Sekilas Pendidikan.
Baru pada tahun 1947 di bukalah SD Negeri No. 18 Malaumkarta sebagai sekolah Dasar di Kampung Malaumkarta Swatolo oleh Guru. Thedorus Rumbarak (alm), serta beberapa Guru tenaga pengajar lainnya yaitu: Keliopas Mambrasar, Muhamat Jen ( Majen), Petrus Rumbewas (saribra), dan pada tahun 1971 lah di kapung Klauwgan di mulai Ujian angkatan pertama SD Negeri No. 18 Malaumkarta.
Secara fisik Kampung Malaumkarta hanya memiliki 1 Unit SD dan 3 (tiga) Unit Perumahan Guru yang di bangun sejak tahun 1994, dan pada akhir tahun (maret 2010) di tambah lagi satu unit yang terdiri dari 3 ruang belajar dan 1 ruang kantor serta 1 unit perpustakan, dengan konstruksi bangunan yang cukup permanen. Sementara untuk melanjutkan pendidikan ke SLTP,SMU dan Perguruan Tinggi orang tua harus mengantar anaknya ke Ibukota Distrik Makbon ataupun ke Kota Sorong.
Jumlah tenaga Guru yang aktif mengajar sebanyak 5 orang yaitu: Amos Kalami (kepala sekolah) , Marthinus Gifelem wakil kepala Sekolah (guru umum), Philipus Majefat (guru Agama Kristen), Yermias Uspessy (guru olahraga), Agustina Kalami (guru umum), Agripa Paa (guru umum) dan di bantu oleh 2 orang guru honorer yaitu: Bastiana Kalami (guru Umum) dan Agustina Majefat (guru Agama), jadi jumlah guru di SD Negeri No 18 Malaumkarta sebanyak lima orang di tambah dua orang honorer menjadi tujuh orang.
Detail Sekolah
NPSN : 60401321
Jenjang : Sekolah Dasar
Status : Negeri Dibawah Diknas
Kecamatan : Makbon
Kampung : Malaumkarta
Alamat : Jl. Kamplaun Kampung Malaumkarta.
Nama Kepala Sekolah: Amos Kalami, A.Ma.Pd.
Perkembangan pendidikan dan angka putus sekolah
Angka putus sekolah di kampung Malaumkarta, berada pada taraf SD sedangkan untuk SLTP dan SMU hanya pengganguran (ber-ijazah), angka putus sekolah ini di akibatkan kerena kurangnya perhatian orang tua terhadap pendidikan. Pada tahun 2000-2009 terjadi kemajuan pendidikan yang cukup tinggi yaitu pada SMU/SMK dan Perguruan Tinggi. Dimana beberapa anak di kirim untuk Kuliah di UNCEN, UNIPA, STIEOG, USTJ, UNIYAP dan Juga beberapa Kampus yang ada di Kota Sorong dengan berbagai disiplin ilmu. Jumlah total Mahasiswa dari kampung Malaumkarta berjumlah 45 orang tersebar di seluruh Indonesia dengan jenjang pendidikannya berfariasi terdiri dari D3, S1 dan pula yang mengikuti pendidikan S2.
Hingga Tahun 2011 jumlah perkembangan pendidikan di kampung Malaumkarta sesuai out put SD tahun 1947 sebagai berikut:
TK = Tidak Ada
SD = 360 orang dari tahun 1947-2011
SLPT = 90 orang dari tahun 1967-2011
SMU/SMK = 54 orang dari tahun 1968-2011
D3 = 40 orang dari tahun 1993-2011
S1 = 20 orang dari tahun 1993-2011
S2 = 4 orang dari tahun 1993-2011
S3 = Belum ada
Baca selengkapnya..
BLOG MEDIA ONLINE
Senin, 20 Juni 2011
Profil Kampung Malaumkarta
A.Sejarah Singkat.
Malaumkarta berasal dari tiga suku kata yaitu: Mala yang artinya gunung atau dataran yang luas, Um yaitu suatu nama pulau yang terletak di kampung Malaumkarta ± 0,16 mil dari bibir pantai kampung Malaumkarta dan kata Karta di ambil dari nama ibukota negara Ja-karta. penduduk kampung Malaumkarta telah mendiami wilayah ini berabad-abad tahun lamanya seperti yang tercatat dalam legenda peradaban suku Moi di wilayah kepala burung Papua (Malamoi). Secara definitive kampung Malaumkarta di SK kan sebagai pemerintah kampung yang otonom (mandiri) pada tanggal, 20 Desember 1991 oleh Gubernur Papua BARNABAS SWEBU, SH (Iran Jaya pada waktu itu) Sebelum kampung Malaumkarta di mekarkan menjadi kampung yang devinitif, kampung Malaumkarta merupakan bagian dari kampung Makbon atau di sebut dengan istilah dusun saat itu.
B.Letak Geografis.
Malaumkarta terletak di distrik Makbon bagian utara Kabupaten Sorong provinsi Papua Barat, Topografi kampung Malaumkarta berfariasi terdiri dari gunung dan lembah serta lereng-lereng gunung panjang yang menjurus dari arah timur papua hingga barat semenanjung gugusan pulau-paulau di kepala burung, membentuk teluk menonjol ke laut melingkar berbentuk tanjung berhadapan langsung denga arah utara laut pasifik, searah garis khatulistiwa.
Batas Wilayah Kampung Malaumkarta terdiri dari:
Sebelah Timur berbatasan dengan kampung Asbaken
Sebelah Barat berbatasan dengan Kampung Kwasdas-makbon
Sebelah Selatan Berbatasan dengan Kampung Klayili Distrik Klayili
Sebelah Utara berbatasan dengan samudra Pasifik 3 mil dari pantai
C.Jarak Tempuh dan Transportasi
Perjalanan menuju kampung Malaumkarta dari kota Sorong berjarak ±48 km, di tempuh dalam waktu 1-2 jam perjalanan melewati lintas jalan utama kabupaten Sorong-tambrau (Sausapor) menggunakan angkot Sorong-Malaumkarta, dengan biaya transportnya Rp.20.000/orang. Perjalanan ke kampung Malaumkarta juga bisa di tempuh dengan transport laut, namun tidak ada trasport reguler (hanya bisa di sewa).
D.Penduduk dan Pola Pemukiman
Penduduk Asli yang mendiami Kampung Malaumkarta adalah Suku Moi Papua 99 % dan 1 % adalah penduduk campuran yang datang dari luar Papua non Moi dan non Papua sebagai petugas guru Sekolah Dasar dan juga petugas kesehatan. Jumlah pendudk kampung Malaumkarta pada tahun 2009-maret 2011, dengan Jumlah KK 291 terdiri dari Laki-laki 215 orang dan perempuan 267 orang jadi jumlah total penduduk kampung Malaumkarta 482 jiwa.
Pada umumnya pemukiman penduduk kampung Malaumkarta 85 % semi parmanen, beratap senk, laintai smen. Pola pemukiman masyarakat seluruhnya adalah pembangunan dari pemerintah kabupaten Sorong, dengan Jumlah rumah penduduk 221 Unit Rumah.
E.Kondisi Pendidikan Formal.
Sekilas Pendidikan.
Baru pada tahun 1947 di bukalah SD Negeri No. 18 Malaumkarta sebagai sekolah Dasar di Kampung Malaumkarta Swatolo oleh Guru. Thedorus Rumbarak (alm), serta beberapa Guru tenaga pengajar lainnya yaitu: Keliopas Mambrasar, Muhamat Jen ( Majen), Petrus Rumbewas (saribra), dan pada tahun 1971 lah di kapung Klauwgan di mulai Ujian angkatan pertama SD Negeri No. 18 Malaumkarta.
Secara fisik Kampung Malaumkarta hanya memiliki 1 Unit SD dan 3 (tiga) Unit Perumahan Guru yang di bangun sejak tahun 1994, dan pada akhir tahun (maret 2010) di tambah lagi satu unit yang terdiri dari 3 ruang belajar dan 1 ruang kantor serta 1 unit perpustakan, dengan konstruksi bangunan yang cukup permanen. Sementara untuk melanjutkan pendidikan ke SLTP,SMU dan Perguruan Tinggi orang tua harus mengantar anaknya ke Ibukota Distrik Makbon ataupun ke Kota Sorong.
Jumlah tenaga Guru yang aktif mengajar sebanyak 5 orang yaitu: Amos Kalami (kepala sekolah) , Marthinus Gifelem wakil kepala Sekolah (guru umum), Philipus Majefat (guru Agama Kristen), Yermias Uspessy (guru olahraga), Agustina Kalami (guru umum), Agripa Paa (guru umum) dan di bantu oleh 2 orang guru honorer yaitu: Bastiana Kalami (guru Umum) dan Agustina Majefat (guru Agama), jadi jumlah guru di SD Negeri No 18 Malaumkarta sebanyak lima orang di tambah dua orang honorer menjadi tujuh orang.
Detail Sekolah
NPSN : 60401321
Jenjang : Sekolah Dasar
Status : Negeri Dibawah Diknas
Kecamatan : Makbon
Kampung : Malaumkarta
Alamat : Jl. Kamplaun Kampung Malaumkarta.
Nama Kepala Sekolah : Amos Kalami, A.Ma.Pd.
Perkembangan pendidikan dan angka putus sekolah
Angka putus sekolah di kampung Malaumkarta, berada pada taraf SD sedangkan untuk SLTP dan SMU hanya pengganguran (ber-ijazah), angka putus sekolah ini di akibatkan kerena kurangnya perhatian orang tua terhadap pendidikan. Pada tahun 2000-2009 terjadi kemajuan pendidikan yang cukup tinggi yaitu pada SMU/SMK dan Perguruan Tinggi. Dimana beberapa anak di kirim untuk Kuliah di UNCEN, UNIPA, STIEOG, USTJ, UNIYAP dan Juga beberapa Kampus yang ada di Kota Sorong dengan berbagai disiplin ilmu. Jumlah total Mahasiswa dari kampung Malaumkarta berjumlah 45 orang tersebar di seluruh Indonesia dengan jenjang pendidikannya berfariasi terdiri dari D3, S1 dan pula yang mengikuti pendidikan S2.
Hingga Tahun 2011 jumlah perkembangan pendidikan di kampung Malaumkarta sesuai out put SD tahun 1947 sebagai berikut:
TK = Tidak Ada
SD = 360 orang dari tahun 1947-2011
SLPT = 90 orang dari tahun 1967-2011
SMU/SMK = 54 orang dari tahun 1968-2011
D3 = 40 orang dari tahun 1993-2011
S1 = 20 orang dari tahun 1993-2011
S2 = 4 orang dari tahun 1993-2011
S3 = Belum ada
F.Sistem Kekerabatan dan Gotong Royong
Sistem kekerabatan dalam Struktur tradisional suku moi seperti: hubungan mgelek, msang, sumla dan lain-lain menjadi suatu sistem yang kuat dalam kekerabatan suku moi sekaligus sebagai pengatur hubungan-hubungan perkawinan, saudara dalam tata marga-marga. Sistem kekerabatan di atas mengatur hubungan klen satu dengan klen yang lain.
Pola hubungan kekeluargaan mereka berdasarkan hubungan asal usul peradaban dari setiap klen terhadap klen atau marga yang lain. Pola hubungannya masi kuat hingga saat ini, walaupun ada beberapa pergeseran budaya yang terjadi namun upaya-upaya mempertahankan kekerabatan tersebut terus di dorong oleh beberapa kelompok organisasi yang ada seperti: Perkumpulan Generasi Malaumkarta (PGM), Ikatan Kampung Malaumkarta (IKM), LMA-Malamoi, Dewan Adat Suku Moi dan juga Bengkel Budaya. Hubungan-hubungan ini berlaku di seluruh wilayah Malamoi (suku Moi) yang memiliki adat istiadatnya sama seperti pengaturan sistem adat yang di pelajari dalam sekolah adat suku moi (kambik). Di Kampung Malaumkarta sistem Kekerabatan dan gotong royong adalah suatu sistem yang telah terbangun sejak lama dari hugungan-hubungan kekerabatan di atas, hal ini tampak dalam pekerjaan pembangunan yang bersifat umum bahkan pribadi selama ini di kampung Malaumkarta. Setelah Ketua RT meniup Triton sebagai tanda untuk masyarakat berkumpul, tampak setiap orang berdatangan untuk berkumpul bekerja bergotong royong merupakan simbol yang kuat bagi masyarakat kampung Malaumkarta
G.Hak Adat Atas Tanah
Secara umum pandangan setiap suku-suku di Papua terhadap hak atas tanahnya berbeda-beda, namun tujuannya hampir mirip yaitu sebagai sumber ekonomi untuk mempertahankan hidup contohnya ada yang memandang tanah adalah ibu, ada pula yang memandang tanah logistik alam yang disiapkan Tuhan dalam pencipaaan setelah 6 (enam) hari lamanya. Kampung Malaumkarta 99 % adalah suku moi yang tentunya memandang hak atas tanahnya sama dengan suku-suku lain di Papua. Suku moi memandang tanah sebagai nafas dan hidup dengan demikian apabila orang lain melakukan pelanggaran di atas tanah adat mereka dengan tidak segan mereka menindak bahkan membunuhnya, karena mereka menganggap orang lain mengancam hidupnya.
Sedangngkan hak adat atas tanah adalah hak yang di peroleh secara turun temurun (hak milik) dari perjalanan peradaban suku moi dalam catatan perjalanan peradaban suku moi (maladofok suwongkak). Malaumkata terdiri dari beberapa marga 14 marga (kerek) semuanya mempunyai tanah Adat yang berstatus hak milik.
Bentuk Kepamilikan Tanah di suku Moi di bedakan menjadi
1. Hak Pebmun (hak Milik)
2. Hak Sumla (Pertukaran tempat tinggal/hal milik)
3. Hak Wooti (Hak Perlindungan)hak makan bukan memiliki
4. Hak Sugban - Kban Sala (anak permpaun) hak makan di dusun
- Kban Tums (tanah tempat makan) hak makan di dusun
Tabel :1 Kepemilikan tanah Adat di Kampung malaumkarta.
H. Keadaan Sosial Ekonomi
Masyarakat suku moi yang mendiami kampung Malaumkarta kehidupanya 85 % masih meramu diantaranya bercocok tanam berpindah-pindah, berkebung hanya sebagai refresing, nelayang masih tergantung alam dan meramu sagu sebagai bahan pokok lokal, berburu binatang hutang seperti rusa, babi, kanguru dll untuk di makan. Pendapatan masyarakat tidak menentu misalnya nelayan mencapai 50-70 ribu, dipasarkan ke Sorong dalam sehari mencari ikan, untuk di jual, petani menjual kelapa, seri, dll-20-50/hari.
Potensi ekonomi di kampung Malaumkarta sangat strategis untuk di kelolah, namun hingga sekarang petensi tersebut belum dapat di kelolah dengan baik oleh masyarakat kampung Malaumkarta. Potensi di kampung Malaumkarta contoh nya seperti; Hutan tersebut juga merupakan tempat tersimpannya kayu, rotan, dusun sagu, dusun kulit lawan, dusun damar, dusung kayu gaharu, DAS, tempat keramat/sakral, tempat kelengnaing, dan juga siklus kehidupan marga satwa. Di wilayah laut terdapat ikan, udang lofster, penyu, terumbu karang dan beberapa ekosistem bahari yang terdapat di dalam laut. Mata pencarian masyarakat Malaumkarta tidak menetap, mereka sangat tergantung pada alam dimana mereka berkebun menanam rica, jagung, ubi kayu, ubi jalar, lengkuas, pisang dan kebun sayur-sayuran yang ukurannya tidak terlalu besar, sedangkan tanaman jangka panjang seperti kelapa, coklat, mangga dll adalah tanaman jangka panjang yang menunggu hasil musim buah. Dari data Perkumpulan Generasi Malaumkarta menunjukan 90 % penduduk Malaumkarta bermata pencaharian sangat tidak tetap, ada yang bercocok tanam dan ada pula yang nelayan tradisional (masih menggunakan sampang untuk mencarai ikan dan hasil laut lain) dan untuk sampingan ada yang memilihara ternak seperti ayam kampung, anjing yang di gunakan sebagai alat pemburu binatang (babi, Rusa, kangguru untuk di makan dan juga sebagaian di jual). Bahan makanan atau konsumsi lokal Masyarakat Malaumkarta adalah sagu sebagai bahan pokoknya.
Tabel 2 : kelompok umur menurut mata pencaharian di kampung Malaumkarta
I.Potensi Kampung Malaumkarta
1) Potensi Pariwisata
Potensi Sumber Daya Alam dan daya tarik object pariwisata kampung malaumkarta kabupaten sorong cukup menjanjikan. Letak geografis kampung Malaumkarta yang cukup strategis menjanjikan sector pariwisata, misalnya pertukaran burung Camar dan Kelelawar di pulau Um sebagai symbol penjaga kehidupan terang dan gelap, Goa Kalabus yang dekat menyimpan harta bernilai ekonomi (sarang walet) milik marga Mobalen sebagai Pemilik Tanah Adat, Air terjun Klagowon yang cocok untuk permandian, enam persebaran terumbu karang yang cocok untuk snorkeling dan diving, tempat tontonan ikan duyung (dukong), Tugu Injil kristen Protestan (gospel memorial) masuk di Swatolo sebagai icon religi, rangka pesawat tempur jepang (war world II aircraft) dan juga kehidupan tradisional suku Moi (tarian, lagu, anyaman) dll.
2)Potensi perikanan
Potensi Perikanan di Kampung Malaumkarta cukup menjanjikan dengan adanya inisiatif masyarakat Kampung Malaumkarta mencanangkan konservasi tradisional dalam bahasa Moi di sebut “Yegek” atau biasa di kenal oleh masyarakat pesisir Indonesia timur dengan system Sasi. Dangan Sistem tradisional inilah masyarakat mampuh menjaga potensi alamnya sendiri misalnya masyarakat melakukan perlindungan terhadap : udang Lobster, Teripang, Penyu, Ikan Duyung (dugong), Lola, Ikan Mami dan bahkan mereka melakukan pengawasan terhadap pola tanggkap yang merusak ekosistem laut seperti melarang untuk mengunakan pukat/jaring, Potasium, Bom dan bahan kimia lain yang merusak.
Masyarakat kampung Malaumkarta memperbolehkan penangkapan ikan untuk konsumsi rumah tangga dan di jual dengan hanya cara yang sederhana dan ramah lingkungan misalanya menggunakan nelon pancing, menyelam dengan cara tradisional dan juga melobe (menggunakan petromaks pada malam hari).
3)Potensi Hutan dan Pertanian
Potensi hutan kampung Malaumkarta cukup luas misalnya ke arah selatan berbatasan dengan kampung Klayili mencapai 50 km dan ke arah utara kampung Kwadas mencapai 17 km dan ke arah timur berbatasan dengan kampung Asbaken 30 km. Luas hutan Kampung Malaumkarta ini kaya akan potensi hutan misalnya Kayu merbau, Dusun Sagu, Kayu Damar, tali rotan DAS, serta beberapa lokasi merupakan tempat bermain burung cendrawasih.
Seperti di jelaskan di atas bahwa masyarakat kampung Malaumkarta kehidupanya 85 % masih meramu diantaranya bercocok tanam berpindah-pindah, berkebung hanya sebagai refresing, nelayang masih tergantung alam dan meramu sagu sebagai bahan pokok lokal, berburu binatang hutang seperti rusa, babi, kanguru dll untuk di makan.
J.Sarana Prasarana
Secara fisik kampung Malaumkarta baru di bangun pada tahun 1991 paska pemindahan penduduk dari kampung yang lama akibat wilayah geografis kampung yang lama tidak seimbang dengan pertumbuhan jumlah penduduk per tahun. Akibat ini membuat masyarakat Kampung Malaumkarta terpaksa harus membuka lokasi perkampungan yang baru untuk pindah. Penataan lokasi pemukiman yang baru sejak membuat masyarakat kampung Malaumkarta harus bekerja dari angka nol, misalnya harus membangun SD darurat, tidak adanya puskesmas pembantu dan juga sarana umum lainnya. Namun hingga sekarang berepa fasilitas umum yang di bangun juga mengalami kerusakan karena bangunan yang sudah tua, serta konstruksi yang tidak layak.
Sarana penunjuang ke kampung Malaumkarta misalnya jalan raya sudah di bangun namun belum di aspal dan hingga sekarang menjadi kendala kerena di beberapa tempat ruas jalan Sorong Makbon dan ruas malawor sampai ke malaumkarta masih di temukan yang rusak dan hingga sekarang belum ada peningkatan dari pemerintah provinsi Papua Barat. Sementara jalan masuk ke kampung Malaumkarta dari ruas jalan utama ± 1.700 km belum juga di lakukan peningkatan oleh pemerintah kabupaten Sorong. Namun dengan kondisi demikian masyarakat harus memaksakan untuk tetap melewati jalur tersebut ke kota untuk menjual hasil mereka dan juga dalam seminggu banyak pengunjung yang datang berwisata dari kota Sorong ke kampung Malaumkarta.
Tabel 3 Sarana dan Prasarana
K.Agama dan Kepercayaan
Pada tahun 1947 tepat tanggal 14 Desember seorang Guru injil asal kampung Malaumkakarta, yakni : Berthus Kalami Klaglas (alm), dalam perjalanan dari Sorong menyusuri pantai utara melewati Kampung Saoka, kampung Batulubang dan Makbon menuju kampung Suatolo, Malaumkarta sekarang untuk melaksanakan misi pekabaran injil ke kampung Swatolo. Pada tahun 1960 an ada juga beberapa masyarakat suku Moi yang mendiami kampung Malaumkarta beragama islam misalnya marga Merin, Kapitanlaut, namun hingga sekarang mereka tidak ada lagi di kampung Malaumkarta. Dengan demikian mayoritas penduduk kampung Malaumkarta sekarang beragama Kristen Protestan. Sebelum masuknya agama Kristen di kampung Malaumkarta suku Moi telah meyakini adanya keslamatan dan adanya Yesus sebagai penyelamat dalam kepercayaan mereka sebagai suku MOI, hal ini terbukti di saat suku Moi melakukan ritual-ritual adat, mereka menyebut nama Allah, Yesus bahkan Rohol kudus dalam bahasa Moi, misalnya: Muhmele, Abalyuk, Funna, Glafoos, Naa Soo, Naa Igik dan juga sebutan-sebutan yang lain. Agama dan Kepercayaan Adat di suku Moi adalah suatu kepercayaan yang telah di pelajari dalam pendidikan adat atau yang disebut dengan “Kambik”, (pendidikan tradisional) hubungan dalam Kambik ini di yakini sangat kuat karena semua alumus Kambik mengatakan bertemu dengan Muhmele di alam ke-dua.
L.Rencana Strategis Pembangunan Kampung Malaumkarta
Pembangunan Kampung Malaumkarta telah di tetapkan dalam hasil MUSREMBANG dan juga di tetapkan dalam Sidang Gereja Jemaat GKI Silo Malaumkarta (RAKER JEMAAT), di sepakati secara bersama oleh berbagai komponen yang terdiri dari:
1) Pemerintah Kampung Beserta Aparatnya
2) Tokoh Agama (Majelis Jemaat)
3) Tokoh Pemuda
4) Tokoh Perempuan
5) Tokoh Adat
6) Masyarakat Kampung Malaumkarta
7) Pemuda dan Pelajar yang tergabung dalam organisasi Ikatan Kampung Malaumkarta
(IKM)
8) Kelompok mahasiswa asal Kampung Malaumkarta yang tergabung dalam Organisasi
Perkumpulan Generasi Malaumkarta (PGM).
9) Dunia Pendidikan (pihak Sekolah Dasar) dan
10)Pihak Kesehatan (Puskesmas Pembantu)
Rencana Strategi Pembangunan Kampung Malaumkarta di tetapkan dalam 2 (dua) bentuk yaitu rencana pembangunan secara Fisik maupun Non Fisik.
Rencana pembangunan Kampung Malaumkarta hasil Musrembang , 14 Maret 2011 antara lain:
1.Pelatihan Computer: Program Dasar Komputer untuk aparat Kampung, mejelis
Jemaat dan Pemuda: (suda di lakukan)
Word, Exsel dan Power Point
Keaungan (kas Kecil)
2. Pembuatan Site Plan Tata Ruang Kampung Malaumkarta
3. Membuat Monografi Kampung Malaumkarta
4. Pemetaan Potensi hasil Laut dan Persebaran terumbu Karang
5. Pemetaan Hasil Hutan Kayu dan Non Kayu
6. Pembuatan PERKAM tentang Retribusi Pendapatan Asli Kampung
7. Pembangunan 25 Penginapan (Homestay), dan 2 Unit Aula Pertemuan
8. Pengadaan Boat Patroli Laut
9. Pembuatan Sarana Penunjang Wisata ( MCK dan Kolam Renang Air Tawar)
10. Pembuatan 2 rumah Adat Suku Moi (rumah Penyembuhan orang sakit dan nikah
Adat)
11. Pembuatan 1 unit Rumah di lengkapi dengan Fasilitas Internet (free hotspot)
12. Pengadaan Peralatan Diving
13. Pengadaan Peralatan Snorkeling
14. Pembangunan 1 unit aula sebagai sekolah/training Bahasa Moi bagi tamu
yang berkunjung ke Malaumkarta
15. Pembuatan Felem Dokumenter tentang potensi kampung Malaumkarta dan
Pariwisata.
16. Training/ Studi banding Sistem pengelolaan Wisata bagi masyarakat kampung
Malaumkarta ke Bali
17. Kursus Bahasa Inggris bagi anak-anak di kampung Malaumkarta, sebagai
pemandu wisata Baca selengkapnya..
Malaumkarta berasal dari tiga suku kata yaitu: Mala yang artinya gunung atau dataran yang luas, Um yaitu suatu nama pulau yang terletak di kampung Malaumkarta ± 0,16 mil dari bibir pantai kampung Malaumkarta dan kata Karta di ambil dari nama ibukota negara Ja-karta. penduduk kampung Malaumkarta telah mendiami wilayah ini berabad-abad tahun lamanya seperti yang tercatat dalam legenda peradaban suku Moi di wilayah kepala burung Papua (Malamoi). Secara definitive kampung Malaumkarta di SK kan sebagai pemerintah kampung yang otonom (mandiri) pada tanggal, 20 Desember 1991 oleh Gubernur Papua BARNABAS SWEBU, SH (Iran Jaya pada waktu itu) Sebelum kampung Malaumkarta di mekarkan menjadi kampung yang devinitif, kampung Malaumkarta merupakan bagian dari kampung Makbon atau di sebut dengan istilah dusun saat itu.
B.Letak Geografis.
Malaumkarta terletak di distrik Makbon bagian utara Kabupaten Sorong provinsi Papua Barat, Topografi kampung Malaumkarta berfariasi terdiri dari gunung dan lembah serta lereng-lereng gunung panjang yang menjurus dari arah timur papua hingga barat semenanjung gugusan pulau-paulau di kepala burung, membentuk teluk menonjol ke laut melingkar berbentuk tanjung berhadapan langsung denga arah utara laut pasifik, searah garis khatulistiwa.
Batas Wilayah Kampung Malaumkarta terdiri dari:
Sebelah Timur berbatasan dengan kampung Asbaken
Sebelah Barat berbatasan dengan Kampung Kwasdas-makbon
Sebelah Selatan Berbatasan dengan Kampung Klayili Distrik Klayili
Sebelah Utara berbatasan dengan samudra Pasifik 3 mil dari pantai
C.Jarak Tempuh dan Transportasi
Perjalanan menuju kampung Malaumkarta dari kota Sorong berjarak ±48 km, di tempuh dalam waktu 1-2 jam perjalanan melewati lintas jalan utama kabupaten Sorong-tambrau (Sausapor) menggunakan angkot Sorong-Malaumkarta, dengan biaya transportnya Rp.20.000/orang. Perjalanan ke kampung Malaumkarta juga bisa di tempuh dengan transport laut, namun tidak ada trasport reguler (hanya bisa di sewa).
D.Penduduk dan Pola Pemukiman
Penduduk Asli yang mendiami Kampung Malaumkarta adalah Suku Moi Papua 99 % dan 1 % adalah penduduk campuran yang datang dari luar Papua non Moi dan non Papua sebagai petugas guru Sekolah Dasar dan juga petugas kesehatan. Jumlah pendudk kampung Malaumkarta pada tahun 2009-maret 2011, dengan Jumlah KK 291 terdiri dari Laki-laki 215 orang dan perempuan 267 orang jadi jumlah total penduduk kampung Malaumkarta 482 jiwa.
Pada umumnya pemukiman penduduk kampung Malaumkarta 85 % semi parmanen, beratap senk, laintai smen. Pola pemukiman masyarakat seluruhnya adalah pembangunan dari pemerintah kabupaten Sorong, dengan Jumlah rumah penduduk 221 Unit Rumah.
E.Kondisi Pendidikan Formal.
Sekilas Pendidikan.
Baru pada tahun 1947 di bukalah SD Negeri No. 18 Malaumkarta sebagai sekolah Dasar di Kampung Malaumkarta Swatolo oleh Guru. Thedorus Rumbarak (alm), serta beberapa Guru tenaga pengajar lainnya yaitu: Keliopas Mambrasar, Muhamat Jen ( Majen), Petrus Rumbewas (saribra), dan pada tahun 1971 lah di kapung Klauwgan di mulai Ujian angkatan pertama SD Negeri No. 18 Malaumkarta.
Secara fisik Kampung Malaumkarta hanya memiliki 1 Unit SD dan 3 (tiga) Unit Perumahan Guru yang di bangun sejak tahun 1994, dan pada akhir tahun (maret 2010) di tambah lagi satu unit yang terdiri dari 3 ruang belajar dan 1 ruang kantor serta 1 unit perpustakan, dengan konstruksi bangunan yang cukup permanen. Sementara untuk melanjutkan pendidikan ke SLTP,SMU dan Perguruan Tinggi orang tua harus mengantar anaknya ke Ibukota Distrik Makbon ataupun ke Kota Sorong.
Jumlah tenaga Guru yang aktif mengajar sebanyak 5 orang yaitu: Amos Kalami (kepala sekolah) , Marthinus Gifelem wakil kepala Sekolah (guru umum), Philipus Majefat (guru Agama Kristen), Yermias Uspessy (guru olahraga), Agustina Kalami (guru umum), Agripa Paa (guru umum) dan di bantu oleh 2 orang guru honorer yaitu: Bastiana Kalami (guru Umum) dan Agustina Majefat (guru Agama), jadi jumlah guru di SD Negeri No 18 Malaumkarta sebanyak lima orang di tambah dua orang honorer menjadi tujuh orang.
Detail Sekolah
NPSN : 60401321
Jenjang : Sekolah Dasar
Status : Negeri Dibawah Diknas
Kecamatan : Makbon
Kampung : Malaumkarta
Alamat : Jl. Kamplaun Kampung Malaumkarta.
Nama Kepala Sekolah : Amos Kalami, A.Ma.Pd.
Perkembangan pendidikan dan angka putus sekolah
Angka putus sekolah di kampung Malaumkarta, berada pada taraf SD sedangkan untuk SLTP dan SMU hanya pengganguran (ber-ijazah), angka putus sekolah ini di akibatkan kerena kurangnya perhatian orang tua terhadap pendidikan. Pada tahun 2000-2009 terjadi kemajuan pendidikan yang cukup tinggi yaitu pada SMU/SMK dan Perguruan Tinggi. Dimana beberapa anak di kirim untuk Kuliah di UNCEN, UNIPA, STIEOG, USTJ, UNIYAP dan Juga beberapa Kampus yang ada di Kota Sorong dengan berbagai disiplin ilmu. Jumlah total Mahasiswa dari kampung Malaumkarta berjumlah 45 orang tersebar di seluruh Indonesia dengan jenjang pendidikannya berfariasi terdiri dari D3, S1 dan pula yang mengikuti pendidikan S2.
Hingga Tahun 2011 jumlah perkembangan pendidikan di kampung Malaumkarta sesuai out put SD tahun 1947 sebagai berikut:
TK = Tidak Ada
SD = 360 orang dari tahun 1947-2011
SLPT = 90 orang dari tahun 1967-2011
SMU/SMK = 54 orang dari tahun 1968-2011
D3 = 40 orang dari tahun 1993-2011
S1 = 20 orang dari tahun 1993-2011
S2 = 4 orang dari tahun 1993-2011
S3 = Belum ada
F.Sistem Kekerabatan dan Gotong Royong
Sistem kekerabatan dalam Struktur tradisional suku moi seperti: hubungan mgelek, msang, sumla dan lain-lain menjadi suatu sistem yang kuat dalam kekerabatan suku moi sekaligus sebagai pengatur hubungan-hubungan perkawinan, saudara dalam tata marga-marga. Sistem kekerabatan di atas mengatur hubungan klen satu dengan klen yang lain.
Pola hubungan kekeluargaan mereka berdasarkan hubungan asal usul peradaban dari setiap klen terhadap klen atau marga yang lain. Pola hubungannya masi kuat hingga saat ini, walaupun ada beberapa pergeseran budaya yang terjadi namun upaya-upaya mempertahankan kekerabatan tersebut terus di dorong oleh beberapa kelompok organisasi yang ada seperti: Perkumpulan Generasi Malaumkarta (PGM), Ikatan Kampung Malaumkarta (IKM), LMA-Malamoi, Dewan Adat Suku Moi dan juga Bengkel Budaya. Hubungan-hubungan ini berlaku di seluruh wilayah Malamoi (suku Moi) yang memiliki adat istiadatnya sama seperti pengaturan sistem adat yang di pelajari dalam sekolah adat suku moi (kambik). Di Kampung Malaumkarta sistem Kekerabatan dan gotong royong adalah suatu sistem yang telah terbangun sejak lama dari hugungan-hubungan kekerabatan di atas, hal ini tampak dalam pekerjaan pembangunan yang bersifat umum bahkan pribadi selama ini di kampung Malaumkarta. Setelah Ketua RT meniup Triton sebagai tanda untuk masyarakat berkumpul, tampak setiap orang berdatangan untuk berkumpul bekerja bergotong royong merupakan simbol yang kuat bagi masyarakat kampung Malaumkarta
G.Hak Adat Atas Tanah
Secara umum pandangan setiap suku-suku di Papua terhadap hak atas tanahnya berbeda-beda, namun tujuannya hampir mirip yaitu sebagai sumber ekonomi untuk mempertahankan hidup contohnya ada yang memandang tanah adalah ibu, ada pula yang memandang tanah logistik alam yang disiapkan Tuhan dalam pencipaaan setelah 6 (enam) hari lamanya. Kampung Malaumkarta 99 % adalah suku moi yang tentunya memandang hak atas tanahnya sama dengan suku-suku lain di Papua. Suku moi memandang tanah sebagai nafas dan hidup dengan demikian apabila orang lain melakukan pelanggaran di atas tanah adat mereka dengan tidak segan mereka menindak bahkan membunuhnya, karena mereka menganggap orang lain mengancam hidupnya.
Sedangngkan hak adat atas tanah adalah hak yang di peroleh secara turun temurun (hak milik) dari perjalanan peradaban suku moi dalam catatan perjalanan peradaban suku moi (maladofok suwongkak). Malaumkata terdiri dari beberapa marga 14 marga (kerek) semuanya mempunyai tanah Adat yang berstatus hak milik.
Bentuk Kepamilikan Tanah di suku Moi di bedakan menjadi
1. Hak Pebmun (hak Milik)
2. Hak Sumla (Pertukaran tempat tinggal/hal milik)
3. Hak Wooti (Hak Perlindungan)hak makan bukan memiliki
4. Hak Sugban - Kban Sala (anak permpaun) hak makan di dusun
- Kban Tums (tanah tempat makan) hak makan di dusun
Tabel :1 Kepemilikan tanah Adat di Kampung malaumkarta.
H. Keadaan Sosial Ekonomi
Masyarakat suku moi yang mendiami kampung Malaumkarta kehidupanya 85 % masih meramu diantaranya bercocok tanam berpindah-pindah, berkebung hanya sebagai refresing, nelayang masih tergantung alam dan meramu sagu sebagai bahan pokok lokal, berburu binatang hutang seperti rusa, babi, kanguru dll untuk di makan. Pendapatan masyarakat tidak menentu misalnya nelayan mencapai 50-70 ribu, dipasarkan ke Sorong dalam sehari mencari ikan, untuk di jual, petani menjual kelapa, seri, dll-20-50/hari.
Potensi ekonomi di kampung Malaumkarta sangat strategis untuk di kelolah, namun hingga sekarang petensi tersebut belum dapat di kelolah dengan baik oleh masyarakat kampung Malaumkarta. Potensi di kampung Malaumkarta contoh nya seperti; Hutan tersebut juga merupakan tempat tersimpannya kayu, rotan, dusun sagu, dusun kulit lawan, dusun damar, dusung kayu gaharu, DAS, tempat keramat/sakral, tempat kelengnaing, dan juga siklus kehidupan marga satwa. Di wilayah laut terdapat ikan, udang lofster, penyu, terumbu karang dan beberapa ekosistem bahari yang terdapat di dalam laut. Mata pencarian masyarakat Malaumkarta tidak menetap, mereka sangat tergantung pada alam dimana mereka berkebun menanam rica, jagung, ubi kayu, ubi jalar, lengkuas, pisang dan kebun sayur-sayuran yang ukurannya tidak terlalu besar, sedangkan tanaman jangka panjang seperti kelapa, coklat, mangga dll adalah tanaman jangka panjang yang menunggu hasil musim buah. Dari data Perkumpulan Generasi Malaumkarta menunjukan 90 % penduduk Malaumkarta bermata pencaharian sangat tidak tetap, ada yang bercocok tanam dan ada pula yang nelayan tradisional (masih menggunakan sampang untuk mencarai ikan dan hasil laut lain) dan untuk sampingan ada yang memilihara ternak seperti ayam kampung, anjing yang di gunakan sebagai alat pemburu binatang (babi, Rusa, kangguru untuk di makan dan juga sebagaian di jual). Bahan makanan atau konsumsi lokal Masyarakat Malaumkarta adalah sagu sebagai bahan pokoknya.
Tabel 2 : kelompok umur menurut mata pencaharian di kampung Malaumkarta
I.Potensi Kampung Malaumkarta
1) Potensi Pariwisata
Potensi Sumber Daya Alam dan daya tarik object pariwisata kampung malaumkarta kabupaten sorong cukup menjanjikan. Letak geografis kampung Malaumkarta yang cukup strategis menjanjikan sector pariwisata, misalnya pertukaran burung Camar dan Kelelawar di pulau Um sebagai symbol penjaga kehidupan terang dan gelap, Goa Kalabus yang dekat menyimpan harta bernilai ekonomi (sarang walet) milik marga Mobalen sebagai Pemilik Tanah Adat, Air terjun Klagowon yang cocok untuk permandian, enam persebaran terumbu karang yang cocok untuk snorkeling dan diving, tempat tontonan ikan duyung (dukong), Tugu Injil kristen Protestan (gospel memorial) masuk di Swatolo sebagai icon religi, rangka pesawat tempur jepang (war world II aircraft) dan juga kehidupan tradisional suku Moi (tarian, lagu, anyaman) dll.
2)Potensi perikanan
Potensi Perikanan di Kampung Malaumkarta cukup menjanjikan dengan adanya inisiatif masyarakat Kampung Malaumkarta mencanangkan konservasi tradisional dalam bahasa Moi di sebut “Yegek” atau biasa di kenal oleh masyarakat pesisir Indonesia timur dengan system Sasi. Dangan Sistem tradisional inilah masyarakat mampuh menjaga potensi alamnya sendiri misalnya masyarakat melakukan perlindungan terhadap : udang Lobster, Teripang, Penyu, Ikan Duyung (dugong), Lola, Ikan Mami dan bahkan mereka melakukan pengawasan terhadap pola tanggkap yang merusak ekosistem laut seperti melarang untuk mengunakan pukat/jaring, Potasium, Bom dan bahan kimia lain yang merusak.
Masyarakat kampung Malaumkarta memperbolehkan penangkapan ikan untuk konsumsi rumah tangga dan di jual dengan hanya cara yang sederhana dan ramah lingkungan misalanya menggunakan nelon pancing, menyelam dengan cara tradisional dan juga melobe (menggunakan petromaks pada malam hari).
3)Potensi Hutan dan Pertanian
Potensi hutan kampung Malaumkarta cukup luas misalnya ke arah selatan berbatasan dengan kampung Klayili mencapai 50 km dan ke arah utara kampung Kwadas mencapai 17 km dan ke arah timur berbatasan dengan kampung Asbaken 30 km. Luas hutan Kampung Malaumkarta ini kaya akan potensi hutan misalnya Kayu merbau, Dusun Sagu, Kayu Damar, tali rotan DAS, serta beberapa lokasi merupakan tempat bermain burung cendrawasih.
Seperti di jelaskan di atas bahwa masyarakat kampung Malaumkarta kehidupanya 85 % masih meramu diantaranya bercocok tanam berpindah-pindah, berkebung hanya sebagai refresing, nelayang masih tergantung alam dan meramu sagu sebagai bahan pokok lokal, berburu binatang hutang seperti rusa, babi, kanguru dll untuk di makan.
J.Sarana Prasarana
Secara fisik kampung Malaumkarta baru di bangun pada tahun 1991 paska pemindahan penduduk dari kampung yang lama akibat wilayah geografis kampung yang lama tidak seimbang dengan pertumbuhan jumlah penduduk per tahun. Akibat ini membuat masyarakat Kampung Malaumkarta terpaksa harus membuka lokasi perkampungan yang baru untuk pindah. Penataan lokasi pemukiman yang baru sejak membuat masyarakat kampung Malaumkarta harus bekerja dari angka nol, misalnya harus membangun SD darurat, tidak adanya puskesmas pembantu dan juga sarana umum lainnya. Namun hingga sekarang berepa fasilitas umum yang di bangun juga mengalami kerusakan karena bangunan yang sudah tua, serta konstruksi yang tidak layak.
Sarana penunjuang ke kampung Malaumkarta misalnya jalan raya sudah di bangun namun belum di aspal dan hingga sekarang menjadi kendala kerena di beberapa tempat ruas jalan Sorong Makbon dan ruas malawor sampai ke malaumkarta masih di temukan yang rusak dan hingga sekarang belum ada peningkatan dari pemerintah provinsi Papua Barat. Sementara jalan masuk ke kampung Malaumkarta dari ruas jalan utama ± 1.700 km belum juga di lakukan peningkatan oleh pemerintah kabupaten Sorong. Namun dengan kondisi demikian masyarakat harus memaksakan untuk tetap melewati jalur tersebut ke kota untuk menjual hasil mereka dan juga dalam seminggu banyak pengunjung yang datang berwisata dari kota Sorong ke kampung Malaumkarta.
Tabel 3 Sarana dan Prasarana
K.Agama dan Kepercayaan
Pada tahun 1947 tepat tanggal 14 Desember seorang Guru injil asal kampung Malaumkakarta, yakni : Berthus Kalami Klaglas (alm), dalam perjalanan dari Sorong menyusuri pantai utara melewati Kampung Saoka, kampung Batulubang dan Makbon menuju kampung Suatolo, Malaumkarta sekarang untuk melaksanakan misi pekabaran injil ke kampung Swatolo. Pada tahun 1960 an ada juga beberapa masyarakat suku Moi yang mendiami kampung Malaumkarta beragama islam misalnya marga Merin, Kapitanlaut, namun hingga sekarang mereka tidak ada lagi di kampung Malaumkarta. Dengan demikian mayoritas penduduk kampung Malaumkarta sekarang beragama Kristen Protestan. Sebelum masuknya agama Kristen di kampung Malaumkarta suku Moi telah meyakini adanya keslamatan dan adanya Yesus sebagai penyelamat dalam kepercayaan mereka sebagai suku MOI, hal ini terbukti di saat suku Moi melakukan ritual-ritual adat, mereka menyebut nama Allah, Yesus bahkan Rohol kudus dalam bahasa Moi, misalnya: Muhmele, Abalyuk, Funna, Glafoos, Naa Soo, Naa Igik dan juga sebutan-sebutan yang lain. Agama dan Kepercayaan Adat di suku Moi adalah suatu kepercayaan yang telah di pelajari dalam pendidikan adat atau yang disebut dengan “Kambik”, (pendidikan tradisional) hubungan dalam Kambik ini di yakini sangat kuat karena semua alumus Kambik mengatakan bertemu dengan Muhmele di alam ke-dua.
L.Rencana Strategis Pembangunan Kampung Malaumkarta
Pembangunan Kampung Malaumkarta telah di tetapkan dalam hasil MUSREMBANG dan juga di tetapkan dalam Sidang Gereja Jemaat GKI Silo Malaumkarta (RAKER JEMAAT), di sepakati secara bersama oleh berbagai komponen yang terdiri dari:
1) Pemerintah Kampung Beserta Aparatnya
2) Tokoh Agama (Majelis Jemaat)
3) Tokoh Pemuda
4) Tokoh Perempuan
5) Tokoh Adat
6) Masyarakat Kampung Malaumkarta
7) Pemuda dan Pelajar yang tergabung dalam organisasi Ikatan Kampung Malaumkarta
(IKM)
8) Kelompok mahasiswa asal Kampung Malaumkarta yang tergabung dalam Organisasi
Perkumpulan Generasi Malaumkarta (PGM).
9) Dunia Pendidikan (pihak Sekolah Dasar) dan
10)Pihak Kesehatan (Puskesmas Pembantu)
Rencana Strategi Pembangunan Kampung Malaumkarta di tetapkan dalam 2 (dua) bentuk yaitu rencana pembangunan secara Fisik maupun Non Fisik.
Rencana pembangunan Kampung Malaumkarta hasil Musrembang , 14 Maret 2011 antara lain:
1.Pelatihan Computer: Program Dasar Komputer untuk aparat Kampung, mejelis
Jemaat dan Pemuda: (suda di lakukan)
Word, Exsel dan Power Point
Keaungan (kas Kecil)
2. Pembuatan Site Plan Tata Ruang Kampung Malaumkarta
3. Membuat Monografi Kampung Malaumkarta
4. Pemetaan Potensi hasil Laut dan Persebaran terumbu Karang
5. Pemetaan Hasil Hutan Kayu dan Non Kayu
6. Pembuatan PERKAM tentang Retribusi Pendapatan Asli Kampung
7. Pembangunan 25 Penginapan (Homestay), dan 2 Unit Aula Pertemuan
8. Pengadaan Boat Patroli Laut
9. Pembuatan Sarana Penunjang Wisata ( MCK dan Kolam Renang Air Tawar)
10. Pembuatan 2 rumah Adat Suku Moi (rumah Penyembuhan orang sakit dan nikah
Adat)
11. Pembuatan 1 unit Rumah di lengkapi dengan Fasilitas Internet (free hotspot)
12. Pengadaan Peralatan Diving
13. Pengadaan Peralatan Snorkeling
14. Pembangunan 1 unit aula sebagai sekolah/training Bahasa Moi bagi tamu
yang berkunjung ke Malaumkarta
15. Pembuatan Felem Dokumenter tentang potensi kampung Malaumkarta dan
Pariwisata.
16. Training/ Studi banding Sistem pengelolaan Wisata bagi masyarakat kampung
Malaumkarta ke Bali
17. Kursus Bahasa Inggris bagi anak-anak di kampung Malaumkarta, sebagai
pemandu wisata Baca selengkapnya..
Selasa, 14 Juni 2011
PANGGILAN NEGRI (oleh: Torianus Kalami)
Sejak negri ku dihuni
Sejak itu pula kami tersiksa
Kami disiksa orang tak dikenal
Di saat kau menyentuh tubuhku
Di saat itu pula kau merampas hartaku
Serta melemparku tak berdaya
Lalu…..lalu……………..?
Menyembunyikan wajahmu dari pandangku
Membalik pergi membangun hartaku
Di negrimu tak ku tahu
Oh …… panggilan negri !
Oh ……..panggilan generasi penerus !
Tak terbayangkah kau diterkam binatang ini ?
Ataukah sengaja kau menghianati perjuangan ini ?
Ya Tuhan ! Beginikah panggilan Mu ?
Menitipkan penguasa perampok di negri kami ?.
Oh ….Tuhan di tengah rimba raya aku menanggis
Merinding, melihat ulah ini terjadi
Di atas negri leluhurku
Oh ……..panggilan tanah air
Oh………panggilan generasi muda
Tekatkan niatmu
Persembahkan karyamu
Demi tercipta perubahan yang sejati
Malaumkarta, 2004 Baca selengkapnya..
Senin, 13 Juni 2011
Peluang Ekonomi di Malaumkarta
Kampung Malaumkarta merupakan salah satu dari (delapan) kampung yang terdapat di distrik Makbon kabupaten Sorong Papau Barat. Secara definitive kampung malaumkarta di SK kan sebagai pemerintah kampung yang otonom (mandiri) pada tanggal 20 Desember 1991, dan Hingga sekarang kampung Malaumkarta berusia 20 tahun telah menjalankan peerintahannya.Pada tahun 2007 bangkit suatu kelompok generasi muda yang di beri nama Perkumpulan Genarasi Malaumkarta atau yang di singkat PGM. Kelompok generasi muda ini di prakasai oleh beberapa anak- anak muda dari kampung Malaumkarta yaitu: Arens Kalami, Michael Mobalen, Niko Kalami, Kostan Magablo, Frengki Kalami dan Tory Kalami. Mereka melakukan pekerjaan sederhana dalam target untuk pembangunan kampung halaman.
Program utamanya adalah: melakukan pemetaan Potensi secara umum, potensi laut, darat, juga ekonomi, pendidikan, budaya serta membuat monografi kampung Mlaumkarta secra sederhana atas apa yang telah di lakukan dalam penelitian tersebut.
Dalam pemetaannya tahun 2008 telah menunjukan potensi kampung Mlaumkarta cocok untuk di kembangkan sebagai kampung Wisata di Kabupaten Sorong dalam konsep dasarnya adalah ”Ekowisata”. Konsep ini timbul atas dasar beberapa peneliti dari laur misalnya (Fabyne dan Julian dari belgia), melakukan penelitian terhadap persebaran terumbu karang dan persebaran ikan duyung di kampung Malaumkarta, Florian salah Satu Mahasiswa kehutanan dari jerman yang melakukan penelitian terhadap jenis-jenis kayu dalam bahasa Moi, dan Adam dari Denmark yeng melakukan penelitian terhadap burung-burung. Fabyne dan Julianmengatakan terumbu karang di wilayah kampung Malaumkarta hingga masuk teluk dore cukup bagus, dan juga populasi perkembangbiakan ikan duyung di wilayah pulau Um sampai ke rep (corel) safur cukup tinggi dan cocok untuk di jadikan tempat tontonan ikan duyung dan juga Florain yang mengatakan bahwa perlu adanya penamaan pohon dalam bahasa Moi, juga Adam yang mengiinkan Malaumkarta (pulau um) di jadikan sebagai tempat tontonan burung pada pagi dan sore hari.
Namun juga sebelum beberapa beneliti tersebut datang ke kampung Malaumkarta, masyarakat dengan kemampunnya yang cukup baik telah mencanangkan kampung Malaumklarta sebagai wilayah konservasi tradisional (Egek- bhs moi) pada tahun 1990 untuk melindungi kawasan laut dari ancaman-ancaman yang merusak lingkungan serta melindungi hutan dari penebangan liar.
Keadaan Ekonomi.
Masyarakat kampung Malaumkarta kehidupanya masih meramu diantaranya bercocok tanam berpindah-pindah, berkebung hanya sebagai refresing, nelayang masih tergantung alam dan meramu sagu sebagai bahan pokok lokal masih maeramu, berburu binatang hutang seperti rusa, babi, kanguru dll untuk di makan. Pendapatan masyarakat tidak menentu misalnya nelayan mencapai 50-70 ribu, dipasarkan ke sorong dalam sehari mencari ikan, untuk di jaul, petani menjual kelapa, seri, dll-20-50/hari.
Potensi ekonomi di kampung Malaumkarta sangat strategis untuk di kelolah, namun hingga sekarang petensi tersebut belum dapat di kelolah dengan baik oleh masyarakat kampung Malaumkarta. Potensi di kapampung malaumkarta contonhnya seperti; Hutan tersebut juga merupakan tempat tersimpannya kayu, rotan, dusun sagu, dusun kulit lawan, dusun damar, dusung kayu gaharu, DAS, tempat keramat/sakral, tempat kelengnaing, dan juga siklus kehidupan marga satwa. Di wilayah laut terdapat ikan, udang lofster, penyu, terumbu karang dan beberapa ekosistem bahari yang terdapat di dalam laut. Mata pencarian masyarakat malaumkarta tidak menetab, mereka sangat tergantung pada alam dimana mereka berkebung menanam rica, jagung, ubi kayu, ubi jalar, lengkuas, pisang dan kebung sayur-sayuran yang ukurannya tidak terlalu besar, sedangkan tanaman jangka panjang seperti kelapa, coklat, mangga dll adalah tanaman jangka panjang yang menunggu hasil musim buah. Dari data assement PGM menunjukan 90 % penduduk Malaumkarta bermata pencharian sangat tidak tetap, ada yang bercocok tanam dan ada pula yang nelayan tradisional (masih menggunakan sampang untuk mencarai ikan dan hasil laut lain) dan untuk sampingan ada yang memilihara ternak seperti ayam kampung, anjing yang di gunakan sebagai alat pemburu binatang (babi, Rusa untuk di makan dan juga sebagaian di konsumsikan). Bahan makanan atau konsumsi lokal masyarakat malaumkarta adalah sagu sebagai bahan poknya.
Sumber Potensi Masyarakat
Potensi Andalan
Potensi Laut:
Potensi Laut Kampung Malaumkarta cukup tinggi, hal ini dapat di buktikan dengan pembangunan yang di swadayakan oleh masyarakat kampung malaumkarta dari hasil laut Misalnya : Udang Lofter, teripang, Ikan, Penyu dan juga Siput (lola) degan harga pada pasar lokal yang berfariasi seperti:
1.Udang
o Udang Lofter Rp. 200.000/kg
o Udang Bambu Rp 175.000/kg
o Udang batik, Udang Pasir Rp. 100.000/Kg
o Udang Setan Rp. 75.000/kg
o Udang Kipas Rp 50.000
2.Teripang
o Teripang Malam Rp. 200.000/kg
o Teripang Susu Rp. 300.000/kg
o Teripang Gosok Rp 150.000/kg
o Teripang Sepatu Rp. 250.000/kg
o Teripang Nenas Rp 300.00/kg
o Teripang Minyak Rp 100.00/kg
3. Lola/ Siput Rp 55.000/Kg
4. Ikan Mami Rp. 50.000-100.000/kg
5. Ikan Campur Rp 10.000/tali (di jual lokal)
Potensi Hutan
Hasil hutan mkarta anatara lain: Kayu merbau, miks,kulit masoi, Anggrek, Rotan, Dusun sagu, Kayu gaharu/eleo, Damar putih, Kayu lawan, kayu kemandangan dll.
Kebun: (komuditi)
a. Jangka Pendek:
Pisang, Ubi kayu, Ubi jalar, Kajang, Jangung, Sirih,Rica, Sayur-sayuran, Kunyit, Lengkuas,Nenas,Pepaya,buah merah, sanrang semut dll
Bauh-buahan tropis : kelepa, pisang, papaya, nanas, rambutan, jambu air,jambu biji, jeruk, salak nangka dll.
b. Jangka panjang (komuditi)
Kelapa,Rambutan,Coklat,Mangga,Jambu,Jeruk,Lansat,Cempedat, Sukung dll.
Penghasilan Rata-rata penduduk Kampung Malaumkarta
No Kegiatan Keterangan Pendapatan
Perminggu RP Perbulan Rp
1 Berkebun/Tani 200.000 1.000.000
2 Nelayan Tangkap 150.000 600.000
3 Memelihara Hewan 50.000 200.000
4 Berburuh 400.000 1.600.000
5 Meramu Sagu 200.000 1.000.000
6 Kios 200.000 1.000.000
Flora dan Fauna:
Jenis Flora dan Fauna di Malaumkarta dan tempat Persebaran.
No Nama Flora dan Fauna DaerahPersebaran
1. Cendrawasih (paradise Spora) warsamson
2. Kanguru Pohon Wallaby (macropus) Hutan
3. Kanguru Tanah Hutan lembah
4. Tupai berkantong(Patamus) Mibi
5. Kuskus (Phalager) Hutan
6. Mambruk Hutan
7. Kasuari Hutan
8. Kupu-kupu Klamuntuk,dll
9. Kelelawr Pulau Um, gua
10.Camar Pulau Um
11.Maleo Pulau Um
12.Burung Matamerah Pulau Um
13.Bangau Putih Pulau Um
14.Siriti Gua Kalabus
15.Kakatua putih Hutan
16.Kakatua makan ketapang Gauk, gele, linswok, linggbaimus Baca selengkapnya..
Program utamanya adalah: melakukan pemetaan Potensi secara umum, potensi laut, darat, juga ekonomi, pendidikan, budaya serta membuat monografi kampung Mlaumkarta secra sederhana atas apa yang telah di lakukan dalam penelitian tersebut.
Dalam pemetaannya tahun 2008 telah menunjukan potensi kampung Mlaumkarta cocok untuk di kembangkan sebagai kampung Wisata di Kabupaten Sorong dalam konsep dasarnya adalah ”Ekowisata”. Konsep ini timbul atas dasar beberapa peneliti dari laur misalnya (Fabyne dan Julian dari belgia), melakukan penelitian terhadap persebaran terumbu karang dan persebaran ikan duyung di kampung Malaumkarta, Florian salah Satu Mahasiswa kehutanan dari jerman yang melakukan penelitian terhadap jenis-jenis kayu dalam bahasa Moi, dan Adam dari Denmark yeng melakukan penelitian terhadap burung-burung. Fabyne dan Julianmengatakan terumbu karang di wilayah kampung Malaumkarta hingga masuk teluk dore cukup bagus, dan juga populasi perkembangbiakan ikan duyung di wilayah pulau Um sampai ke rep (corel) safur cukup tinggi dan cocok untuk di jadikan tempat tontonan ikan duyung dan juga Florain yang mengatakan bahwa perlu adanya penamaan pohon dalam bahasa Moi, juga Adam yang mengiinkan Malaumkarta (pulau um) di jadikan sebagai tempat tontonan burung pada pagi dan sore hari.
Namun juga sebelum beberapa beneliti tersebut datang ke kampung Malaumkarta, masyarakat dengan kemampunnya yang cukup baik telah mencanangkan kampung Malaumklarta sebagai wilayah konservasi tradisional (Egek- bhs moi) pada tahun 1990 untuk melindungi kawasan laut dari ancaman-ancaman yang merusak lingkungan serta melindungi hutan dari penebangan liar.
Keadaan Ekonomi.
Masyarakat kampung Malaumkarta kehidupanya masih meramu diantaranya bercocok tanam berpindah-pindah, berkebung hanya sebagai refresing, nelayang masih tergantung alam dan meramu sagu sebagai bahan pokok lokal masih maeramu, berburu binatang hutang seperti rusa, babi, kanguru dll untuk di makan. Pendapatan masyarakat tidak menentu misalnya nelayan mencapai 50-70 ribu, dipasarkan ke sorong dalam sehari mencari ikan, untuk di jaul, petani menjual kelapa, seri, dll-20-50/hari.
Potensi ekonomi di kampung Malaumkarta sangat strategis untuk di kelolah, namun hingga sekarang petensi tersebut belum dapat di kelolah dengan baik oleh masyarakat kampung Malaumkarta. Potensi di kapampung malaumkarta contonhnya seperti; Hutan tersebut juga merupakan tempat tersimpannya kayu, rotan, dusun sagu, dusun kulit lawan, dusun damar, dusung kayu gaharu, DAS, tempat keramat/sakral, tempat kelengnaing, dan juga siklus kehidupan marga satwa. Di wilayah laut terdapat ikan, udang lofster, penyu, terumbu karang dan beberapa ekosistem bahari yang terdapat di dalam laut. Mata pencarian masyarakat malaumkarta tidak menetab, mereka sangat tergantung pada alam dimana mereka berkebung menanam rica, jagung, ubi kayu, ubi jalar, lengkuas, pisang dan kebung sayur-sayuran yang ukurannya tidak terlalu besar, sedangkan tanaman jangka panjang seperti kelapa, coklat, mangga dll adalah tanaman jangka panjang yang menunggu hasil musim buah. Dari data assement PGM menunjukan 90 % penduduk Malaumkarta bermata pencharian sangat tidak tetap, ada yang bercocok tanam dan ada pula yang nelayan tradisional (masih menggunakan sampang untuk mencarai ikan dan hasil laut lain) dan untuk sampingan ada yang memilihara ternak seperti ayam kampung, anjing yang di gunakan sebagai alat pemburu binatang (babi, Rusa untuk di makan dan juga sebagaian di konsumsikan). Bahan makanan atau konsumsi lokal masyarakat malaumkarta adalah sagu sebagai bahan poknya.
Sumber Potensi Masyarakat
Potensi Andalan
Potensi Laut:
Potensi Laut Kampung Malaumkarta cukup tinggi, hal ini dapat di buktikan dengan pembangunan yang di swadayakan oleh masyarakat kampung malaumkarta dari hasil laut Misalnya : Udang Lofter, teripang, Ikan, Penyu dan juga Siput (lola) degan harga pada pasar lokal yang berfariasi seperti:
1.Udang
o Udang Lofter Rp. 200.000/kg
o Udang Bambu Rp 175.000/kg
o Udang batik, Udang Pasir Rp. 100.000/Kg
o Udang Setan Rp. 75.000/kg
o Udang Kipas Rp 50.000
2.Teripang
o Teripang Malam Rp. 200.000/kg
o Teripang Susu Rp. 300.000/kg
o Teripang Gosok Rp 150.000/kg
o Teripang Sepatu Rp. 250.000/kg
o Teripang Nenas Rp 300.00/kg
o Teripang Minyak Rp 100.00/kg
3. Lola/ Siput Rp 55.000/Kg
4. Ikan Mami Rp. 50.000-100.000/kg
5. Ikan Campur Rp 10.000/tali (di jual lokal)
Potensi Hutan
Hasil hutan mkarta anatara lain: Kayu merbau, miks,kulit masoi, Anggrek, Rotan, Dusun sagu, Kayu gaharu/eleo, Damar putih, Kayu lawan, kayu kemandangan dll.
Kebun: (komuditi)
a. Jangka Pendek:
Pisang, Ubi kayu, Ubi jalar, Kajang, Jangung, Sirih,Rica, Sayur-sayuran, Kunyit, Lengkuas,Nenas,Pepaya,buah merah, sanrang semut dll
Bauh-buahan tropis : kelepa, pisang, papaya, nanas, rambutan, jambu air,jambu biji, jeruk, salak nangka dll.
b. Jangka panjang (komuditi)
Kelapa,Rambutan,Coklat,Mangga,Jambu,Jeruk,Lansat,Cempedat, Sukung dll.
Penghasilan Rata-rata penduduk Kampung Malaumkarta
No Kegiatan Keterangan Pendapatan
Perminggu RP Perbulan Rp
1 Berkebun/Tani 200.000 1.000.000
2 Nelayan Tangkap 150.000 600.000
3 Memelihara Hewan 50.000 200.000
4 Berburuh 400.000 1.600.000
5 Meramu Sagu 200.000 1.000.000
6 Kios 200.000 1.000.000
Flora dan Fauna:
Jenis Flora dan Fauna di Malaumkarta dan tempat Persebaran.
No Nama Flora dan Fauna DaerahPersebaran
1. Cendrawasih (paradise Spora) warsamson
2. Kanguru Pohon Wallaby (macropus) Hutan
3. Kanguru Tanah Hutan lembah
4. Tupai berkantong(Patamus) Mibi
5. Kuskus (Phalager) Hutan
6. Mambruk Hutan
7. Kasuari Hutan
8. Kupu-kupu Klamuntuk,dll
9. Kelelawr Pulau Um, gua
10.Camar Pulau Um
11.Maleo Pulau Um
12.Burung Matamerah Pulau Um
13.Bangau Putih Pulau Um
14.Siriti Gua Kalabus
15.Kakatua putih Hutan
16.Kakatua makan ketapang Gauk, gele, linswok, linggbaimus Baca selengkapnya..
Jumat, 10 Juni 2011
SAMBUTAN DIREKTORAT JENDRAL NILAI BUDAYA , SENI DAN FILM PADA ACARA SHOOTING FILM PERNIKAHAN ADAT SUKU MOI DI KAMPUNG MALAUMKARTA, DISTRIK MAKBON KABUPATEN SORONG, PROVINSI PAPUA BARAT TANGGAL, 19 MEI 2011
Yang Terhormat:
1.Bupati Unsur Muspida Kabupaten dan Kota Sorong
2.Kepala Dinas Parawisata Kebudayaan Pemuda dan Olahraga Kabupaten dan Kota Sorong
3.Kepala SKPD Kabupaten dan Kota
4.Kapala Distrik Makbon serta unsur Muspika makbon Kabupaten Sorong
5.Ketua Panitia Upacara Adat Besar Suku Moi di Kampung Malaumkarta
6.Para undangan dan seluruh Hadirin yang saya muliakan
Salam Sejahtera Bagi Kita Semua
Pertama-tama marilah kita ucapkan puji syukur ke hadirat Tuhan oleh karena berkat dan Rahmatnyalah maka kita semua dapat berkumpul bersama di tempat ini dalam rangka mengikuti upacara adat perkawinan Suku Moi di Kampung Malaumkarta, Distrik Makbon, Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat.
Sebagaimana di ketahui masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk, dengan di tandai oleh banyaknya suku bangsa yang masing-masing menunjukan budayanya yang unik dan khas, dan manjadi kebangaan bansa Indonesia yang diloestarikan.
Kekhasan dari masing-masing budaya menunjukkan keragaman yang di dalamnya terkandung nilai-nilai budaya yang dapat di manfaatkan.
Hadirin Yang Berbahagia.
Pada perkembangan dewasa ini, di era global seiring dengan kemajuan IPTEK tentu akan dapat mengancam pelestarian nilai-nilai budaya diwariskan oloeh para leluhur. Oleh karena itu, diperlukan usaha-usaha untuk mempertahankan adat dan budaya yang telah di wariskan leluhur yang dapat memperkaya khasan budaya.
Pada hari ini kita menyaksikan bagaimana masyarakat melaksnakan upacara Adat Perkawinan sesuai dengan Adat yang ada pada suku Moi. Upacara pernikahan secara adat ini hanyalah salah satu dari berbagai upacara yang ada pada suku Moi seperti upacara membuka kebun, upacara menyembuhan orang sakit atau keikbikla dan keik kli serta masih banyak lagi upacara-upacara adat yang masih si lakukan oleh masyarakat adat Suku Moi.
Hal ini mengambarkan bahwa nilai-nilai dari setiap upacara yang di laksanakan suku moi masih memelihara, mempertahankan dan melesratikan tradisi peninggalan leluhur untuk tetap di laksanakan.
Kepada kedua mempelai yang telah melakukan pernikahan adat ini semoga di karuniai oleh Tuhan semesta kebahagiaan, keturunan yang dapat tetap mempertahankan tradisi peninggalan leluhurnya.
Pelaksanaan upacara-upacara Adat Suku Moi in mencerminkan bahwa masyarakat Adat Besar Suku Moi di Kampung Malaumkarta masih menghormati peninggalan atau warisan Budaya yang di berikan oleh leluhur mereka dan tetap di hormati bahkan di pelihara keberadannya.
Saudara-saudara yang saya hormati
Kerukunan bermasyarakat di sini jelas adanya masyarakat di kampung Malaumkarta, dapat menerima berbagai ragam budaya agama dan kepercayaan lainnya.
Hadirin yang berbahagia.
Upacara adat besar suku moi merupakan kearifan lokal, yang mempunyai nilai budaya dan juga berfungsi sebagai jalinan hubungan yang dapat di gunakan sebagai acuan dalam kehidupan bermasyarakat, bangsa dan bernegara.
Oleh sebab itulah, nilai-nilai budaya yang terkandung di dalamnya perlu kita pelihara, kita kembangkan dan kita manfaatkan. Keberhasilan pelestarian nilai-nilai budaya tergantung sejauh mana kita dapat memehami dan mengapresiasi nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dan di amalkan sebagai salah satu identitas budaya, jati diri masyarakat bangsa dan Negara.
Akhir kata semoga upacara adat besar suku moi dapat terus lestari menjadi pencerahan bagi kehidupan kita semua.
Sekian Terima Kasih
Salam Sejahtera Bagi Kita Semua
Direktorat Jendrak Nilai BUdaya
Seni dan Film
Drs. Ukus Kaswara, MM
Nip. 195912171986031001 Baca selengkapnya..
1.Bupati Unsur Muspida Kabupaten dan Kota Sorong
2.Kepala Dinas Parawisata Kebudayaan Pemuda dan Olahraga Kabupaten dan Kota Sorong
3.Kepala SKPD Kabupaten dan Kota
4.Kapala Distrik Makbon serta unsur Muspika makbon Kabupaten Sorong
5.Ketua Panitia Upacara Adat Besar Suku Moi di Kampung Malaumkarta
6.Para undangan dan seluruh Hadirin yang saya muliakan
Salam Sejahtera Bagi Kita Semua
Pertama-tama marilah kita ucapkan puji syukur ke hadirat Tuhan oleh karena berkat dan Rahmatnyalah maka kita semua dapat berkumpul bersama di tempat ini dalam rangka mengikuti upacara adat perkawinan Suku Moi di Kampung Malaumkarta, Distrik Makbon, Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat.
Sebagaimana di ketahui masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk, dengan di tandai oleh banyaknya suku bangsa yang masing-masing menunjukan budayanya yang unik dan khas, dan manjadi kebangaan bansa Indonesia yang diloestarikan.
Kekhasan dari masing-masing budaya menunjukkan keragaman yang di dalamnya terkandung nilai-nilai budaya yang dapat di manfaatkan.
Hadirin Yang Berbahagia.
Pada perkembangan dewasa ini, di era global seiring dengan kemajuan IPTEK tentu akan dapat mengancam pelestarian nilai-nilai budaya diwariskan oloeh para leluhur. Oleh karena itu, diperlukan usaha-usaha untuk mempertahankan adat dan budaya yang telah di wariskan leluhur yang dapat memperkaya khasan budaya.
Pada hari ini kita menyaksikan bagaimana masyarakat melaksnakan upacara Adat Perkawinan sesuai dengan Adat yang ada pada suku Moi. Upacara pernikahan secara adat ini hanyalah salah satu dari berbagai upacara yang ada pada suku Moi seperti upacara membuka kebun, upacara menyembuhan orang sakit atau keikbikla dan keik kli serta masih banyak lagi upacara-upacara adat yang masih si lakukan oleh masyarakat adat Suku Moi.
Hal ini mengambarkan bahwa nilai-nilai dari setiap upacara yang di laksanakan suku moi masih memelihara, mempertahankan dan melesratikan tradisi peninggalan leluhur untuk tetap di laksanakan.
Kepada kedua mempelai yang telah melakukan pernikahan adat ini semoga di karuniai oleh Tuhan semesta kebahagiaan, keturunan yang dapat tetap mempertahankan tradisi peninggalan leluhurnya.
Pelaksanaan upacara-upacara Adat Suku Moi in mencerminkan bahwa masyarakat Adat Besar Suku Moi di Kampung Malaumkarta masih menghormati peninggalan atau warisan Budaya yang di berikan oleh leluhur mereka dan tetap di hormati bahkan di pelihara keberadannya.
Saudara-saudara yang saya hormati
Kerukunan bermasyarakat di sini jelas adanya masyarakat di kampung Malaumkarta, dapat menerima berbagai ragam budaya agama dan kepercayaan lainnya.
Hadirin yang berbahagia.
Upacara adat besar suku moi merupakan kearifan lokal, yang mempunyai nilai budaya dan juga berfungsi sebagai jalinan hubungan yang dapat di gunakan sebagai acuan dalam kehidupan bermasyarakat, bangsa dan bernegara.
Oleh sebab itulah, nilai-nilai budaya yang terkandung di dalamnya perlu kita pelihara, kita kembangkan dan kita manfaatkan. Keberhasilan pelestarian nilai-nilai budaya tergantung sejauh mana kita dapat memehami dan mengapresiasi nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dan di amalkan sebagai salah satu identitas budaya, jati diri masyarakat bangsa dan Negara.
Akhir kata semoga upacara adat besar suku moi dapat terus lestari menjadi pencerahan bagi kehidupan kita semua.
Sekian Terima Kasih
Salam Sejahtera Bagi Kita Semua
Direktorat Jendrak Nilai BUdaya
Seni dan Film
Drs. Ukus Kaswara, MM
Nip. 195912171986031001 Baca selengkapnya..
Kamis, 09 Juni 2011
" YEGEK " SUATU SISTEM KONSERVASI TRADISIONAL SUKU MOI
A.Gambaran Umum
Konservasi Tradisional atau yang kita kenal dengan sistim sasi, tidak lasim bagi masyarakat pesisir Indonesia timur dan bukanlah hal yang baru, namun system ini di kenal cukup lama, bahkan dalam pandangan suku-suku di papua di pahami dengan sebutan dan cara yang berbeda, namun tujuannya sama adalah untuk melindungi potensi-potensi yang dianggap cukup memberikan nilai ekonimis dan konsumsi bagi masyarakat setempat.Misalanya sasi yang di pandang oleh suku Moi yang mendiami wilayah malamoi kepala burung papua (kabupaten sorong, kab tambrau, kota sorong dan kabupaten raja ampat). Suku moi memahami sasi berbad abad lamanya, dididik sejak mengikuti pendidikan dalam Rumah Adat (Kambik), di dalam pendidikan adat di sana telah diajarkan berbagai ilmu termasuk ilmu konservasi, dalam bahasa MOI di sebut dengan “YEGEK” yang artinya Larangan. Jadi Yegek adalah suatu larangan terhadap wilayah zona inti dalam wilayah Tanah Adat Marga pada hukum adat suku Moi. Bisanya Suku Moi melakukan larangan ini di dusun sagu, kolam ikan, dan juga tempat bermain burung-burung (kelnaing). Zona inti tersebut di pandang cukup bernilai tinggi karena menyimpan logistic Alam bagi keberlanjutan kehidupan mereka tertama merupakan logistic yang berkesinambungan bagi anak cucu mereka.
B.Pandangan Masyarakat Adat Suku Moi Tentang Konservasi Tradisional (Yegek)
Secara Geografis Masyarakat Adat Suku MOI mendiami 4 (empat) wilayah pemerintahan di Kepala Burung Papua Barat yaitu: Kaupaten Sorong, Kota Sorong, Kabupaten Raja Ampat dan Kabupaten Tambrauw. Suku Moi terbagi atas 5 (lima) sub suku Besar yaitu: moi abun mendiami kabupaten pemekaran Tambrau sampai ke distrik Moraid, moi kelim mendiami distrik moraid sampai ke wilayah kota sorong, moi segin tersebar di wilayah Seget dan salawati, moi maya berada di Kepulauaan Waigeo Raja Ampat, dan moi klabara tersebar di wilayah distrik Beraur sampai perbatasan Kabupaten Sorong Selatan. Kamajemukan Suku Moi yang terdiri dari 5 (lima) sub suku di atas tersebut, memahami konservasi tradisional (yegek) Dalam Pendidikan Rumah Adat Suku Moi telah diajarkan tentang berbagai pendidikan oleh oleh guru-guru (untalan dan tulkama) kepada murid-muridnya (uliwi). Tempat pendidikannya di alam (hutan yang utuh atau hutan yang tidak ada aktifitas manusia) hanya ada alam asli. Di dalam pendidkan tersebut guru-guru adat mengajarkan berbagai ilmu seperti: kesehatan, konsevasi, tata pemerintahan adat, pertanian, penerbangan, ilmu jiwa dll). Masyarakat Adat Suku Moi mendang sasi sebagai bagian dari hidup, untuk itu apabila terjadi pelanggaran terhadap litas tanah adat yang merugikan mereka biasanya bisa terjadi sidang Adat untuk mmproses palaku pelangaran Adat Tersebut, karena kita dianggap manghancukan hidup orang lain, di dalam tanah Adat tersebut, dimana tersimpan tersedia logistic alam marga mereka.
C.Sejarah Perjalanan Sasi di Kampung Malaumkarta (Suatu Kilas Balik)
Tepat pada tanggal, 2 April 1992, Kampung Malaumkarta secara otonom di SK kan oleh Bupati kabupaten Sorong, maka secara pemerintahan dapat bertanggung jawab melaksanakan semua pembangunan di tingkat kampung bersama masyarakat. Konsep konservasi tradisional mulai di dorong untuk oleh masyarakat di kampung di mulai dengan pembentukan organisasi adat yang agak formal, struktur diatur serta di susun oleh tokoh adat dengan mengacu pada aturan adat. Program utama dari Pelaksana konservasi (yegek) kawasan daerah adalah melakukan pemetaan beberapa zona inti di laut dan potensi hutan yang dianggap masih utuh. Konservasi tradisional tersebut meliuti seluruh tanah adat kampung malaumkarta misalanya di laut, jarak daerah konservasi dari garis pante ke laut 3 mil, kemudian potensi alam yang di larang untuk penangkapan : udang lofter, Teripang, Penyu, siput lola, ikan duyung dan ikan garapuh. Selain penangkapan beberapa jenis hasil laut di atas di lakukan juga larangan terhadap pola tangkap atau alat tangkap yang dianggap merusak populasi dan terumbu karang seperti : jaring pukat, potassium, bom dll. Masyarakat hanya bisa di ijinkan managkap ikan dengan system manual yaitu dengan cara memancing atau menyelam menggunakan peralatan tangkap manual. Dalam menetapkan kawasan konservasi tradisional pada suku moi selalu di dasarkan pada potensi alam yang tersedia (zona inti), kemudian mulai di rapatkan bersama dalam pertemuan adat yang dihadiri oleh masyarakat dan juga beberapa kampung yang berdekatan turut di undang, tujuannya sehingga masyarakat umum dapat mengetahui batas-batas wilayah sasi serta potensi apa saja yang di lindungi. Dalam rapat tersebut akan di sampaikan prosesinya oleh pelaksana Ritual seminggu sebelum masuk dalam upacara Adat untuk menutup kawasan konservasi (yegek). Jangka waktu menutup kawasan konservasi (yegek) tidak dapat di tentukan batas waktunya, biasanya 2 hingga 3 tahun baru di buka. Prosesi penutupan daerah konservasi (yegek) di lakukan pada pagi hari jam 05.00 subuh, sebaliknya juga pada saat di buka. Prosesi di mulai dengan upacara Adat, di pimpin oleh beberapa tua-tua Adat secara kolektif memanggil dan menyebut nama dari lokasi yang di lindunggi serta memohon kepada, Tuhan sebagai pencipta, Tanah dan laut sebagai tempat mencarai hidup manusia serta memohon kepada leluhur sebagai pemberi warisan. Setelah itu Pelaksana Ritual berpidato menutupi upacara adat, sekaligus menanam tanda larangan yang di pancang dan di tancap ke tanah berbentuk X di ikat dengan daun-daunan dan juga kain berwarna Baca selengkapnya..
Konservasi Tradisional atau yang kita kenal dengan sistim sasi, tidak lasim bagi masyarakat pesisir Indonesia timur dan bukanlah hal yang baru, namun system ini di kenal cukup lama, bahkan dalam pandangan suku-suku di papua di pahami dengan sebutan dan cara yang berbeda, namun tujuannya sama adalah untuk melindungi potensi-potensi yang dianggap cukup memberikan nilai ekonimis dan konsumsi bagi masyarakat setempat.Misalanya sasi yang di pandang oleh suku Moi yang mendiami wilayah malamoi kepala burung papua (kabupaten sorong, kab tambrau, kota sorong dan kabupaten raja ampat). Suku moi memahami sasi berbad abad lamanya, dididik sejak mengikuti pendidikan dalam Rumah Adat (Kambik), di dalam pendidikan adat di sana telah diajarkan berbagai ilmu termasuk ilmu konservasi, dalam bahasa MOI di sebut dengan “YEGEK” yang artinya Larangan. Jadi Yegek adalah suatu larangan terhadap wilayah zona inti dalam wilayah Tanah Adat Marga pada hukum adat suku Moi. Bisanya Suku Moi melakukan larangan ini di dusun sagu, kolam ikan, dan juga tempat bermain burung-burung (kelnaing). Zona inti tersebut di pandang cukup bernilai tinggi karena menyimpan logistic Alam bagi keberlanjutan kehidupan mereka tertama merupakan logistic yang berkesinambungan bagi anak cucu mereka.
B.Pandangan Masyarakat Adat Suku Moi Tentang Konservasi Tradisional (Yegek)
Secara Geografis Masyarakat Adat Suku MOI mendiami 4 (empat) wilayah pemerintahan di Kepala Burung Papua Barat yaitu: Kaupaten Sorong, Kota Sorong, Kabupaten Raja Ampat dan Kabupaten Tambrauw. Suku Moi terbagi atas 5 (lima) sub suku Besar yaitu: moi abun mendiami kabupaten pemekaran Tambrau sampai ke distrik Moraid, moi kelim mendiami distrik moraid sampai ke wilayah kota sorong, moi segin tersebar di wilayah Seget dan salawati, moi maya berada di Kepulauaan Waigeo Raja Ampat, dan moi klabara tersebar di wilayah distrik Beraur sampai perbatasan Kabupaten Sorong Selatan. Kamajemukan Suku Moi yang terdiri dari 5 (lima) sub suku di atas tersebut, memahami konservasi tradisional (yegek) Dalam Pendidikan Rumah Adat Suku Moi telah diajarkan tentang berbagai pendidikan oleh oleh guru-guru (untalan dan tulkama) kepada murid-muridnya (uliwi). Tempat pendidikannya di alam (hutan yang utuh atau hutan yang tidak ada aktifitas manusia) hanya ada alam asli. Di dalam pendidkan tersebut guru-guru adat mengajarkan berbagai ilmu seperti: kesehatan, konsevasi, tata pemerintahan adat, pertanian, penerbangan, ilmu jiwa dll). Masyarakat Adat Suku Moi mendang sasi sebagai bagian dari hidup, untuk itu apabila terjadi pelanggaran terhadap litas tanah adat yang merugikan mereka biasanya bisa terjadi sidang Adat untuk mmproses palaku pelangaran Adat Tersebut, karena kita dianggap manghancukan hidup orang lain, di dalam tanah Adat tersebut, dimana tersimpan tersedia logistic alam marga mereka.
C.Sejarah Perjalanan Sasi di Kampung Malaumkarta (Suatu Kilas Balik)
Tepat pada tanggal, 2 April 1992, Kampung Malaumkarta secara otonom di SK kan oleh Bupati kabupaten Sorong, maka secara pemerintahan dapat bertanggung jawab melaksanakan semua pembangunan di tingkat kampung bersama masyarakat. Konsep konservasi tradisional mulai di dorong untuk oleh masyarakat di kampung di mulai dengan pembentukan organisasi adat yang agak formal, struktur diatur serta di susun oleh tokoh adat dengan mengacu pada aturan adat. Program utama dari Pelaksana konservasi (yegek) kawasan daerah adalah melakukan pemetaan beberapa zona inti di laut dan potensi hutan yang dianggap masih utuh. Konservasi tradisional tersebut meliuti seluruh tanah adat kampung malaumkarta misalanya di laut, jarak daerah konservasi dari garis pante ke laut 3 mil, kemudian potensi alam yang di larang untuk penangkapan : udang lofter, Teripang, Penyu, siput lola, ikan duyung dan ikan garapuh. Selain penangkapan beberapa jenis hasil laut di atas di lakukan juga larangan terhadap pola tangkap atau alat tangkap yang dianggap merusak populasi dan terumbu karang seperti : jaring pukat, potassium, bom dll. Masyarakat hanya bisa di ijinkan managkap ikan dengan system manual yaitu dengan cara memancing atau menyelam menggunakan peralatan tangkap manual. Dalam menetapkan kawasan konservasi tradisional pada suku moi selalu di dasarkan pada potensi alam yang tersedia (zona inti), kemudian mulai di rapatkan bersama dalam pertemuan adat yang dihadiri oleh masyarakat dan juga beberapa kampung yang berdekatan turut di undang, tujuannya sehingga masyarakat umum dapat mengetahui batas-batas wilayah sasi serta potensi apa saja yang di lindungi. Dalam rapat tersebut akan di sampaikan prosesinya oleh pelaksana Ritual seminggu sebelum masuk dalam upacara Adat untuk menutup kawasan konservasi (yegek). Jangka waktu menutup kawasan konservasi (yegek) tidak dapat di tentukan batas waktunya, biasanya 2 hingga 3 tahun baru di buka. Prosesi penutupan daerah konservasi (yegek) di lakukan pada pagi hari jam 05.00 subuh, sebaliknya juga pada saat di buka. Prosesi di mulai dengan upacara Adat, di pimpin oleh beberapa tua-tua Adat secara kolektif memanggil dan menyebut nama dari lokasi yang di lindunggi serta memohon kepada, Tuhan sebagai pencipta, Tanah dan laut sebagai tempat mencarai hidup manusia serta memohon kepada leluhur sebagai pemberi warisan. Setelah itu Pelaksana Ritual berpidato menutupi upacara adat, sekaligus menanam tanda larangan yang di pancang dan di tancap ke tanah berbentuk X di ikat dengan daun-daunan dan juga kain berwarna Baca selengkapnya..
Langganan:
Postingan (Atom)