpan logistic Alam bagi keberlanjutan kehidupan mereka tertama merupakan logistic yang berkesinambungan bagi anak cucu mereka.
B.Pandangan Masyarakat Adat Suku Moi Tentang Konservasi Tradisional (Yegek)
Secara Geografis Masyarakat Adat Suku MOI mendiami 4 (empat) wilayah pemerintahan di Kepala Burung Papua Barat yaitu: Kaupaten Sorong, Kota Sorong, Kabupaten Raja Ampat dan Kabupaten Tambrauw. Suku Moi terbagi atas 5 (lima) sub suku Besar yaitu: moi abun mendiami kabupaten pemekaran Tambrau sampai ke distrik Moraid, moi kelim mendiami distrik moraid sampai ke wilayah kota sorong, moi segin tersebar di wilayah Seget dan salawati, moi maya berada di Kepulauaan Waigeo Raja Ampat, dan moi klabara tersebar di wilayah distrik Beraur sampai perbatasan Kabupaten Sorong Selatan. Kamajemukan Suku Moi yang terdiri dari 5 (lima) sub suku di atas tersebut, memahami konservasi tradisional (yegek) Dalam Pendidikan Rumah Adat Suku Moi telah diajarkan tentang berbagai pendidikan oleh oleh guru-guru (untalan dan tulkama) kepada murid-muridnya (uliwi). Tempat pendidikannya di alam (hutan yang utuh atau hutan yang tidak ada aktifitas manusia) hanya ada alam asli. Di dalam pendidkan tersebut guru-guru adat mengajarkan berbagai ilmu seperti: kesehatan, konsevasi, tata pemerintahan adat, pertanian, penerbangan, ilmu jiwa dll). Masyarakat Adat Suku Moi mendang sasi sebagai bagian dari hidup, untuk itu apabila terjadi pelanggaran terhadap litas tanah adat yang merugikan mereka biasanya bisa terjadi sidang Adat untuk mmproses palaku pelangaran Adat Tersebut, karena kita dianggap manghancukan hidup orang lain, di dalam tanah Adat tersebut, dimana tersimpan tersedia logistic alam marga mereka.
C.Sejarah Perjalanan Sasi di Kampung Malaumkarta (Suatu Kilas Balik)
Tepat pada tanggal, 2 April 1992, Kampung Malaumkarta secara otonom di SK kan oleh Bupati kabupaten Sorong, maka secara pemerintahan dapat bertanggung jawab melaksanakan semua pembangunan di tingkat kampung bersama masyarakat. Konsep konservasi tradisional mulai di dorong untuk oleh masyarakat di kampung di mulai dengan pembentukan organisasi adat yang agak formal, struktur diatur serta di susun oleh tokoh adat dengan mengacu pada aturan adat. Program utama dari Pelaksana konservasi (yegek) kawasan daerah adalah melakukan pemetaan beberapa zona inti di laut dan potensi hutan yang dianggap masih utuh. Konservasi tradisional tersebut meliuti seluruh tanah adat kampung malaumkarta misalanya di laut, jarak daerah konservasi dari garis pante ke laut 3 mil, kemudian potensi alam yang di larang untuk penangkapan : udang lofter, Teripang, Penyu, siput lola, ikan duyung dan ikan garapuh. Selain penangkapan beberapa jenis hasil laut di atas di lakukan juga larangan terhadap pola tangkap atau alat tangkap yang dianggap merusak populasi dan terumbu karang seperti : jaring pukat, potassium, bom dll. Masyarakat hanya bisa di ijinkan managkap ikan dengan system manual yaitu dengan cara memancing atau menyelam menggunakan peralatan tangkap manual. Dalam menetapkan kawasan konservasi tradisional pada suku moi selalu di dasarkan pada potensi alam yang tersedia (zona inti), kemudian mulai di rapatkan bersama dalam pertemuan adat yang dihadiri oleh masyarakat dan juga beberapa kampung yang berdekatan turut di undang, tujuannya sehingga masyarakat umum dapat mengetahui batas-batas wilayah sasi serta potensi apa saja yang di lindungi. Dalam rapat tersebut akan di sampaikan prosesinya oleh pelaksana Ritual seminggu sebelum masuk dalam upacara Adat untuk menutup kawasan konservasi (yegek). Jangka waktu menutup kawasan konservasi (yegek) tidak dapat di tentukan batas waktunya, biasanya 2 hingga 3 tahun baru di buka. Prosesi penutupan daerah konservasi (yegek) di lakukan pada pagi hari jam 05.00 subuh, sebaliknya juga pada saat di buka. Prosesi di mulai dengan upacara Adat, di pimpin oleh beberapa tua-tua Adat secara kolektif memanggil dan menyebut nama dari lokasi yang di lindunggi serta memohon kepada, Tuhan sebagai pencipta, Tanah dan laut sebagai tempat mencarai hidup manusia serta memohon kepada leluhur sebagai pemberi warisan. Setelah itu Pelaksana Ritual berpidato menutupi upacara adat, sekaligus menanam tanda larangan yang di pancang dan di tancap ke tanah berbentuk X di ikat dengan daun-daunan dan juga kain berwarna Baca selengkapnya..
Kamis, 10 Maret 2011
PERADABAN YANG MEMBISU
Latar belakang
Di kota sorong dahulu kala didiami berepa marga yaitu: marga Malasalin, Den, Malagamtu Osok, Bewela, Malibela dan Malaseme. Kekerabatan suku moi yang mendiami wilayah Kota Sorong cukup erat, kehidupan dalam kekerabatan berkelompok-kelompok sesui dengan wilayah penguasaan atas tanah adat mereka masing-masing pada saat itu.
Dalam sejarah perkembangan populasi penduduk dan marga-marga di suku moi terjadi kepunahan di beberapa marga suku moi yang mendiami kota sorong. Misalnya marga Malasalin, Den dan Malagamtu yang telah punah. Namun peradaban masa lalu perlu di angkat dan di lestarikan menjadi catatan penting untuk menghormati sejarah leluhur peradaban suku moi serta marga-marga yang telah punah di masa lalu.
Adakah Nilai Sejarah yang tercatat di batu hanyuk/ batu hanyur?
Dari sinilah terjadi batu hanyak yang berada di depan pulau buaya kota Sorong. Pada saat itu ada dua orang bersaudara laki-laki sebagai kaka dan adiknya perempuan bermarga “MALASALIN’ (salah satu marga telah punah di kota sorong).
Mereka berdua bermaksud untuk mencari ikan “Duyung”, setelah pagi itu fajar menjelang siang (pagi hari), kedua kakak beradik mendayung perahu di lengkapi dengan peralatan nelayan menuju tanjung pulau “laam” pulau Buaya sekarang. Mereka berdayung menyelusuri arah barat pulau tersebut hingga sampai ke luat. Setibanya di laut tiba-tiba pagi itu cuaca berubah menjadi gelap selayaknya malam telah tiba kembali (dalam bahasa moi di sebut lem kalik). Tak lama kemudian adiknya yang perempuan menolek ke sebelah ufuk melihat ada bayangan yang datang mendekat mereka berdua, ternyata ada orang sedang berjalan. Apa terjadi? Ada orang mati yang bangkit bermarga MAAS sedang berjalan berjalan dari arah timur dari wilayah pedalaman Mega (kampung luwelala) menuju arah barat, bertemulah mereka di atas laut. Orang mati yang bangkit tadi melewati alur perjalan kehidupan di alam keduan yaitu jalan rahasia suku moi, dalam bahasa moi di sebut (woo teik).
Orang mati yang telah bangkit tersebut dari arah pedalaman Mega turung melewati tanjung kasuari urat gunung kali klafunlala dekat kubur tanjung kasuari sekarang. Orang mati itu berjalan terus sampai ke laut di depan pulau buaya mulai mendekat kedua kakak beradik tadi.
Setelah orang mati itu mendekat ke arah kedua kakak beradik tadi, lalu kemaluannya dari laki- laki menjadi panjang sekitar 500 meter panjangnya dengan tujuan membunuh kakak beradik yang sedang mencari ikan duyung tersebut. Namun dalam perjalan kedua kekak beradik tadi adik nya juga membawa penangkal bahaya yaitu “ gata-gata” (dalam bahasa moi ARK/PDEK) yang selalu di pakai oleh suku Moi menangkal bahaya orang mati yang telah bangkit. Tak sabar adiknya memegang penangkal tersebut menjepit pada kemaluan laki-laki orang mati tersebut, lalu kakanya penikam dengan bambu tui yang di runcingkan dari penikam ikan Duyung. Matilah orang tersebut di situ badannya jatuh ke laut menjadi batu yang sekarang terapung di depan pulau buaya dan kepalanya terpotong jatuh di pula jefaman manjadi batu merah yang berada di sebalah darat pulau jefman hingga sekarang. bambu yang di gunakan untuk menikam orang mati tadi di tanam juga di jefman dekat kepala tersebut yang berubah menjadi batu. Tempat itu dahulu kalau orang moi menyebutnya “Mayik W’sele” tempat pelabuhan gurita.
Naskah
Tory Kalami Baca selengkapnya..
Di kota sorong dahulu kala didiami berepa marga yaitu: marga Malasalin, Den, Malagamtu Osok, Bewela, Malibela dan Malaseme. Kekerabatan suku moi yang mendiami wilayah Kota Sorong cukup erat, kehidupan dalam kekerabatan berkelompok-kelompok sesui dengan wilayah penguasaan atas tanah adat mereka masing-masing pada saat itu.
Dalam sejarah perkembangan populasi penduduk dan marga-marga di suku moi terjadi kepunahan di beberapa marga suku moi yang mendiami kota sorong. Misalnya marga Malasalin, Den dan Malagamtu yang telah punah. Namun peradaban masa lalu perlu di angkat dan di lestarikan menjadi catatan penting untuk menghormati sejarah leluhur peradaban suku moi serta marga-marga yang telah punah di masa lalu.
Adakah Nilai Sejarah yang tercatat di batu hanyuk/ batu hanyur?
Dari sinilah terjadi batu hanyak yang berada di depan pulau buaya kota Sorong. Pada saat itu ada dua orang bersaudara laki-laki sebagai kaka dan adiknya perempuan bermarga “MALASALIN’ (salah satu marga telah punah di kota sorong).
Mereka berdua bermaksud untuk mencari ikan “Duyung”, setelah pagi itu fajar menjelang siang (pagi hari), kedua kakak beradik mendayung perahu di lengkapi dengan peralatan nelayan menuju tanjung pulau “laam” pulau Buaya sekarang. Mereka berdayung menyelusuri arah barat pulau tersebut hingga sampai ke luat. Setibanya di laut tiba-tiba pagi itu cuaca berubah menjadi gelap selayaknya malam telah tiba kembali (dalam bahasa moi di sebut lem kalik). Tak lama kemudian adiknya yang perempuan menolek ke sebelah ufuk melihat ada bayangan yang datang mendekat mereka berdua, ternyata ada orang sedang berjalan. Apa terjadi? Ada orang mati yang bangkit bermarga MAAS sedang berjalan berjalan dari arah timur dari wilayah pedalaman Mega (kampung luwelala) menuju arah barat, bertemulah mereka di atas laut. Orang mati yang bangkit tadi melewati alur perjalan kehidupan di alam keduan yaitu jalan rahasia suku moi, dalam bahasa moi di sebut (woo teik).
Orang mati yang telah bangkit tersebut dari arah pedalaman Mega turung melewati tanjung kasuari urat gunung kali klafunlala dekat kubur tanjung kasuari sekarang. Orang mati itu berjalan terus sampai ke laut di depan pulau buaya mulai mendekat kedua kakak beradik tadi.
Setelah orang mati itu mendekat ke arah kedua kakak beradik tadi, lalu kemaluannya dari laki- laki menjadi panjang sekitar 500 meter panjangnya dengan tujuan membunuh kakak beradik yang sedang mencari ikan duyung tersebut. Namun dalam perjalan kedua kekak beradik tadi adik nya juga membawa penangkal bahaya yaitu “ gata-gata” (dalam bahasa moi ARK/PDEK) yang selalu di pakai oleh suku Moi menangkal bahaya orang mati yang telah bangkit. Tak sabar adiknya memegang penangkal tersebut menjepit pada kemaluan laki-laki orang mati tersebut, lalu kakanya penikam dengan bambu tui yang di runcingkan dari penikam ikan Duyung. Matilah orang tersebut di situ badannya jatuh ke laut menjadi batu yang sekarang terapung di depan pulau buaya dan kepalanya terpotong jatuh di pula jefaman manjadi batu merah yang berada di sebalah darat pulau jefman hingga sekarang. bambu yang di gunakan untuk menikam orang mati tadi di tanam juga di jefman dekat kepala tersebut yang berubah menjadi batu. Tempat itu dahulu kalau orang moi menyebutnya “Mayik W’sele” tempat pelabuhan gurita.
Naskah
Tory Kalami Baca selengkapnya..
Senin, 07 Maret 2011
SEJARAH PENJAJAHAN ATAS SUKU MOI
Bumi ini bulat seperti bola dan selalu berputar pada porosnya. Perputaran bumi itu selalu membawa perubahan dalam ukuran waktu perdetik, menit, jam, hari, minggu, bulan, tahun dan abad. Kita semua menyaksikan dalam perputaran itu Pembangunan Nasional yang dilaksanakan untuk mencapai Masyarakat Adil Makmur ternyata selama 38 telah mengakibatkan penghancuran secara sistematis terhadap keberadaan Masyarakat Adat Malamoi di kota kabupaten Sorong, sehingga menempatkan Masyarakat Adat Malamoi, sebagai kaum pinggiran, penonton dan korban di negeri sendiri.
Kini dalam setiap hati Orang Moi menyatakan bahwa tanah Moi belum merdeka, kami masih menderita dalam cengkeraman penjajahan.Jika dipilah maka tiga dekade sudah kami terbelenggu dan dilecehkan; dekade misionarisasi, imperialisme, dan integrasi kedaulatan ke pangkuan RI.
I. Dekade Misionarisasi
Pada tanggal 27 Oktober 1927 Baltazar W. Wagunu misionari dari Sangir mendarat di kampung Manyoi (sekarang daerah PT. Usaha Mina). Masyarakat Adat Malamoi pada waktu itu masih dengan keberadaannya yang asli, sehingga melihat sosok manusia yang berbeda dengan mereka dan datang dengan visi yang berbeda dengan kepercayaan mereka maka secara spontan para tua-tua adat alumnus Kambik berkata kepada Baltazar dalam bahasa Malamoi “nisik kamabpak giibso, abpak malasa pso, abpak oub pso kibhe“ artinya ko bawa barang yang datang bikin habis dusun, bikin habis tanah bikin habis kayu.
Gema Injil ini mulai tersebar ke daerah pesisir pantai utara, pedalaman dan pantai selatan tanah Malamoi. Kalimat penolakan di atas tidak diucapkan untuk Baltazar W. Wagunu di kampung Manyoi saja tapi di kampung Asbaken distrik Makbon pun kalimat ini diucapkan untuk salah satu tokoh pekabar injil dari suku Malamoi Bapak Kwatolo sebagai ekspresi penolakan terhadap suatu peradapan baru di tanah Malamoi pada umumnya.
Masuknya injil ini telah menghancurkan semua kearifan lokal karena menurut para misionari bahwa kepercayaan asli/agama masyarakat adat merupakan kepercayaan kafir yang selalu menghambat pertumbuhan iman setiap orang.
II. Dekade Imperialisme
Selang waktu yang tidak terlalu lama antara tahun 1927 ke tahun 1930 kurang lebih 3 tahun Belanda mulai melakukan ekspansi kawasan ekonomi ke Maladum (nama asli sebelum disebut kota Sorong sekarang). Daerah Malamoi di kenal sebagai daerah yang sangat potensial dengan SDAnya sehingga menjadi daerah fokus utama.
Pada tahun 1932 Belanda memulai kegiatan survei dan pemetaan daerah basis minyak dan gas di Klamono tepatnya di tanah adat milik marga Mambrinkofok dan Idik tanpa ada satu kesepakatan bersama, Belanda mulai melakukan kegiatan di sana. Ganti rugi yang diberikan pihak Belanda kepada para pemilik tanah adat ini adalah satu sloop rokok Ampana, satu kartun kornet, satu karton supermi, kampak, kuali, belanga dan kelambu.
Hutan keramat, dusun sagu, dusun langsat, dusun damar, dan kawasan hutan yang biasanya di jadikan sebagai tempat cari makan dikapling menjadi kawasan terlarang milik perusahan minyak Belanda dan masyarakat dipindahkan dari kawasan tersebut ke Klawana (sekaran menjadi perkampungan). Pengrusakan hutan dan penggusuran tempat tinggal menyebabkan Masyarakat Adat Malamoi di Klawana menjadi masyarakat marjinal di atas tanah yang kaya raya, ibarat “tikus mati di lumbung padi“. Untuk menunjang kegiatan pengurasan minyak dan gas bumi di Sorong maka pada tahun 1932 dan tahun selanjutnya Belanja melakukan ekspansi pendaftaran tenaga kerja dari beberapa daerah di Papua, seperti ; Manokwari, Biak, Serui, Jayapura, Fak-fak, Merauke dan Ambon yang mencapai 6.000 orang untuk menjadi staff dan buruh yang bekerja di perusahan minyak Belanda yang disebut Netherlands New Guinea Petroleum Matscapay disingkat NNGPM.
Dengan kekuatan pengikut karyawan yang cukup besar, Belanda kemudian melakukan negosiasi dengan marga Ulim, Kwatolo, Osok, Kalami dan Bewela sebagai pemilik tanah adat dalam kota Sorong, dalam rangka kontrak tanah seluas 3.250 Ha. Tanah-tanah ini membentang dari sungai Klagison – Bukit Malasatibin – Malanu – Malalumai – Tanjung Batu (distrik Saoka). Kontrak yang dilakukan secara lisan dan sebagai imbalan jasa Belanda memberikan kelambu, belanga, kuwali, kampak, parang, dan rokok kepada setiap marga. Sejak kontrak ini berlaku maka dengan sendirinya tanah seluas 3.250 Ha menjadi milik NNGPM. Sebagai akibat dari penyerahan tanah ini, semua Masyarakat Adat Malamoi yang tinggal di sepanjang tanjung Dofior s/d Lapangan Sepak Bola Kampung Baru (dulu daerah ini masih hutan dan disebut sebagai kampung Malanu) harus dipindahkan ke kawasan di luar tanah milik NNGPM. Masyarakat kemudian menyingkir 10 km ke arah timur (sekarang daerah ini disebut kelurahan Malanu).
III. Dekade Integrasi
Setelah Belanda menyerah kepada Indonesia dan meninggalkan tanah Papua, semua aset yang ada di Papua termasuk di Sorong ditinggalkan oleh Belanda. Pemerintah Indonesia dengan legitimasi sebagai negara yang merdeka mulai dengan sistemnya menguasai dan mengklaim semua aset yang ditinggalkan Belanda sebagai aset negara dan menutup mata terhadap status politik tanah Papua.
-Tanah di Klamono dialihkan menjadi tanah milik PERMINA (sekarang menjadi PERTAMINA). Tanah NNGPM seluas 3.250 ha dialihkan menjadi tanah Negara. Pada tahun 1972 Permina memulai kegiatan seismic di Seget dan Salawati dibawah salah satu CV milik Aqao Meles (sekarang orangnya tinggal di pulau Duum). Selama kegiatan eksploitasi dan eksplorasi tambang minyak dan gas bumi baik di Klamono maupun Seget, Masyarakat Adat tidak mendapat pengakuan sebagai pemilik tanah adat dan tidak punya ruang untuk mengaksesnya.
-Tekanan terus berlangsung, beberapa kampung di Salawati daratan dijadikan satu lalu di pindahkan ke sebuah pulau yang bernama Yeflio. Kawasan perkampungan yang ditinggalkan kemudian dijadikan sebagai kawasan investasi milik PERTRO METREN perusahan asing rekanan Pertamina. Kondisi serupa juga terjadi di Waliam, Duriang Kari, Malabam dan Seget. Tekanan ini dengan sendirinya menciptakan marjinalisasi dan sampai sekarang masyarakat adat distrik Seget pada umumnya masih tinggal di rumah-rumah beratap sagu dan perkampungan di sana sangat kumuh dan jauh dari standar pemukiman yang layak.
-Di atas tanah-tanah Pertamina ini muncul bergagai jenis sertifikat tanah milik oknum staff Pertamina, investor, pejabat pemda dan TNI/Polri.
-Selain sertifikat tanah ada berbagai usaha dibuka, antara lain Sawmill, IPK, IHPHH, milik pengusaha-pengusaha kayu yang tinggal di Jakarta termasuk Robert Kardinal. Perhatian pemda terhadap masyarakat di sekitar daerah eksplorasi hampir tidak ada, sehingga rata-rata masyarakat di sekitar berada pada titik kebodohan, kemiskinan, dan penderitaan yang tiada tara
-Tanah negara 3.250 ha (bekas NNGPM menjadi lahan bisnis kaum imigran, investor besar kecil, dan negara sehingga mengakibatkan pemilik tanah adat kehilangan haknya dan hampir semuanya menjadi pihak tanpa tanah.
-Sejak tahun 1977 program transmigrasi pertama dicanangkan di Papua, tepatnya di Kelurahan Klasaman, lahan yang dibutuhkan sangat luas, mencapai 700.000 ha. Tanah-tanah masyarakat kemudian diserahkan pada pemerintah untuk program transmigrasi akibat adanya intimidasi militer. Hal serupa juga terjadi di wilayah transmigrasi lain, yaitu Aimas.
-HPH PT. Intimpura Timber Co. memulai kegiatan survei pada tahun 1990 di distrik Makbon di bawah bendera Pusat Koperasi Angkatan Darat (PusKopAD) milik Kodam Trikora Papua. Masyarakat adat tidak menghendaki HPH ini, namun aparat selalu berkata jika ada di antara masyarakat adat yang menahan dusunnya maka ia akan berhadapan dengan TNI. Yang melawan dan tidak mau menyerahkan hutannya akan didakwa menyembunyikan orang-orang yang melakukan aktifitas Organisasi Papua Merdeka (OPM) di sana. Dengan dugaan seperti ini membuat masyarakat trauma dan akhirnya harus menerima kehadiran PT. Intimpura.
-Pembayaran ganti rugi tidak sesuai dengan UU yang berlaku di negara ini, setiap pembayaran konpensasi selalu di lakukan di kantor Markas Komando Resort Militer (Makorem). Kompensasi yang diberikan tak lebih dari Rp 10 juta, bahkan banyak masyarakat yang yang tidak mendapatkan apa-apa.
-Semua perusahaan yang ada melakukan rekrutmen tenaga kerja secara diskriminatif, orang papua, khususnya orang Moi sangat dibatasi untuk masuk ke perusahaan-perusahaan. Kalaupun ada, mereka kebanyakan hanya jadi pekerja kasar.
-Selain HPH Intimpura, ada HPH Hasrat Wira Mandiri, HPH Hanorata, HPH Multi Wahana dan HPH Manca Raya Agro Mandiri. Lima HPH ini yang terbesar dan sangat merugikan masyarakat
Kasus-kasus di atas lama kelamaan dengan sendirinya melahirkan 1001 macam rasa kecewa, sekaligus memicu gagasan-gagasan baru untuk berjuang. Baca selengkapnya..
Kini dalam setiap hati Orang Moi menyatakan bahwa tanah Moi belum merdeka, kami masih menderita dalam cengkeraman penjajahan.Jika dipilah maka tiga dekade sudah kami terbelenggu dan dilecehkan; dekade misionarisasi, imperialisme, dan integrasi kedaulatan ke pangkuan RI.
I. Dekade Misionarisasi
Pada tanggal 27 Oktober 1927 Baltazar W. Wagunu misionari dari Sangir mendarat di kampung Manyoi (sekarang daerah PT. Usaha Mina). Masyarakat Adat Malamoi pada waktu itu masih dengan keberadaannya yang asli, sehingga melihat sosok manusia yang berbeda dengan mereka dan datang dengan visi yang berbeda dengan kepercayaan mereka maka secara spontan para tua-tua adat alumnus Kambik berkata kepada Baltazar dalam bahasa Malamoi “nisik kamabpak giibso, abpak malasa pso, abpak oub pso kibhe“ artinya ko bawa barang yang datang bikin habis dusun, bikin habis tanah bikin habis kayu.
Gema Injil ini mulai tersebar ke daerah pesisir pantai utara, pedalaman dan pantai selatan tanah Malamoi. Kalimat penolakan di atas tidak diucapkan untuk Baltazar W. Wagunu di kampung Manyoi saja tapi di kampung Asbaken distrik Makbon pun kalimat ini diucapkan untuk salah satu tokoh pekabar injil dari suku Malamoi Bapak Kwatolo sebagai ekspresi penolakan terhadap suatu peradapan baru di tanah Malamoi pada umumnya.
Masuknya injil ini telah menghancurkan semua kearifan lokal karena menurut para misionari bahwa kepercayaan asli/agama masyarakat adat merupakan kepercayaan kafir yang selalu menghambat pertumbuhan iman setiap orang.
II. Dekade Imperialisme
Selang waktu yang tidak terlalu lama antara tahun 1927 ke tahun 1930 kurang lebih 3 tahun Belanda mulai melakukan ekspansi kawasan ekonomi ke Maladum (nama asli sebelum disebut kota Sorong sekarang). Daerah Malamoi di kenal sebagai daerah yang sangat potensial dengan SDAnya sehingga menjadi daerah fokus utama.
Pada tahun 1932 Belanda memulai kegiatan survei dan pemetaan daerah basis minyak dan gas di Klamono tepatnya di tanah adat milik marga Mambrinkofok dan Idik tanpa ada satu kesepakatan bersama, Belanda mulai melakukan kegiatan di sana. Ganti rugi yang diberikan pihak Belanda kepada para pemilik tanah adat ini adalah satu sloop rokok Ampana, satu kartun kornet, satu karton supermi, kampak, kuali, belanga dan kelambu.
Hutan keramat, dusun sagu, dusun langsat, dusun damar, dan kawasan hutan yang biasanya di jadikan sebagai tempat cari makan dikapling menjadi kawasan terlarang milik perusahan minyak Belanda dan masyarakat dipindahkan dari kawasan tersebut ke Klawana (sekaran menjadi perkampungan). Pengrusakan hutan dan penggusuran tempat tinggal menyebabkan Masyarakat Adat Malamoi di Klawana menjadi masyarakat marjinal di atas tanah yang kaya raya, ibarat “tikus mati di lumbung padi“. Untuk menunjang kegiatan pengurasan minyak dan gas bumi di Sorong maka pada tahun 1932 dan tahun selanjutnya Belanja melakukan ekspansi pendaftaran tenaga kerja dari beberapa daerah di Papua, seperti ; Manokwari, Biak, Serui, Jayapura, Fak-fak, Merauke dan Ambon yang mencapai 6.000 orang untuk menjadi staff dan buruh yang bekerja di perusahan minyak Belanda yang disebut Netherlands New Guinea Petroleum Matscapay disingkat NNGPM.
Dengan kekuatan pengikut karyawan yang cukup besar, Belanda kemudian melakukan negosiasi dengan marga Ulim, Kwatolo, Osok, Kalami dan Bewela sebagai pemilik tanah adat dalam kota Sorong, dalam rangka kontrak tanah seluas 3.250 Ha. Tanah-tanah ini membentang dari sungai Klagison – Bukit Malasatibin – Malanu – Malalumai – Tanjung Batu (distrik Saoka). Kontrak yang dilakukan secara lisan dan sebagai imbalan jasa Belanda memberikan kelambu, belanga, kuwali, kampak, parang, dan rokok kepada setiap marga. Sejak kontrak ini berlaku maka dengan sendirinya tanah seluas 3.250 Ha menjadi milik NNGPM. Sebagai akibat dari penyerahan tanah ini, semua Masyarakat Adat Malamoi yang tinggal di sepanjang tanjung Dofior s/d Lapangan Sepak Bola Kampung Baru (dulu daerah ini masih hutan dan disebut sebagai kampung Malanu) harus dipindahkan ke kawasan di luar tanah milik NNGPM. Masyarakat kemudian menyingkir 10 km ke arah timur (sekarang daerah ini disebut kelurahan Malanu).
III. Dekade Integrasi
Setelah Belanda menyerah kepada Indonesia dan meninggalkan tanah Papua, semua aset yang ada di Papua termasuk di Sorong ditinggalkan oleh Belanda. Pemerintah Indonesia dengan legitimasi sebagai negara yang merdeka mulai dengan sistemnya menguasai dan mengklaim semua aset yang ditinggalkan Belanda sebagai aset negara dan menutup mata terhadap status politik tanah Papua.
-Tanah di Klamono dialihkan menjadi tanah milik PERMINA (sekarang menjadi PERTAMINA). Tanah NNGPM seluas 3.250 ha dialihkan menjadi tanah Negara. Pada tahun 1972 Permina memulai kegiatan seismic di Seget dan Salawati dibawah salah satu CV milik Aqao Meles (sekarang orangnya tinggal di pulau Duum). Selama kegiatan eksploitasi dan eksplorasi tambang minyak dan gas bumi baik di Klamono maupun Seget, Masyarakat Adat tidak mendapat pengakuan sebagai pemilik tanah adat dan tidak punya ruang untuk mengaksesnya.
-Tekanan terus berlangsung, beberapa kampung di Salawati daratan dijadikan satu lalu di pindahkan ke sebuah pulau yang bernama Yeflio. Kawasan perkampungan yang ditinggalkan kemudian dijadikan sebagai kawasan investasi milik PERTRO METREN perusahan asing rekanan Pertamina. Kondisi serupa juga terjadi di Waliam, Duriang Kari, Malabam dan Seget. Tekanan ini dengan sendirinya menciptakan marjinalisasi dan sampai sekarang masyarakat adat distrik Seget pada umumnya masih tinggal di rumah-rumah beratap sagu dan perkampungan di sana sangat kumuh dan jauh dari standar pemukiman yang layak.
-Di atas tanah-tanah Pertamina ini muncul bergagai jenis sertifikat tanah milik oknum staff Pertamina, investor, pejabat pemda dan TNI/Polri.
-Selain sertifikat tanah ada berbagai usaha dibuka, antara lain Sawmill, IPK, IHPHH, milik pengusaha-pengusaha kayu yang tinggal di Jakarta termasuk Robert Kardinal. Perhatian pemda terhadap masyarakat di sekitar daerah eksplorasi hampir tidak ada, sehingga rata-rata masyarakat di sekitar berada pada titik kebodohan, kemiskinan, dan penderitaan yang tiada tara
-Tanah negara 3.250 ha (bekas NNGPM menjadi lahan bisnis kaum imigran, investor besar kecil, dan negara sehingga mengakibatkan pemilik tanah adat kehilangan haknya dan hampir semuanya menjadi pihak tanpa tanah.
-Sejak tahun 1977 program transmigrasi pertama dicanangkan di Papua, tepatnya di Kelurahan Klasaman, lahan yang dibutuhkan sangat luas, mencapai 700.000 ha. Tanah-tanah masyarakat kemudian diserahkan pada pemerintah untuk program transmigrasi akibat adanya intimidasi militer. Hal serupa juga terjadi di wilayah transmigrasi lain, yaitu Aimas.
-HPH PT. Intimpura Timber Co. memulai kegiatan survei pada tahun 1990 di distrik Makbon di bawah bendera Pusat Koperasi Angkatan Darat (PusKopAD) milik Kodam Trikora Papua. Masyarakat adat tidak menghendaki HPH ini, namun aparat selalu berkata jika ada di antara masyarakat adat yang menahan dusunnya maka ia akan berhadapan dengan TNI. Yang melawan dan tidak mau menyerahkan hutannya akan didakwa menyembunyikan orang-orang yang melakukan aktifitas Organisasi Papua Merdeka (OPM) di sana. Dengan dugaan seperti ini membuat masyarakat trauma dan akhirnya harus menerima kehadiran PT. Intimpura.
-Pembayaran ganti rugi tidak sesuai dengan UU yang berlaku di negara ini, setiap pembayaran konpensasi selalu di lakukan di kantor Markas Komando Resort Militer (Makorem). Kompensasi yang diberikan tak lebih dari Rp 10 juta, bahkan banyak masyarakat yang yang tidak mendapatkan apa-apa.
-Semua perusahaan yang ada melakukan rekrutmen tenaga kerja secara diskriminatif, orang papua, khususnya orang Moi sangat dibatasi untuk masuk ke perusahaan-perusahaan. Kalaupun ada, mereka kebanyakan hanya jadi pekerja kasar.
-Selain HPH Intimpura, ada HPH Hasrat Wira Mandiri, HPH Hanorata, HPH Multi Wahana dan HPH Manca Raya Agro Mandiri. Lima HPH ini yang terbesar dan sangat merugikan masyarakat
Kasus-kasus di atas lama kelamaan dengan sendirinya melahirkan 1001 macam rasa kecewa, sekaligus memicu gagasan-gagasan baru untuk berjuang. Baca selengkapnya..
Rabu, 09 Februari 2011
Kerusakan Lingkungan di Kampung Malaumkarta
Selasa 17. Agustus 2010 di kampung malaumkarta, distrik makbon kabupaten sorong papua barat, terjadi suatu kejadian yang tidak manusiawi, dan merugikan banyak orang yaitu 3 orang pekerja jalan dari PT. Papua Alam Mandiri Kontraktor Jalan yang diantaranya Slamet, Ruslan dan Yoap Sani Melakukan Pemotasan di Kali Klauwgan yang merupakan kali utama yang menjadi konsumsi masyarakat kampong mlaumkarta. Kejadian ini akibat seorang Pengawas Jalan (Slamet) memaksa ke dua anak di Basecamp kerja yang berlokasi dekat kampung baingkete poros jalan utama sorong-manokwari. Dengan menggunakan motor milik Slamet sebagai pengawas jalan, mereka 3 (bertiga) menulusuri jalan dari kampung Baigkete menuju kampung malaumkara, yang berjarak 7 km bangkete. Dengan menggunakan kendaraan roda 2 milik pengawas jalan Slamet, DS. Polisi 4701 HL mereka bertiga bergoncengan menuju keli klauwgan yang berada di kampung malaumkarta. Setibanya di sana lalu mereka melakukan pemotasan di kepala air klaugan untuk mencari udang. Sebelum terjadinya kegiatan sejumlah rentetan kegiatan keji pengrusakan lingkungan ini suda berulang kali terjadi di kampung malaumkata, dimana pelaku yang sama pada tanggal 7 Agustus sekitar jam 4 sore telah melakukan pemotasan di kali Mibi kampung Malaumkarta, kejadian ini di temukan oleh salah seorang warga masyakarat dan anaknya.
II. Penyebab Masalah
Terjadi suatu permasalahan yang tidak di duga bersama yaitu Pemotasan di kali utama (kluwgan), kali utama yang selalu di gunakan sebagai konsumsi Rumah Tangga Masyarakat Kampung malaumkarta dengan jumlah KK 89 dan jumlah jiwa 426 orang. Akibat dari pemotasan tersebut, terjadi pengeroyokan/pemukulan terhadap 2 (dua) orang pelaku ke 2 yaitu :
1. Ruslan
2. Yoap Sani
Sementara itu Pengawas Proyek SLAMET sebagai dalang utama yang memprakasai kejadian keji tidak terpuji ini melarikan diri.
III. Analisa Masalah Sementara
Pelaku Melakukan Pemotasan pada tanggal 17 Agustus sebagai HUT RI
Ancaman Pelaku Utama, SLAMET kepada 2 orang anak buahnya untuk harus melakukan pekerjaan pemotasan di kali utama yang di gunakan oleh masyarakat sebagai konsumsi rumah tangga.
Ada Indikasi Pembunuhan terncana oleh pelaku utama, SLAMET
Ada Indikasi Adu domba masyarakat Moi di Malaumkarta, dan Asbaken karena ada salah seorang anak moi yaitu Yoap Sani yang diajak untuk ikut melakukan pemotasan di kali klauwgan.
IV.Saksi :
1.Yulius Sapisa dan Istrinya
2.Keliopas Kalami dan Bernad Kolis
3.Marten Sapisa
4.Yusub Salamala
5.Lalu datang lah semua masyarakat Malaumkarta
V.Kerugian
1.Kerugian Ekologi, yaitu pengrusakan lingkungan, dengan matinya udang dan
seluruh biota kali.
2.Motor Milik Pelakuk utama di rusak oleh masa. Baca selengkapnya..
II. Penyebab Masalah
Terjadi suatu permasalahan yang tidak di duga bersama yaitu Pemotasan di kali utama (kluwgan), kali utama yang selalu di gunakan sebagai konsumsi Rumah Tangga Masyarakat Kampung malaumkarta dengan jumlah KK 89 dan jumlah jiwa 426 orang. Akibat dari pemotasan tersebut, terjadi pengeroyokan/pemukulan terhadap 2 (dua) orang pelaku ke 2 yaitu :
1. Ruslan
2. Yoap Sani
Sementara itu Pengawas Proyek SLAMET sebagai dalang utama yang memprakasai kejadian keji tidak terpuji ini melarikan diri.
III. Analisa Masalah Sementara
Pelaku Melakukan Pemotasan pada tanggal 17 Agustus sebagai HUT RI
Ancaman Pelaku Utama, SLAMET kepada 2 orang anak buahnya untuk harus melakukan pekerjaan pemotasan di kali utama yang di gunakan oleh masyarakat sebagai konsumsi rumah tangga.
Ada Indikasi Pembunuhan terncana oleh pelaku utama, SLAMET
Ada Indikasi Adu domba masyarakat Moi di Malaumkarta, dan Asbaken karena ada salah seorang anak moi yaitu Yoap Sani yang diajak untuk ikut melakukan pemotasan di kali klauwgan.
IV.Saksi :
1.Yulius Sapisa dan Istrinya
2.Keliopas Kalami dan Bernad Kolis
3.Marten Sapisa
4.Yusub Salamala
5.Lalu datang lah semua masyarakat Malaumkarta
V.Kerugian
1.Kerugian Ekologi, yaitu pengrusakan lingkungan, dengan matinya udang dan
seluruh biota kali.
2.Motor Milik Pelakuk utama di rusak oleh masa. Baca selengkapnya..
Minggu, 06 Februari 2011
POTENSI WISATA.
Malaumkarta memiliki sejumlah potensi daya tarik wisata alam dan budaya yang dapat dikembangkan menjadi Objek dan Daya darik Wisata (ODTW) daerah . Dari berbagai potensi tersebut, maka peluang untuk pengembangan Masyarakat lokal kearah kemandirian pengelolaan secara kearifan dapat terlaksana.
Potensi Wisata Kampung Malaumkarta dapat dibagi menurut Jenis Potensinya sebagai berikut :

1.Potensi Wisata Alam :

a. Laut
-Terumbu Karang(corals)
-Ikan duyung (Dugong)
-Berbagai jenis ikan karang, ikan hias,ikan langka
-Reef Safur ( wide reef )
-Lobster,penyu,lola dan teripang
b. Darat
-Pesisir daratan pantai pasir putih yang luas dan panjang
-Goa Kalabus
-Jalur Trekk (Treking path)
-Air Terjun
c. Pulau Um :
-Pantai pasir putih yang mengelilingi pulau
-Burung camar
-Burung kelelawar
-Burung Ayam hutang (Common Moorhen)
-Burung Kingfisher (kingfisher bird)
2. Potensi Wisata Religi :
-Tugu Injil Gonof (Gospel memorial )
-Areal tugu injil ( camping area )
3. Potensi Wisata history :
-Peninggalan pesawat jepang perang dunia II
Dibawah laut ( world war II aircraft remaining )
4. Potensi Wisata Budaya :
-Cara hidup masyarakat lokal
-Adat istiadat lokal
-Tari-tarian lokal
-Kerajinan tangan lokal
Baca selengkapnya..
Potensi Wisata Kampung Malaumkarta dapat dibagi menurut Jenis Potensinya sebagai berikut :

1.Potensi Wisata Alam :
a. Laut
-Terumbu Karang(corals)
-Ikan duyung (Dugong)
-Berbagai jenis ikan karang, ikan hias,ikan langka
-Reef Safur ( wide reef )
-Lobster,penyu,lola dan teripang
-Pesisir daratan pantai pasir putih yang luas dan panjang
-Goa Kalabus
-Jalur Trekk (Treking path)
-Air Terjun

-Pantai pasir putih yang mengelilingi pulau
-Burung camar
-Burung kelelawar
-Burung Ayam hutang (Common Moorhen)
-Burung Kingfisher (kingfisher bird)
2. Potensi Wisata Religi :
-Tugu Injil Gonof (Gospel memorial )
-Areal tugu injil ( camping area )
-Peninggalan pesawat jepang perang dunia II
Dibawah laut ( world war II aircraft remaining )
4. Potensi Wisata Budaya :
-Cara hidup masyarakat lokal
-Adat istiadat lokal
-Tari-tarian lokal
-Kerajinan tangan lokal
Sabtu, 05 Februari 2011
SISTEM PERKAWINAN SUKU MOI
A.GAMBARAN UMUM
Proses Perkawinan secara adat oleh suku Moi adalah, suatu proses pernikahan atau perkwinan yang harus di lewati bagi generasi suku moi dewasa ini. Perkawinan adat pada suku moi yaitu seuatu perkawinan yang mengikuti jalur perkawinan secara struktur dan peradaban suku di wilayah kepala burung Malamoi (msang, mgelak, mamtolok) dalam suku moi. Tentunya bila generasi dewasa ini memahami system dan silsilah perkawinan ini sangatlah baik dan bernilai tinggi, tidak semua wanita suku moi menjadi jodoh bagi kita, karena wanita yang kita jumpai bisa jadi bukan jalur perkawinan kita. Ini adalah hal yang unik dan bagi suku moi dalam pengaturan system dan jalur-jalur perkawinan. Hal-hal yang membatasi atau mengatur perkawinan pada suku moi adalah struktur keluarga dalam suatu perjalanan peradaban suku Moi.
Peradaban suku moi dalam sub-sub rumpun inilah yang menjadi dasar untuk mengatur system perkawinan, misalanya:
Marga Besar Ulim (Sangkulung)
1. Sapisa
2. Ulim
3. Doo
4. Salamala
5. Magablo
6. Ulimpa
7. Ulala
8. Patele
9. Sni
10. Usili
11. Yeblo
12. Yesnat
13. Kalalu
14. dll
Marga Besar Bisi (sanu)
1. Kokmala
2. Bisi
3. Mobilala
4. Ulimene
5. Yempolo
6. Idik
7. Kalami
8. dll
Sangkeleng
1. Malak
2. Mili
3. Osok
4. dll
B.PROSES PEMININGAN (Kamfawe)
Sebelum memulai dengan pernikahan, di awali dengan peminangan dari keluarga laki-laki kepada keluarga perempuan dengan mengikuti jalur perkawinan yang telah ada. Peminangan oleh keluarga laki-laki kepada keluarga perempuan di lalui dengan berapa tahap:
•Proses Pra Peminangan.
Dalam pra peminangan ini keluarga laki-laki datang dan melakukan pertemuan langsung di rumah keluarga perempuan. Proses ini di lalui dengan diskusi pendek oleh kedua belah pihak, jikalau di dalam proses ini disepakati untuk pernikahan maka proses peminangan pertama akan di lakukan oleh keluarga laki-laki, dan apabila keluarga perempuan tidak menyetujui maka proses selanjutnya tidak di laksnakan.
•Proses Peminangan Pertama (kamfawe puduk)
Keluarga laki-laki datang di rumah keluarga perempuan ataupun keluarga perempuan datang ke rumah keluarga laki-laki untuk proses ikatan. Tata laksana proses ikatan pertama biasanya di khususkan untuk ibu dan ayah kandung dari anak perempuan, ikatan ini tidak ada keluarga dekat (bapk ade, bapak tua) dari perempuan yang tau hanya ayah kandung dan ibu kandung, dan sifatnya rahasia.
Besar dari ikatan pertama ini biasanya tidak di tentukan oleh keluarga perempuan, di atur besarnya oleh keluarga laki-laki (tidak ada saham). Jarak waktu dari ikatan pertama ini bisa lama misalnya 6 bulan, 1 tahun bahkan 2 tahun.
• Proses Peminangan Kedua (Kamfawe Plobok)
Dalam propses peminangan ke dua terjadi kesepakatan bersama oleh kedua belah pihak untuk menentukan waktu dan tata laksana dalam puncak acara nikah adat. Dalam proses ini kedua belah pihak menyepakati waktu dan persiapan acara nikah adat (lagibala).
Besarnya harta dari Ikatan ke dua biasanya juga tidak di tentukan oleh keluarga perempuan yang terdekat namun semua keluarga dari penganting perempuan mendapat bagian harta dalam ikatan ke dua. Dalam proses ini juga daftar harta dari kelaurga perempuan sudah masuk ke keluarga laki-laki sebabagai pegangan menghitung kekuatan dari pihak perempuan, terutama tentang permintaan harta.
C. PERNIKAHAN ADAT (Lagibala)
Pernikahan adat atau lagibala adalah puncak acara yang di lalui dalam pernikahan adat suku Moi. Prosesi pernihan adat suku Moi di atur sedemikian rupa mulai dari persiapan harta, penganting bahkan konsumsi. Prosesi acara pernikahan di atur mulai dari:
1)Prosesi Penghiasan oleh Keluarga Penganting Perempuan.
Kelauarga Perempuan menghiasi anaknya di rumah dengan atribut penganting sbb:
•Noken Penganting (Kwoklaman) di dalamnya berisikan tikar tidur (kalik lagi), tikar
hujan (kalik dala), air di bambu yang di timbah dari tanah asal seorang
penganting wanita (kla,alfu), halia merah (dangkban) dan pakian penganting.
•Dayang-dayang (lagibala pgolok) di hiasi juga mengunakan pakian penganting, tidak ada atribut yang di bawah. Dayang-dayang ini biasanya satu orang atau dua. Dayang- dayang di hiasi dengan manic-manik, ating, makota yang terbuat dari tikar hutan dan gelang lalu menggunakan selendang kain timur. Dayang-daya selalu duduk mendampingi penganting dari perhiasan awal sampai selesai puncak acara. Keluarga laki-laki wajib membayar dayang-dayang tersebut.
•Air Penganting (kla,alfu) adalah air yang di timbah oleh keluarga perempuan dari tanah asanya di isi dalam bambu yang di hiasi lalu tutupan bambu di tututup dengan daun gisimlas (bhs moi). Kla,alfu mempunyai arti dan nilai budaya yang cukup tinggi, yaitu menandakan seorang wanita masuk ke dalam keluarga laki-laki makan dan minim air di tanah seorang laki-laki. Tetapi juga air tersebut akan menjadi jamuan pertama. Air yang di bawan di rebus menggunakan bambu hingga mendidih lalu air tersebut di pakai untuk membuat papeda di makan oleh ke dua penganting baru tersebut. Apabila ada sisah dari papeda tersebut langsung di makan oleh keluarga dari laki-laki, itulah tanda jamuan pertama penganting wanita dan itu tanda kasih sayang.
2)Prosesi di rumah Penganting.
Prosesi di rumah penganting di lakukan dengan menyanyi lagu-lagu penganting, sambil membunyikan gong. Lagu-lagu penganting selalu menyebutkan perjalanan penganting perempuan ke rumah atau keluarga laki-laki. Misalnya lagu:
“Kolk mo nama se”
Kolk mo nama se
Sangkulung kiyem nino
Tebewai Pusu nim……
Awe Sangkulng lagi mo….
Dan masih banyak lagi lagu- lagu yang di nyanyikan mengantar seorang wanita ke rumah mempelai laki-laki. Di dalam menyanyikan lagu-lagu (iyala), sambil memukul Gong dan bernyanyi biasanyanya juga menarik harta dari keluarga laki-laki untuk harus membayar kepada perempuan.
3)Prosesi mengantar penganting wanita ke rumah laki-laki
Penganting wanita di antar ke rumah penganting laki-laki dengan cara mendukung oleh saudara laki-laki dari penganting perempuan sambil di iringi dengan gong dan lagu-lagu penganting.
4)Prosesi Pengulingan/isap Rokok (buk sabak)
Setibanya di rumah di mulai dengan acara pengulingan rokok yang di mulai oleh keluarga perempuan. Rokok tembako yang di keringakan kemudian di lilit menjadi sebatang rokok di bakar dan mulai di isap oleh salah satu orang tua perempuan sebanyak empat kali dan kemudian rokok tersebut di serahkan kepada penganting perempuan lalu penganting perempuan juga mengisapnya sebanyak empat kali berikut rokok tersebut di serahkan oleh penganting perempuan kepada penganting laki-laki lalu memukul batang rokok tersebut sebanyak empat kali juga. Setelah itu sebatang rokok tadi di pegang oleh laki-laki dan selanjutnya di serahkan kepada saudara perempuan dari mempelai laki-laki untuk di isap sebanyak empat kali juga. Sisa dari rokok tersebut di simpan oleh saudara perempuan yang di tuakan dari mempelai laki-laki.
Nilai utama dari rokok tersebut adalah suatu perjanjian dari kedua belah mepelai untuk salaing bahu-membahu membangun keluarganya. Bila terjadi pelanggaran dari salah satu penganting seperti perselingkuhan maka arti rokok tadi akan menjadi masalah yang besar dan melibatkan tokoh adat. Urusan adat dari pelanggaran suami istri akibat suatu pelanggran suami istri dari rokok buk sabak bisa sampai ke perang honggi.
5)Prosesi Makan Papeda.
Setelah prosesi isap rokok di mulai lagi dengan makan papeda yang di sediakan oleh keluarga perempuan, sebagai tanda pelayanan pertama kepada suami dan keluarganya. Proses ini hanya ada satu piring yang di sediakan untuk lauk (ikan/daging dan sayur). Dua gata-gata papeda di taruh berarahan dengan kedua mempelai lalu sebelum di makan oleh ke dua mempelai di lakukan proses pertukaran gata-gata papeda berputar papeda sebanyak empat kali, setelah itu baru di makan oleh keluarga mempelai laki-laki.
6)Prosesi Penanaman Dangkban (tanaman sejenis halia merah)
Proses penanaman dangkaban di lakukan setelah harta di bagi habis oleh keluarga perempuan. Dangkban di tanam pada depan atau samping rumah laki-laki. Prosesnya kedua mempelai berdiri berhadapan lalu ujing ibu jari kaki kanan bersentuhan di celah kaki kedua mempelai di buat lubang lalu di tanah dangkban tersebut. Itu satu tanda kesuburan seorang wanita.
7)Prosesi Pembongkaran Noken Penganting (Kwok Lamun)
Prosesi mengeluarkan noken penganting ini di rumah keluarga laki-laki di saksikan oleh keluarga perempuan biasanya bisa 1-3 bualan setelah acara nikah adat di atas. Tidak banyak yang hadir cukup orang tertentu atau keluarga dekat dari keluarga mempelai perempuan.
D.HARTA BESAR (Ka,ata)
Pembayaran harta besar sama meriah dengan nikah adat, pembayaran harta besar bisa lama bertahun-tahun 10-20 tahun kemudian. Di dalam pembayaran harta besar di sini terjadi penarikan saham dari oleh keluarga perempuan yang mana keluarga yang perna memberikan harta membayar ibu dari mempelai perempuan menuntut kepada keluarga laki-laki untuk harus menggenapi apa yang pernah di keluarkan oleh keluarga perempuan, dalam bahasa moi di sebut “selek”. Selek adalah saham harta yang di tuntut oleh keluarga perempuan kepada laki-laki.
E.BAYAR TULANG (pgu)
Bayar tulang (pgu) adalah proses pembayaran terakhir oleh keluarga laki-laki yang di lakukan setelah istri meninggal dunia baik dalam umur tua maupun muda. Nilai dari proses ini biasanya sifatnya mengikat kedua belah pihak agar tidak terpisah.
Setalah pembayaran pgu, keturunan dari pihak laki-laki boleh mengambil wanita lagi dari keluarga atau marga yang sama.
Inilah proses perkawinan yang perlu di wariskan dalam suku moi, karena bebarapa hal mendasar yaitu:
Menjaga jalur perkawinan dalam struktur adat suku moi
Ada nilai dasar yang terkandung dari proses di atas
Memperkuat nilai kearifan local suku moi Baca selengkapnya..
Proses Perkawinan secara adat oleh suku Moi adalah, suatu proses pernikahan atau perkwinan yang harus di lewati bagi generasi suku moi dewasa ini. Perkawinan adat pada suku moi yaitu seuatu perkawinan yang mengikuti jalur perkawinan secara struktur dan peradaban suku di wilayah kepala burung Malamoi (msang, mgelak, mamtolok) dalam suku moi. Tentunya bila generasi dewasa ini memahami system dan silsilah perkawinan ini sangatlah baik dan bernilai tinggi, tidak semua wanita suku moi menjadi jodoh bagi kita, karena wanita yang kita jumpai bisa jadi bukan jalur perkawinan kita. Ini adalah hal yang unik dan bagi suku moi dalam pengaturan system dan jalur-jalur perkawinan. Hal-hal yang membatasi atau mengatur perkawinan pada suku moi adalah struktur keluarga dalam suatu perjalanan peradaban suku Moi.
Peradaban suku moi dalam sub-sub rumpun inilah yang menjadi dasar untuk mengatur system perkawinan, misalanya:
Marga Besar Ulim (Sangkulung)
1. Sapisa
2. Ulim
3. Doo
4. Salamala
5. Magablo
6. Ulimpa
7. Ulala
8. Patele
9. Sni
10. Usili
11. Yeblo
12. Yesnat
13. Kalalu
14. dll
Marga Besar Bisi (sanu)
1. Kokmala
2. Bisi
3. Mobilala
4. Ulimene
5. Yempolo
6. Idik
7. Kalami
8. dll
Sangkeleng
1. Malak
2. Mili
3. Osok
4. dll
B.PROSES PEMININGAN (Kamfawe)
Sebelum memulai dengan pernikahan, di awali dengan peminangan dari keluarga laki-laki kepada keluarga perempuan dengan mengikuti jalur perkawinan yang telah ada. Peminangan oleh keluarga laki-laki kepada keluarga perempuan di lalui dengan berapa tahap:
•Proses Pra Peminangan.
Dalam pra peminangan ini keluarga laki-laki datang dan melakukan pertemuan langsung di rumah keluarga perempuan. Proses ini di lalui dengan diskusi pendek oleh kedua belah pihak, jikalau di dalam proses ini disepakati untuk pernikahan maka proses peminangan pertama akan di lakukan oleh keluarga laki-laki, dan apabila keluarga perempuan tidak menyetujui maka proses selanjutnya tidak di laksnakan.
•Proses Peminangan Pertama (kamfawe puduk)
Keluarga laki-laki datang di rumah keluarga perempuan ataupun keluarga perempuan datang ke rumah keluarga laki-laki untuk proses ikatan. Tata laksana proses ikatan pertama biasanya di khususkan untuk ibu dan ayah kandung dari anak perempuan, ikatan ini tidak ada keluarga dekat (bapk ade, bapak tua) dari perempuan yang tau hanya ayah kandung dan ibu kandung, dan sifatnya rahasia.
Besar dari ikatan pertama ini biasanya tidak di tentukan oleh keluarga perempuan, di atur besarnya oleh keluarga laki-laki (tidak ada saham). Jarak waktu dari ikatan pertama ini bisa lama misalnya 6 bulan, 1 tahun bahkan 2 tahun.
• Proses Peminangan Kedua (Kamfawe Plobok)
Dalam propses peminangan ke dua terjadi kesepakatan bersama oleh kedua belah pihak untuk menentukan waktu dan tata laksana dalam puncak acara nikah adat. Dalam proses ini kedua belah pihak menyepakati waktu dan persiapan acara nikah adat (lagibala).
Besarnya harta dari Ikatan ke dua biasanya juga tidak di tentukan oleh keluarga perempuan yang terdekat namun semua keluarga dari penganting perempuan mendapat bagian harta dalam ikatan ke dua. Dalam proses ini juga daftar harta dari kelaurga perempuan sudah masuk ke keluarga laki-laki sebabagai pegangan menghitung kekuatan dari pihak perempuan, terutama tentang permintaan harta.
C. PERNIKAHAN ADAT (Lagibala)
Pernikahan adat atau lagibala adalah puncak acara yang di lalui dalam pernikahan adat suku Moi. Prosesi pernihan adat suku Moi di atur sedemikian rupa mulai dari persiapan harta, penganting bahkan konsumsi. Prosesi acara pernikahan di atur mulai dari:
1)Prosesi Penghiasan oleh Keluarga Penganting Perempuan.
Kelauarga Perempuan menghiasi anaknya di rumah dengan atribut penganting sbb:
•Noken Penganting (Kwoklaman) di dalamnya berisikan tikar tidur (kalik lagi), tikar
hujan (kalik dala), air di bambu yang di timbah dari tanah asal seorang
penganting wanita (kla,alfu), halia merah (dangkban) dan pakian penganting.
•Dayang-dayang (lagibala pgolok) di hiasi juga mengunakan pakian penganting, tidak ada atribut yang di bawah. Dayang-dayang ini biasanya satu orang atau dua. Dayang- dayang di hiasi dengan manic-manik, ating, makota yang terbuat dari tikar hutan dan gelang lalu menggunakan selendang kain timur. Dayang-daya selalu duduk mendampingi penganting dari perhiasan awal sampai selesai puncak acara. Keluarga laki-laki wajib membayar dayang-dayang tersebut.
•Air Penganting (kla,alfu) adalah air yang di timbah oleh keluarga perempuan dari tanah asanya di isi dalam bambu yang di hiasi lalu tutupan bambu di tututup dengan daun gisimlas (bhs moi). Kla,alfu mempunyai arti dan nilai budaya yang cukup tinggi, yaitu menandakan seorang wanita masuk ke dalam keluarga laki-laki makan dan minim air di tanah seorang laki-laki. Tetapi juga air tersebut akan menjadi jamuan pertama. Air yang di bawan di rebus menggunakan bambu hingga mendidih lalu air tersebut di pakai untuk membuat papeda di makan oleh ke dua penganting baru tersebut. Apabila ada sisah dari papeda tersebut langsung di makan oleh keluarga dari laki-laki, itulah tanda jamuan pertama penganting wanita dan itu tanda kasih sayang.
2)Prosesi di rumah Penganting.
Prosesi di rumah penganting di lakukan dengan menyanyi lagu-lagu penganting, sambil membunyikan gong. Lagu-lagu penganting selalu menyebutkan perjalanan penganting perempuan ke rumah atau keluarga laki-laki. Misalnya lagu:
“Kolk mo nama se”
Kolk mo nama se
Sangkulung kiyem nino
Tebewai Pusu nim……
Awe Sangkulng lagi mo….
Dan masih banyak lagi lagu- lagu yang di nyanyikan mengantar seorang wanita ke rumah mempelai laki-laki. Di dalam menyanyikan lagu-lagu (iyala), sambil memukul Gong dan bernyanyi biasanyanya juga menarik harta dari keluarga laki-laki untuk harus membayar kepada perempuan.
3)Prosesi mengantar penganting wanita ke rumah laki-laki
Penganting wanita di antar ke rumah penganting laki-laki dengan cara mendukung oleh saudara laki-laki dari penganting perempuan sambil di iringi dengan gong dan lagu-lagu penganting.
4)Prosesi Pengulingan/isap Rokok (buk sabak)
Setibanya di rumah di mulai dengan acara pengulingan rokok yang di mulai oleh keluarga perempuan. Rokok tembako yang di keringakan kemudian di lilit menjadi sebatang rokok di bakar dan mulai di isap oleh salah satu orang tua perempuan sebanyak empat kali dan kemudian rokok tersebut di serahkan kepada penganting perempuan lalu penganting perempuan juga mengisapnya sebanyak empat kali berikut rokok tersebut di serahkan oleh penganting perempuan kepada penganting laki-laki lalu memukul batang rokok tersebut sebanyak empat kali juga. Setelah itu sebatang rokok tadi di pegang oleh laki-laki dan selanjutnya di serahkan kepada saudara perempuan dari mempelai laki-laki untuk di isap sebanyak empat kali juga. Sisa dari rokok tersebut di simpan oleh saudara perempuan yang di tuakan dari mempelai laki-laki.
Nilai utama dari rokok tersebut adalah suatu perjanjian dari kedua belah mepelai untuk salaing bahu-membahu membangun keluarganya. Bila terjadi pelanggaran dari salah satu penganting seperti perselingkuhan maka arti rokok tadi akan menjadi masalah yang besar dan melibatkan tokoh adat. Urusan adat dari pelanggaran suami istri akibat suatu pelanggran suami istri dari rokok buk sabak bisa sampai ke perang honggi.
5)Prosesi Makan Papeda.
Setelah prosesi isap rokok di mulai lagi dengan makan papeda yang di sediakan oleh keluarga perempuan, sebagai tanda pelayanan pertama kepada suami dan keluarganya. Proses ini hanya ada satu piring yang di sediakan untuk lauk (ikan/daging dan sayur). Dua gata-gata papeda di taruh berarahan dengan kedua mempelai lalu sebelum di makan oleh ke dua mempelai di lakukan proses pertukaran gata-gata papeda berputar papeda sebanyak empat kali, setelah itu baru di makan oleh keluarga mempelai laki-laki.
6)Prosesi Penanaman Dangkban (tanaman sejenis halia merah)
Proses penanaman dangkaban di lakukan setelah harta di bagi habis oleh keluarga perempuan. Dangkban di tanam pada depan atau samping rumah laki-laki. Prosesnya kedua mempelai berdiri berhadapan lalu ujing ibu jari kaki kanan bersentuhan di celah kaki kedua mempelai di buat lubang lalu di tanah dangkban tersebut. Itu satu tanda kesuburan seorang wanita.
7)Prosesi Pembongkaran Noken Penganting (Kwok Lamun)
Prosesi mengeluarkan noken penganting ini di rumah keluarga laki-laki di saksikan oleh keluarga perempuan biasanya bisa 1-3 bualan setelah acara nikah adat di atas. Tidak banyak yang hadir cukup orang tertentu atau keluarga dekat dari keluarga mempelai perempuan.
D.HARTA BESAR (Ka,ata)
Pembayaran harta besar sama meriah dengan nikah adat, pembayaran harta besar bisa lama bertahun-tahun 10-20 tahun kemudian. Di dalam pembayaran harta besar di sini terjadi penarikan saham dari oleh keluarga perempuan yang mana keluarga yang perna memberikan harta membayar ibu dari mempelai perempuan menuntut kepada keluarga laki-laki untuk harus menggenapi apa yang pernah di keluarkan oleh keluarga perempuan, dalam bahasa moi di sebut “selek”. Selek adalah saham harta yang di tuntut oleh keluarga perempuan kepada laki-laki.
E.BAYAR TULANG (pgu)
Bayar tulang (pgu) adalah proses pembayaran terakhir oleh keluarga laki-laki yang di lakukan setelah istri meninggal dunia baik dalam umur tua maupun muda. Nilai dari proses ini biasanya sifatnya mengikat kedua belah pihak agar tidak terpisah.
Setalah pembayaran pgu, keturunan dari pihak laki-laki boleh mengambil wanita lagi dari keluarga atau marga yang sama.
Inilah proses perkawinan yang perlu di wariskan dalam suku moi, karena bebarapa hal mendasar yaitu:
Menjaga jalur perkawinan dalam struktur adat suku moi
Ada nilai dasar yang terkandung dari proses di atas
Memperkuat nilai kearifan local suku moi Baca selengkapnya..
Kamis, 03 Februari 2011
MASYARAKAT ADAT DI ERA REFORMASI
MASYARAKAT ADAT DI ERAH REFORMASI
Oleh : Torianus Kalami
Latar Belakang.
Masyarakat adat di sekelilingi kita akhir-akhir ini tak mau tinggal diam. Dari waktu ke waktu selalu ada saja protes mereka kepada Negara (baca: Pemerintah).
Demonstrasi massa dan palang-memalang bagi mereka tak asing lagi. Mulai dari masalah tanah, Penerimanaan CPNS, Pembagian kursih Legislatif, pemekaran wilayah (yang menolak yang menerima) sampai pada masalah politik krusial lainnya, pokoknya semua yang berbau pelanggarang HAM, KKN dan diskriminasi selalu disoroti Masyarakat Adat. masalah yang atau belum tuntas muncul lagi masalah lainnya begitu dan seterusnya. Menghadapi kondisih ini, aparat negera yang merupakan sasaran protes tak mau berggemin, mereka selaluh berlindung dibalik alasan klasik; semua sudah sesuai prosedur atau semua warga Negara diperilakukan sama didepan hukum dan kebijakan publik. Di balik alasan klasik di atas , masih ada lagi dua asumsi yang muncul di masyarakat umum dalam melihat Masyarakat Adat di era reformasih dewasa ini.
ASUMSI PERTAMA, melihat bahwa Masyarakat Ada telah menggunakan’’organisasi adat ‘’untuk kepentingan politik. Menurut pandangan ini Masyarakat Adat dan organisasi nya hanya khusus berbicara dan mengurus hal –hal seperti tari-tarian, perkawinan adat, benda-benda budaya dan keramat serta cerita –cerita mitos. Atau Adat itu hanya berhubungan dengan masa lalu jadi orang-orang tualah yang lebih banyak tahu Adat, bilah merekah saudah meninggal tamatlah Adat itu. Asumsi ini juga menilai bahwa semua yang berbu Adat adalah kuno, primitive, gelap, kafir, iblis dan dianggap sebagai ajaran sesat.
AMSUMSI KE DUA: pandangan ini melihat Masyarakat Adat dan Adat nya sebagai issu sentral setelah dihadiri sebagai indeologi. Pandangan ini, melihat dan menilai Adat telah ada dalam berbagai dimensi kehidupan manusia seperti: sitem kepercayaan kepada Tuhan Yesus Sebagai Juru Slamat Manusia, pandangan hidup berbangsa, cita–cita hukum, kehidupan budaya, sosioal, politik, tata pemerintahan dan pertahanan keamanan. Intinya ,Adat mengisih seluruh ruang pembangunan karena Adat telah ada sejak dahulu kalah sebelum datangnya Agama Moderen dan negera buatan kaum colonial kapitalis.
Antara kedua asumsi di atas, asumsi pertama melihat Masyarakat Adat dan organisasilainya dalam arti sempit bahkan cenderung negatif. Asumsi ini muncul dari benak generasi instan yang telah di cuci otaknya (baca:diindotrinisasi) oleh idiologi bangsa-bangsa lain terutama dari benua eropa dan arab atau masuknya peradaban asing. Disini perlu dilakukan gerkan kembali ke Adat (back to Custom ) karena sadar atau tidak, Masyarakat Adat telah berada dalam suatu perjalanan panjang; perjalanan pengembaraan dalam rangka mencari indentitas diantara bangsa-bangsa lain. Apabila proses pencarian identitas dimaksud dilakukan sebagai upaya memperkuat identitas asli maka perjalanan itu adalah suatu pengembaraan yang penu ketidak pastian (kutukan ). Kata orang tahu Adat berarti beradab (berkat), tidak tahu Adat berarti biadab (kutukan ), bangsa yang tahu Adat berarti bangsa yang beradab (diberkati) demikian pula sebaliknya, bangsa yang tidak tahu Adat berti bangsa biadab (dikutuk) #Maladum 26 jan 2010 Baca selengkapnya..
Oleh : Torianus Kalami
Latar Belakang.
Masyarakat adat di sekelilingi kita akhir-akhir ini tak mau tinggal diam. Dari waktu ke waktu selalu ada saja protes mereka kepada Negara (baca: Pemerintah).
Demonstrasi massa dan palang-memalang bagi mereka tak asing lagi. Mulai dari masalah tanah, Penerimanaan CPNS, Pembagian kursih Legislatif, pemekaran wilayah (yang menolak yang menerima) sampai pada masalah politik krusial lainnya, pokoknya semua yang berbau pelanggarang HAM, KKN dan diskriminasi selalu disoroti Masyarakat Adat. masalah yang atau belum tuntas muncul lagi masalah lainnya begitu dan seterusnya. Menghadapi kondisih ini, aparat negera yang merupakan sasaran protes tak mau berggemin, mereka selaluh berlindung dibalik alasan klasik; semua sudah sesuai prosedur atau semua warga Negara diperilakukan sama didepan hukum dan kebijakan publik. Di balik alasan klasik di atas , masih ada lagi dua asumsi yang muncul di masyarakat umum dalam melihat Masyarakat Adat di era reformasih dewasa ini.
ASUMSI PERTAMA, melihat bahwa Masyarakat Ada telah menggunakan’’organisasi adat ‘’untuk kepentingan politik. Menurut pandangan ini Masyarakat Adat dan organisasi nya hanya khusus berbicara dan mengurus hal –hal seperti tari-tarian, perkawinan adat, benda-benda budaya dan keramat serta cerita –cerita mitos. Atau Adat itu hanya berhubungan dengan masa lalu jadi orang-orang tualah yang lebih banyak tahu Adat, bilah merekah saudah meninggal tamatlah Adat itu. Asumsi ini juga menilai bahwa semua yang berbu Adat adalah kuno, primitive, gelap, kafir, iblis dan dianggap sebagai ajaran sesat.
AMSUMSI KE DUA: pandangan ini melihat Masyarakat Adat dan Adat nya sebagai issu sentral setelah dihadiri sebagai indeologi. Pandangan ini, melihat dan menilai Adat telah ada dalam berbagai dimensi kehidupan manusia seperti: sitem kepercayaan kepada Tuhan Yesus Sebagai Juru Slamat Manusia, pandangan hidup berbangsa, cita–cita hukum, kehidupan budaya, sosioal, politik, tata pemerintahan dan pertahanan keamanan. Intinya ,Adat mengisih seluruh ruang pembangunan karena Adat telah ada sejak dahulu kalah sebelum datangnya Agama Moderen dan negera buatan kaum colonial kapitalis.
Antara kedua asumsi di atas, asumsi pertama melihat Masyarakat Adat dan organisasilainya dalam arti sempit bahkan cenderung negatif. Asumsi ini muncul dari benak generasi instan yang telah di cuci otaknya (baca:diindotrinisasi) oleh idiologi bangsa-bangsa lain terutama dari benua eropa dan arab atau masuknya peradaban asing. Disini perlu dilakukan gerkan kembali ke Adat (back to Custom ) karena sadar atau tidak, Masyarakat Adat telah berada dalam suatu perjalanan panjang; perjalanan pengembaraan dalam rangka mencari indentitas diantara bangsa-bangsa lain. Apabila proses pencarian identitas dimaksud dilakukan sebagai upaya memperkuat identitas asli maka perjalanan itu adalah suatu pengembaraan yang penu ketidak pastian (kutukan ). Kata orang tahu Adat berarti beradab (berkat), tidak tahu Adat berarti biadab (kutukan ), bangsa yang tahu Adat berarti bangsa yang beradab (diberkati) demikian pula sebaliknya, bangsa yang tidak tahu Adat berti bangsa biadab (dikutuk) #Maladum 26 jan 2010 Baca selengkapnya..
Langganan:
Postingan (Atom)