Selamat datang pada Blog Media Gema Kampung Malaumkarta. Terimakasih atas kunjungan anda !

Rabu, 09 Februari 2011

Kerusakan Lingkungan di Kampung Malaumkarta

Selasa 17. Agustus 2010 di kampung malaumkarta, distrik makbon kabupaten sorong papua barat, terjadi suatu kejadian yang tidak manusiawi, dan merugikan banyak orang yaitu 3 orang pekerja jalan dari PT. Papua Alam Mandiri Kontraktor Jalan yang diantaranya Slamet, Ruslan dan Yoap Sani Melakukan Pemotasan di Kali Klauwgan yang merupakan kali utama yang menjadi konsumsi masyarakat kampong mlaumkarta. Kejadian ini akibat seorang Pengawas Jalan (Slamet) memaksa ke dua anak di Basecamp kerja yang berlokasi dekat kampung baingkete poros jalan utama sorong-manokwari. Dengan menggunakan motor milik Slamet sebagai pengawas jalan, mereka 3 (bertiga) menulusuri jalan dari kampung Baigkete menuju kampung malaumkara, yang berjarak 7 km bangkete. Dengan menggunakan kendaraan roda 2 milik pengawas jalan Slamet, DS. Polisi 4701 HL mereka bertiga bergoncengan menuju keli klauwgan yang berada di kampung malaumkarta. Setibanya di sana lalu mereka melakukan pemotasan di kepala air klaugan untuk mencari udang. Sebelum terjadinya kegiatan sejumlah rentetan kegiatan keji pengrusakan lingkungan ini suda berulang kali terjadi di kampung malaumkata, dimana pelaku yang sama pada tanggal 7 Agustus sekitar jam 4 sore telah melakukan pemotasan di kali Mibi kampung Malaumkarta, kejadian ini di temukan oleh salah seorang warga masyakarat dan anaknya.

II. Penyebab Masalah
Terjadi suatu permasalahan yang tidak di duga bersama yaitu Pemotasan di kali utama (kluwgan), kali utama yang selalu di gunakan sebagai konsumsi Rumah Tangga Masyarakat Kampung malaumkarta dengan jumlah KK 89 dan jumlah jiwa 426 orang. Akibat dari pemotasan tersebut, terjadi pengeroyokan/pemukulan terhadap 2 (dua) orang pelaku ke 2 yaitu :
1. Ruslan
2. Yoap Sani
Sementara itu Pengawas Proyek SLAMET sebagai dalang utama yang memprakasai kejadian keji tidak terpuji ini melarikan diri.

III. Analisa Masalah Sementara
Pelaku Melakukan Pemotasan pada tanggal 17 Agustus sebagai HUT RI
Ancaman Pelaku Utama, SLAMET kepada 2 orang anak buahnya untuk harus melakukan pekerjaan pemotasan di kali utama yang di gunakan oleh masyarakat sebagai konsumsi rumah tangga.
Ada Indikasi Pembunuhan terncana oleh pelaku utama, SLAMET
Ada Indikasi Adu domba masyarakat Moi di Malaumkarta, dan Asbaken karena ada salah seorang anak moi yaitu Yoap Sani yang diajak untuk ikut melakukan pemotasan di kali klauwgan.

IV.Saksi :
1.Yulius Sapisa dan Istrinya
2.Keliopas Kalami dan Bernad Kolis
3.Marten Sapisa
4.Yusub Salamala
5.Lalu datang lah semua masyarakat Malaumkarta

V.Kerugian
1.Kerugian Ekologi, yaitu pengrusakan lingkungan, dengan matinya udang dan
seluruh biota kali.
2.Motor Milik Pelakuk utama di rusak oleh masa.
Baca selengkapnya..

Minggu, 06 Februari 2011

POTENSI WISATA.

Malaumkarta memiliki sejumlah potensi daya tarik wisata alam dan budaya yang dapat dikembangkan menjadi Objek dan Daya darik Wisata (ODTW) daerah . Dari berbagai potensi tersebut, maka peluang untuk pengembangan Masyarakat lokal kearah kemandirian pengelolaan secara kearifan dapat terlaksana.




Potensi Wisata Kampung Malaumkarta dapat dibagi menurut Jenis Potensinya sebagai berikut :

1.Potensi Wisata Alam :

a. Laut
-Terumbu Karang(corals)
-Ikan duyung (Dugong)
-Berbagai jenis ikan karang, ikan hias,ikan langka
-Reef Safur ( wide reef )
-Lobster,penyu,lola dan teripang

b. Darat
-Pesisir daratan pantai pasir putih yang luas dan panjang
-Goa Kalabus
-Jalur Trekk (Treking path)
-Air Terjun
c. Pulau Um :
-Pantai pasir putih yang mengelilingi pulau
-Burung camar
-Burung kelelawar
-Burung Ayam hutang (Common Moorhen)
-Burung Kingfisher (kingfisher bird)


2. Potensi Wisata Religi :

-Tugu Injil Gonof (Gospel memorial )
-Areal tugu injil ( camping area )


3. Potensi Wisata history :

-Peninggalan pesawat jepang perang dunia II
Dibawah laut ( world war II aircraft remaining )



4. Potensi Wisata Budaya :

-Cara hidup masyarakat lokal
-Adat istiadat lokal
-Tari-tarian lokal
-Kerajinan tangan lokal
Baca selengkapnya..

Sabtu, 05 Februari 2011

SISTEM PERKAWINAN SUKU MOI

A.GAMBARAN UMUM
Proses Perkawinan secara adat oleh suku Moi adalah, suatu proses pernikahan atau perkwinan yang harus di lewati bagi generasi suku moi dewasa ini. Perkawinan adat pada suku moi yaitu seuatu perkawinan yang mengikuti jalur perkawinan secara struktur dan peradaban suku di wilayah kepala burung Malamoi (msang, mgelak, mamtolok) dalam suku moi. Tentunya bila generasi dewasa ini memahami system dan silsilah perkawinan ini sangatlah baik dan bernilai tinggi, tidak semua wanita suku moi menjadi jodoh bagi kita, karena wanita yang kita jumpai bisa jadi bukan jalur perkawinan kita. Ini adalah hal yang unik dan bagi suku moi dalam pengaturan system dan jalur-jalur perkawinan. Hal-hal yang membatasi atau mengatur perkawinan pada suku moi adalah struktur keluarga dalam suatu perjalanan peradaban suku Moi.
Peradaban suku moi dalam sub-sub rumpun inilah yang menjadi dasar untuk mengatur system perkawinan, misalanya:

 Marga Besar Ulim (Sangkulung)
1. Sapisa
2. Ulim
3. Doo
4. Salamala
5. Magablo
6. Ulimpa
7. Ulala
8. Patele
9. Sni
10. Usili
11. Yeblo
12. Yesnat
13. Kalalu
14. dll

 Marga Besar Bisi (sanu)
1. Kokmala
2. Bisi
3. Mobilala
4. Ulimene
5. Yempolo
6. Idik
7. Kalami
8. dll

 Sangkeleng
1. Malak
2. Mili
3. Osok
4. dll

B.PROSES PEMININGAN (Kamfawe)
Sebelum memulai dengan pernikahan, di awali dengan peminangan dari keluarga laki-laki kepada keluarga perempuan dengan mengikuti jalur perkawinan yang telah ada. Peminangan oleh keluarga laki-laki kepada keluarga perempuan di lalui dengan berapa tahap:

•Proses Pra Peminangan.
Dalam pra peminangan ini keluarga laki-laki datang dan melakukan pertemuan langsung di rumah keluarga perempuan. Proses ini di lalui dengan diskusi pendek oleh kedua belah pihak, jikalau di dalam proses ini disepakati untuk pernikahan maka proses peminangan pertama akan di lakukan oleh keluarga laki-laki, dan apabila keluarga perempuan tidak menyetujui maka proses selanjutnya tidak di laksnakan.

•Proses Peminangan Pertama (kamfawe puduk)
Keluarga laki-laki datang di rumah keluarga perempuan ataupun keluarga perempuan datang ke rumah keluarga laki-laki untuk proses ikatan. Tata laksana proses ikatan pertama biasanya di khususkan untuk ibu dan ayah kandung dari anak perempuan, ikatan ini tidak ada keluarga dekat (bapk ade, bapak tua) dari perempuan yang tau hanya ayah kandung dan ibu kandung, dan sifatnya rahasia.
Besar dari ikatan pertama ini biasanya tidak di tentukan oleh keluarga perempuan, di atur besarnya oleh keluarga laki-laki (tidak ada saham). Jarak waktu dari ikatan pertama ini bisa lama misalnya 6 bulan, 1 tahun bahkan 2 tahun.

• Proses Peminangan Kedua (Kamfawe Plobok)
Dalam propses peminangan ke dua terjadi kesepakatan bersama oleh kedua belah pihak untuk menentukan waktu dan tata laksana dalam puncak acara nikah adat. Dalam proses ini kedua belah pihak menyepakati waktu dan persiapan acara nikah adat (lagibala).
Besarnya harta dari Ikatan ke dua biasanya juga tidak di tentukan oleh keluarga perempuan yang terdekat namun semua keluarga dari penganting perempuan mendapat bagian harta dalam ikatan ke dua. Dalam proses ini juga daftar harta dari kelaurga perempuan sudah masuk ke keluarga laki-laki sebabagai pegangan menghitung kekuatan dari pihak perempuan, terutama tentang permintaan harta.


C. PERNIKAHAN ADAT (Lagibala)
Pernikahan adat atau lagibala adalah puncak acara yang di lalui dalam pernikahan adat suku Moi. Prosesi pernihan adat suku Moi di atur sedemikian rupa mulai dari persiapan harta, penganting bahkan konsumsi. Prosesi acara pernikahan di atur mulai dari:

1)Prosesi Penghiasan oleh Keluarga Penganting Perempuan.
Kelauarga Perempuan menghiasi anaknya di rumah dengan atribut penganting sbb:
•Noken Penganting (Kwoklaman) di dalamnya berisikan tikar tidur (kalik lagi), tikar
hujan (kalik dala), air di bambu yang di timbah dari tanah asal seorang
penganting wanita (kla,alfu), halia merah (dangkban) dan pakian penganting.

•Dayang-dayang (lagibala pgolok) di hiasi juga mengunakan pakian penganting, tidak ada atribut yang di bawah. Dayang-dayang ini biasanya satu orang atau dua. Dayang- dayang di hiasi dengan manic-manik, ating, makota yang terbuat dari tikar hutan dan gelang lalu menggunakan selendang kain timur. Dayang-daya selalu duduk mendampingi penganting dari perhiasan awal sampai selesai puncak acara. Keluarga laki-laki wajib membayar dayang-dayang tersebut.

•Air Penganting (kla,alfu) adalah air yang di timbah oleh keluarga perempuan dari tanah asanya di isi dalam bambu yang di hiasi lalu tutupan bambu di tututup dengan daun gisimlas (bhs moi). Kla,alfu mempunyai arti dan nilai budaya yang cukup tinggi, yaitu menandakan seorang wanita masuk ke dalam keluarga laki-laki makan dan minim air di tanah seorang laki-laki. Tetapi juga air tersebut akan menjadi jamuan pertama. Air yang di bawan di rebus menggunakan bambu hingga mendidih lalu air tersebut di pakai untuk membuat papeda di makan oleh ke dua penganting baru tersebut. Apabila ada sisah dari papeda tersebut langsung di makan oleh keluarga dari laki-laki, itulah tanda jamuan pertama penganting wanita dan itu tanda kasih sayang.

2)Prosesi di rumah Penganting.
Prosesi di rumah penganting di lakukan dengan menyanyi lagu-lagu penganting, sambil membunyikan gong. Lagu-lagu penganting selalu menyebutkan perjalanan penganting perempuan ke rumah atau keluarga laki-laki. Misalnya lagu:

“Kolk mo nama se”
Kolk mo nama se
Sangkulung kiyem nino
Tebewai Pusu nim……
Awe Sangkulng lagi mo….

Dan masih banyak lagi lagu- lagu yang di nyanyikan mengantar seorang wanita ke rumah mempelai laki-laki. Di dalam menyanyikan lagu-lagu (iyala), sambil memukul Gong dan bernyanyi biasanyanya juga menarik harta dari keluarga laki-laki untuk harus membayar kepada perempuan.
3)Prosesi mengantar penganting wanita ke rumah laki-laki
Penganting wanita di antar ke rumah penganting laki-laki dengan cara mendukung oleh saudara laki-laki dari penganting perempuan sambil di iringi dengan gong dan lagu-lagu penganting.

4)Prosesi Pengulingan/isap Rokok (buk sabak)
Setibanya di rumah di mulai dengan acara pengulingan rokok yang di mulai oleh keluarga perempuan. Rokok tembako yang di keringakan kemudian di lilit menjadi sebatang rokok di bakar dan mulai di isap oleh salah satu orang tua perempuan sebanyak empat kali dan kemudian rokok tersebut di serahkan kepada penganting perempuan lalu penganting perempuan juga mengisapnya sebanyak empat kali berikut rokok tersebut di serahkan oleh penganting perempuan kepada penganting laki-laki lalu memukul batang rokok tersebut sebanyak empat kali juga. Setelah itu sebatang rokok tadi di pegang oleh laki-laki dan selanjutnya di serahkan kepada saudara perempuan dari mempelai laki-laki untuk di isap sebanyak empat kali juga. Sisa dari rokok tersebut di simpan oleh saudara perempuan yang di tuakan dari mempelai laki-laki.
Nilai utama dari rokok tersebut adalah suatu perjanjian dari kedua belah mepelai untuk salaing bahu-membahu membangun keluarganya. Bila terjadi pelanggaran dari salah satu penganting seperti perselingkuhan maka arti rokok tadi akan menjadi masalah yang besar dan melibatkan tokoh adat. Urusan adat dari pelanggaran suami istri akibat suatu pelanggran suami istri dari rokok buk sabak bisa sampai ke perang honggi.

5)Prosesi Makan Papeda.
Setelah prosesi isap rokok di mulai lagi dengan makan papeda yang di sediakan oleh keluarga perempuan, sebagai tanda pelayanan pertama kepada suami dan keluarganya. Proses ini hanya ada satu piring yang di sediakan untuk lauk (ikan/daging dan sayur). Dua gata-gata papeda di taruh berarahan dengan kedua mempelai lalu sebelum di makan oleh ke dua mempelai di lakukan proses pertukaran gata-gata papeda berputar papeda sebanyak empat kali, setelah itu baru di makan oleh keluarga mempelai laki-laki.

6)Prosesi Penanaman Dangkban (tanaman sejenis halia merah)
Proses penanaman dangkaban di lakukan setelah harta di bagi habis oleh keluarga perempuan. Dangkban di tanam pada depan atau samping rumah laki-laki. Prosesnya kedua mempelai berdiri berhadapan lalu ujing ibu jari kaki kanan bersentuhan di celah kaki kedua mempelai di buat lubang lalu di tanah dangkban tersebut. Itu satu tanda kesuburan seorang wanita.


7)Prosesi Pembongkaran Noken Penganting (Kwok Lamun)
Prosesi mengeluarkan noken penganting ini di rumah keluarga laki-laki di saksikan oleh keluarga perempuan biasanya bisa 1-3 bualan setelah acara nikah adat di atas. Tidak banyak yang hadir cukup orang tertentu atau keluarga dekat dari keluarga mempelai perempuan.


D.HARTA BESAR (Ka,ata)
Pembayaran harta besar sama meriah dengan nikah adat, pembayaran harta besar bisa lama bertahun-tahun 10-20 tahun kemudian. Di dalam pembayaran harta besar di sini terjadi penarikan saham dari oleh keluarga perempuan yang mana keluarga yang perna memberikan harta membayar ibu dari mempelai perempuan menuntut kepada keluarga laki-laki untuk harus menggenapi apa yang pernah di keluarkan oleh keluarga perempuan, dalam bahasa moi di sebut “selek”. Selek adalah saham harta yang di tuntut oleh keluarga perempuan kepada laki-laki.


E.BAYAR TULANG (pgu)
Bayar tulang (pgu) adalah proses pembayaran terakhir oleh keluarga laki-laki yang di lakukan setelah istri meninggal dunia baik dalam umur tua maupun muda. Nilai dari proses ini biasanya sifatnya mengikat kedua belah pihak agar tidak terpisah.
Setalah pembayaran pgu, keturunan dari pihak laki-laki boleh mengambil wanita lagi dari keluarga atau marga yang sama.

Inilah proses perkawinan yang perlu di wariskan dalam suku moi, karena bebarapa hal mendasar yaitu:

 Menjaga jalur perkawinan dalam struktur adat suku moi
 Ada nilai dasar yang terkandung dari proses di atas
 Memperkuat nilai kearifan local suku moi
Baca selengkapnya..

Kamis, 03 Februari 2011

MASYARAKAT ADAT DI ERA REFORMASI

MASYARAKAT ADAT DI ERAH REFORMASI
Oleh : Torianus Kalami

Latar Belakang.
Masyarakat adat di sekelilingi kita akhir-akhir ini tak mau tinggal diam. Dari waktu ke waktu selalu ada saja protes mereka kepada Negara (baca: Pemerintah).
Demonstrasi massa dan palang-memalang bagi mereka tak asing lagi. Mulai dari masalah tanah, Penerimanaan CPNS, Pembagian kursih Legislatif, pemekaran wilayah (yang menolak yang menerima) sampai pada masalah politik krusial lainnya, pokoknya semua yang berbau pelanggarang HAM, KKN dan diskriminasi selalu disoroti Masyarakat Adat. masalah yang atau belum tuntas muncul lagi masalah lainnya begitu dan seterusnya. Menghadapi kondisih ini, aparat negera yang merupakan sasaran protes tak mau berggemin, mereka selaluh berlindung dibalik alasan klasik; semua sudah sesuai prosedur atau semua warga Negara diperilakukan sama didepan hukum dan kebijakan publik. Di balik alasan klasik di atas , masih ada lagi dua asumsi yang muncul di masyarakat umum dalam melihat Masyarakat Adat di era reformasih dewasa ini.

ASUMSI PERTAMA, melihat bahwa Masyarakat Ada telah menggunakan’’organisasi adat ‘’untuk kepentingan politik. Menurut pandangan ini Masyarakat Adat dan organisasi nya hanya khusus berbicara dan mengurus hal –hal seperti tari-tarian, perkawinan adat, benda-benda budaya dan keramat serta cerita –cerita mitos. Atau Adat itu hanya berhubungan dengan masa lalu jadi orang-orang tualah yang lebih banyak tahu Adat, bilah merekah saudah meninggal tamatlah Adat itu. Asumsi ini juga menilai bahwa semua yang berbu Adat adalah kuno, primitive, gelap, kafir, iblis dan dianggap sebagai ajaran sesat.

AMSUMSI KE DUA: pandangan ini melihat Masyarakat Adat dan Adat nya sebagai issu sentral setelah dihadiri sebagai indeologi. Pandangan ini, melihat dan menilai Adat telah ada dalam berbagai dimensi kehidupan manusia seperti: sitem kepercayaan kepada Tuhan Yesus Sebagai Juru Slamat Manusia, pandangan hidup berbangsa, cita–cita hukum, kehidupan budaya, sosioal, politik, tata pemerintahan dan pertahanan keamanan. Intinya ,Adat mengisih seluruh ruang pembangunan karena Adat telah ada sejak dahulu kalah sebelum datangnya Agama Moderen dan negera buatan kaum colonial kapitalis.
Antara kedua asumsi di atas, asumsi pertama melihat Masyarakat Adat dan organisasilainya dalam arti sempit bahkan cenderung negatif. Asumsi ini muncul dari benak generasi instan yang telah di cuci otaknya (baca:diindotrinisasi) oleh idiologi bangsa-bangsa lain terutama dari benua eropa dan arab atau masuknya peradaban asing. Disini perlu dilakukan gerkan kembali ke Adat (back to Custom ) karena sadar atau tidak, Masyarakat Adat telah berada dalam suatu perjalanan panjang; perjalanan pengembaraan dalam rangka mencari indentitas diantara bangsa-bangsa lain. Apabila proses pencarian identitas dimaksud dilakukan sebagai upaya memperkuat identitas asli maka perjalanan itu adalah suatu pengembaraan yang penu ketidak pastian (kutukan ). Kata orang tahu Adat berarti beradab (berkat), tidak tahu Adat berarti biadab (kutukan ), bangsa yang tahu Adat berarti bangsa yang beradab (diberkati) demikian pula sebaliknya, bangsa yang tidak tahu Adat berti bangsa biadab (dikutuk) #Maladum 26 jan 2010
Baca selengkapnya..